Indonesia dikenal sebagai negara kesatuan yang ragam makanan daerah ditemui di sini. Di Aceh sendiri, saya menemukan gulai asam pedas yang cita rasanya sangat nusantara. Belum lagi gulai Pliek U yang sangat terkenal maupun kopi khop yang fenomenal. Makanan ini semua adalah ramah iklim, demikian juga dengan makanan ramah iklim Gorontalo yang baru-baru ini dibuat dalam bentuk e-book.
Jika ke suatu daerah, selain mencari tempat wisata yang indah tentu saja ingin sekali mencicipi makanan khas yang tidak ada di daerah kita. Di beberapa kesempatan, misalnya waktu ke Bali, Jakarta, dan bahkan Bandung maupun Yogyakarta, saya mencari kuliner daerah tersebut untuk dinikmati.
Memang, tidak mudah mencari sebelum bertanya, bahkan di kota besar seperti Jakarta sangat sulit menemukan makanan khas Betawi. Cari di media sosial yang muncul malah tempat tongkrongan gaya retro dengan menu barat. Tentu, bukan ini yang saya ingin singgahi.
Baca Juga: |
Restoran khas daerah bukan tidak ada, makanan daerah dimaksud yang lebih ramah iklim bukan tidak tersedia. Hanya saja saya, dan kita, tidak tahu di sudut mana masyarakat setempat menjajakan makanan dimaksud.
Daftar Isi
Promosi Makanan Daerah ke Internet dan Buku
Minggu, 14 Februari 2021, saya sudah menyusun rencana atas undangan dari Omar Niode Foundation. Siang hari yang terik, enaknya memang ngobrolin makanan khas suatu daerah. Kali ini, Ibu Amanda Katili Niode mengajak blogger untuk mencicipi makanan khas Gorontalo melalui taklshow virtual.
Zoom meeting dimulai sekitar pukul 14.00 WIB dengan menghadirkan banyak sekali tokoh publik; dalam rangka mengenalkan makanan sehat dan ramah iklim kepada masyarakat Indonesia. Di kesempatan ini nantinya akan diluncurkan buku ‘Memilih Makanan Ramah Iklim +39 Resep Gorontalo’ karya Amanda Katili Niode dari Climate Reality Indonesia bersama Ahli Teknologi Pangan, Zahra Khan
Noni Zara memandu Talkshow Makanan Ramah Iklim yang berlangsung kurang lebih 2 jam itu. Talkshow ini cukup menarik karena menghadirkan Pakar Kuliner William Wongso dan Nicky Ria dari Ketua Sobat Budaya.
Pembicara lain yang tak kalah menarik juga memberikan pandangan khusus terhadap makanan ramah iklim dan makanan khas Gorontalo. Di antara pembicara itu bisa dilihat pada tabel berikut.
Pembacaan Sambutan | Rachmat Gobel Wakil Ketua DPR RI (berhalangan hadir) |
Video Sambutan | Claudia Laricchia – Future Food Institute |
Krisis Iklim dan Pertanian, Pangan dan Kuliner sebagai Solusi | Amanda Katili – Climate Reality Indonesia |
Pemetaan 30.000 Kuliner Tradisional Nusantara | Nicky Ria – Sobat Budaya |
Ragam Kuliner Gorontalo | Zahra Khan – Ahlli Teknologi Pangan, Pelaku UMKM, Penyusun Resep |
Mengangkat Citra Kuliner Nusantara | William Wongso – Chef, Pakar Kuliner, Penulis buku “Flavors of Indonesia” |
Display Masakan Gorontalo | Ihsan Averroes Wumu – Olamita Resto |
Tiap pembicara memberikan alasan pentingnya makan makanan ramah iklim yang menyehatkan. Sekretaris Omar Niode Foundation, Terzian Ayuba Niode, yang turut serta dalam talkshow online ini mengutarakan, “Idealnya dengan mengurangi konsumsi daging serta makanan yang diproses, untuk kemudian mengarah ke makanan yang lebih berbasis nabati,”
Catatan penting bahwa sebelum mengonsumsi makanan ‘sehat’ itu harus memahami terlebih dahulu apakah benar nyaman dan aman untuk tubuh kita. Salah makan bisa fatal di kemudian hari. Orang dengan penyakit tertentu, atau bahkan tanpa catatan medis bisa merasakan dampak salah makan ini.
Wakil Ketua DPR RI, Rachmat Gobel, dalam kata sambutan yang dibacakan oleh pemandu acara menyebutkan, “Membeli produk lokal berarti ada permintaan, sehingga membantu petani mempertahankan mata pencaharian,”
Memang, tidak bisa dipungkiri bahwa kita terlalu sering membeli jajanan bergaya barat. Seakan, dengan makanan menu yang tersedia ini membuat gaya hidup kita naik tingkat. Padahal, justru kesehatan kita yang menjadi pertaruhan.
Amanda Katili dari Climate Reality Indonesia, menyebut, krisis pangan yang terjadi karena masyarakat dunia berpaling dari makanan tidak ramah iklim. Maka dari itu, makanan ramah iklim menjadi solusi hidup sehat dan bermakna.
Dan, makanan ramah iklim ini sebenarnya sangat banyak di sekeliling kita. Sadar atau tidak, kita sudah mengonsumsinya dalam waktu yang sering atau sesekali. Makanan ramah iklim ini mudah didapatkan, murah dan sangat gampang disajikan.
Maka, dalam kesempatan itu pula promosi makanan sehat dan ramah iklim menjadi awal untuk gaya hidup sehat tanpa makanan berpengawet. Menu yang dibuat dengan sebaik mungkin akan mengundang selera. Disajikan dalam tekstur menggoda, tidak ada yang akan menolaknya. Tugas dari kita mulai dari sekarang untuk mempromosikan makanan ramah iklim khas daerah masing-masing, tidak berhenti dalam talkshow saja.
Pakar Kuliner, William Wongso, memberikan pandangan untuk generasi kekinian, “Di era sosial media dan internet seperti saat ini, satu hal yang tidak dapat kita lakukan adalah meng-googling rasa, experience itu harus dicoba langsung. Tapi kita dapat menginformasikan budaya kuliner bangsa Indonesia yang beragam ini lewat internet, dan menarik orang untuk mencoba,”
Nah, sudah sepantasnya bukan kita mempromosikan makanan ramah iklim ini?
Makanan Ramah Iklim di Mata Amanda Katili
Kesehatan alam sangat bergantung kepada kita semua. Iklim yang diciptakan agar kehidupan lebih sehat sejatinya karena manusia menginginkan itu semua. Sebaliknya, kerusakan yang terjadi juga karena manusia yang membuatnya.
Amanda memberikan catatan penting soal aktivitas manusia secara berlebihan yang berdampak pada rusaknya iklim baik. Tambang batu bara, industri minyak maupun kebakaran hutan menjadi awal yang mengerikan rusaknya iklim Indonesia.
Hal ini terus terjadi karena manusia itu sendiri yang membuatnya. Iklim yang terus berubah berdampak fatal pada makanan yang kita konsumsi nantinya.
Dalam kesempatan ini pula, Amanda menegaskan bahwa sistem pangan sangat berkaitan dengan krisis iklim, krisis kelaparan dan sekarang ditambah krisis pandemi.
Saat itu terjadi, manusia tidak tahu mau lari ke mana. Kiri atau ke kanan, depan atau ke belakang; hanyalah debu bertebangan dan asap memerihkan makan. Jajanan pinggir jalan yang semula sangat disenangi berubah menjadi tempat yang tidak ingin kita bersantai di sana.
Tubuh kita membutuhkan makanan agar napas terus terhembus. Makanan tak lain sumber energi yang tidak bisa disandingkan dengan kebutuhan sekunder lain. Efek dari telat makan saja bisa berbahaya, misalnya sakit asam lambung kumat tiba-tiba yang butuh pertolongan segera.
Makanan juga identitas suatu daerah yang mana kita tahu bahwa Rendang itu miliknya Padang. Tiap orang akan berujar Padang saat disebut Rendang. Demikian sebaliknya. Amanda bahkan menjabarkan makanan itu terdiri dari kehidupan, energi, keluarga, kasih sayang, komunitas, tradisi, budaya, ritual, identitas, simbol, nilai dan bahasa.
Makanan yang baik di saat krisis pangan terus terjadi adalah kita yang memikirkan caranya. Amanda memberikan solusi untuk itu dengan: hemat air & energi, tanaman tahan krisis, perbanyak nabati, kurangi daging, masakan rumahan, jaga tradisi kuliner lokal, hindari limbah pangan, dukung petani & nelayan, hindari plastik dan laksanakan daur ulang.
Memang, jika bukan kita yang memulai tidak akan ada yang mengakhiri. Menu sehat tiap hari dimulai dari rumah kita sendiri bukan dari warung dekat rumah yang jaraknya cuma lima menit saja.
Perpustakaan Digital Makanan Indonesia
Di saat anak muda sibuk dengan aktivitas menghabiskan uang, tidak demikian dengan Nia Ricky Aziman. Ketua Sobat Budaya ini telah membuat perpustakaan digital untuk ragam kuliner yang ada di Indonesia. Informasi soal kuliner Indonesia ini bisa dibaca di laman budaya-indonesia.org.
Nia telah mengumpulkan lebih dari 30.000 kuliner Nusantara yang mungkin akan bertambah terus seiring berjalannya waktu. Di laman itu termuat bumbu khas Indonesia, jalanan yang cuma ada di Indonesia maupun sambal yang menggoyang lidah.
Dalam kesempatan talkshow ini pula, Nia berharap generasi muda dapat mengurangi penggunaan plastik dan beralih ke daun pisang, daun pinang maupun pemakaian besek sebagai pengganti kemasan makanan.
Buku Digital ‘Memilih Makanan Ramah Iklim +39 Resep Gorontalo’
Sangat jarang kumpulan buku yang berisi makanan khas Indonesia ditemui saat ini. Bahkan, seolah makanan Indonesia yang memiliki cita rasa tinggi telah tertindas oleh makanan modern dari barat. Namun, dengan hadirnya e-book ‘Memilih Makanan Ramah Iklim +39 Resep Gorontalo’ kembali menguatkan bahwa di suatu daerah banyak sekali makanan andalan.
Zahra Khan pelaku UMKM dari Gorontalo, merupakan salah satu penyusun buku kuliner ini bersama Amanda Katili. Zahra sudah malang-melintang dalam kuliner Gorontalo. Bisa disebut Zahra adalah spesialisasi makanan setempat yang paham betul sampai ke resepnya.
Menu yang dihadirkan dalam e-book ‘Memilih Makanan Ramah Iklim +39 Resep Gorontalo’ sangat dekat dengan lingkungan kita sendiri. Bahkan, masyarakat yang tidak tinggal di Gorontalo, asalkan menemukan bahan di sekitarnya bisa meracik menu tersebut.
Makanan dari Gorontalo sebagian besar tidak digoreng melainkan dibakar maupun direbus sehingga sangat ramah iklim. Bilenthango adalah satu satu makanan khas Gorontalo yang digoreng dengan sedikit minyak karena dimasak beralaskan daun pisang.
Zahra juga memiliki aktivitas mingguan ke Pasar Seni Warga. Di mana, ia mengajak warga setempat untuk berjualan di Pasar Hutan Bambu. Transaksi di pasar ini tidak menggunakan uang melainkan keping tempurung, tidak juga pakai kantong plastik melainkan membawa kotak makan sendiri.
Tertarik dengan e-book yang disusun oleh Zahra Khan dan Amanda Katili? Unduh di akhir tulisan ini saja secara gratis.
Resep Nusantara dari William Wongso
Cerita dari e-book yang baru saja diluncurkan ini menggugah hati pakar kuliner Nusantara, William Wongso. Beberapa tahun terakhir, chef ini meracik makanan khas Indonesia untuk diperkenalkan kepada khayalak umum. Bukunya yang terkenal adalah ‘Cita Rasa Indonesia, Ekspresi Kuliner William Wongso’atau dikenal juga dengan ‘Flavors of Indonesia’ yang memuat 24 resep kuliner Nusantara.
Buku William Wongso ini telah meraih penghargaan internasional sebagai buku kuliner terbaik. Buku ini memuat kisah dari berbagai daerah dengan cita rasa kuliner terlezatnya.
Dalam kesempatan yang sama, William mengenalkan kuliner Indonesia yang di-plating lebih mewah dengan standar tamu VVIP. Makanan yang disajikan ini mulai dari Kepiting Soka sampai Sup Kenikir. Semua tampil indah dan menggoda selera makan.
Yang menarik dari William adalah membawa serta bumbu dari Indonesia saat bepergian ke luar negeri. Jadi bisa dibayangkan bagaimana William membuat makanan lezat di luar negeri tetapi dengan cita rasa Indonesia.
William bercerita di suatu acara di New York. Desset kue lapis dengan sorbet kecombrang, saus kopi dan lemon menjadi hidangan yang tak terlupakan. Sederhana namun istimewa di mata dunia karena suguhan mewah dari sentuhan tangan William.
Di mana mau ‘Jalan’ Kuliner Gorontalo?
Di akhir sesi talkshow hari itu, Ihsan dari Olamita Gorontalo dengan bangga mengenalkan restoran miliknya yang ada di H. Abdullah Syafii, Tebet Selatan.
Ihsan menyebut Tuna Bala Rica, Nasi Kuning Cakalang, Sabongi, Kangkung Bunga Pepaya dan Popolulu sebagai menu andalannya.
Restoran ini dibuka sejak tahun 2016 dengan kerinduan orang Gorontalo yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya. Namun, belakangan pecinta kuliner berdatangan untuk mencicipi kuliner khas Gorontalo itu.
Nah, bagi siapa saja yang ingin mencicipi menu lezat Gorontalo ini, bisa mampir ke restorannya Ihsan di Tebet Selatan.
Noni Zara menutup talkshow makanan ramah iklim hari itu dengan peluncuran e-book ‘Memilih Makanan Ramah Iklim +39 Resep Gorontalo’ yang bisa diunduh melalui http://bit.ly/e-bookmakananramahiklim, atau bisa juga dibaca melalui Google Play Book.
Leave a Reply