Kehidupan Sipir Penjara Tampan

Kehidupan Sipir Penjara Tampan di Balik Jeruji Besi Menegangkan

“Kalau lagi jaga saya suka baca-baca,” Munar kembali memulai cerita. “Saya suka baca-baca informasi di media sosial daripada main game,” terlihat jelas bahwa Munar suka membaca dari pengetahuan di dalam dirinya. Saya semakin tertarik dengan kehidupan seorang sipir penjara. Di pandangan saya, seorang sipir penjara itu harus garang, gahar, maupun kokoh dalam berbicara. Sebaliknya,

Munar tampak seperti anak muda metropolitan dan metroseksual pada umumnya. Kerapian pakaian yang dikenakannya. Rambut yang tersisir rapi. Kulitnya yang bersih. Dan wangi parfum yang menyeruak sampai hidung saya kembang-kempis.

Ini sosok idola wanita!

“Pekerjaan yang berat ya?” tanya saya.

Munar berbicara seakan kepada dirinya sendiri. Entah karena kami berada di dalam perjalanan atau memang begitu tipikalnya yang tidak melihat lawan bicara. Pandangannya terus ke depan, mungkin khawatir ada lubang besar menghalangi jalan kami.

“Saya santai saja. Kami sudah diberikan bekal untuk berjaga-jaga. Kalau terjadi sesuatu kami sudah siap dengan senjata,” Munar berbicara dengan nada yang serak dan menggelora. “Kami juga peka pada tahanan yang sudah ‘dicoret’ untuk tidak didekati. Jikapun harus berurusan dengan orang tersebut, senjata kami harus lengkap!” saya yakin, kamu juga paham arah pembicaraan kami ini.

Dialog yang hampir mendekati klimaks menurut saya. Tetapi, ini baru seperempat percakapan yang kami lalui. Jantung saya mulai memainkan melodi cukup kencang. Pukulan drum bertalu-talu untuk menunggu kelanjutan cerita seorang sipir penjara yang punya daya tarik seperti idola.

“Kan rata-rata orang di penjara karena berbuat salah. Mereka selalu cari cara untuk kabur dari tahanan,”

“Ada yang berhasil?”

Munar tercenung. “Ada juga,”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *