Wisata Bandung Tak Sekadar Cinta Picisan Dilan – Bandung wisata murah bermula dari sebuah ucapan, lalu berangkat kepada keinginan, akhirnya saya sampai ke Bandung. Kau patut mengetahui soal cerita ini, karena memang benar bahwa ucapan, keinginan, adalah ‘sebentuk doa’ yang akan dikabulkan kapan-kapan oleh pemilik jiwa di semesta yang penuh cinta kasih.
Wisata Bandung Tak Sekadar Cinta Picisan Dilan
Saya tidak begitu mengingat sejak kapan terucap, “Saya ingin ke Bandung!” atau “Saya akan ke Bandung suatu saat nanti!” karena waktu terlalu lama mengelabui rasa yang tertinggal dalam kecewa dan suka.
Mungkin, pertengahan perkuliahan setelah dimulai pada tahun tsunami Aceh. Mungkin juga, karena faktor ada orang-orang tertentu yang telah ke Bandung dan menceritakan kepada saya tentang fenomena kota itu.
Dulu, belum terkenal Ridwan Kamil dengan mahakaryanya, apalagi Dilan yang ceritanya nggak penting sama sekali untuk orang-orang dewasa bukan budak cinta. Aroma Bandung begitu melankolis pada tekstur sejarah dan komposisi orang-orang di sana yang bersemanyam dalam kelembutan, kehangatan dan tak boleh lupa soal dinginnya kota penuh seniman itu.
Saya juga tidak mengingat lagi berapakali mengucapkan keinginan itu kepada kawan-kawan terdekat, dan juga di dalam hati sendiri. Selalu, saat orang-orang bercerita tentang Bandung hati saya tersayat sembilu, “Tidak mungkin saya bisa ke sana, dengan keadaan yang serba berkecukupan,”
Kembali ke ucapan yang dibenarkan menjadi doa, saya bisa menapak Bandung meskipun lebih sewindu setelah angan-angan itu. Saya percaya nggak ada yang tidak mungkin, nggak mungkin juga Tuhan mengabaikan keinginan kecil kita meskipun itu terkesan sangat mustahil. Begitulah wisata Bandung murah.
Naik
kereta api … tut … tut … tut
Siapa
hendak turut
Ke
Bandung … Surabaya…
Siulan saya begitu gembira ketika tiba di Stasiun Gambir untuk pertama kali. Rombongan kami cuma 13 orang dengan pesona masing-masing yang tak boleh dilupakan sama sekali. Katerina nggak hanya sebatas ‘travel blogger’ terkenal tetapi ‘pengurus’ utama grup kami yang selalu gembira.
Grup kami yang selalu ceria. |
Penulis seterkenal Dewi Dedew Rieka dengan Anak Kos Dodolnya juga ikut rombongan kami. Seperti biasa, meski dirinya telah melahirkan banyak buku tetapi sifatnya tetap lembut dan membuat kita senang dekat-dekat dengannya yang kalem.
Ada yang merasa sangat cantik di rombongan kami, Primastuti Satrianto, ke mana-mana selalu selfie, nggak kenal arang-melintang, dingin Bandung maupun Kereta Api lewat dengan bunyi klaksonnya membahana.
Hacker dan gamer cewek yang selalu disebut sok imut, Elvina, nggak pernah mau ditinggal di hotel sendirian dengan alasan masih anak mami. Sebenarnya, kalau sedang bermain game, dirinya bisa lebih garang dari suara kakak tua di malam hari.
Dan, peramal masa depan kami yang tak boleh ditinggalkan begitu saja, Dian Radiata, yang telah melanglang buana dengan ransel di pundaknya. Katanya sih, bisa melihat yang aneh-aneh di sekitar kami tetapi karena tawa yang menggelora tak pernah padam makanya ‘hal aneh’ itu tak pernah terceritakan.
Bagaimana dengan cowok-cowok keren dalam grup kami ini? Ada karyawan televisi yang sama-sama penggila Korea seperti saya, Maseko. Namanya sih Eko Yudistira tetapi kurang senang dipanggil Mas Eko. Dirinya juga pecinta kopi Aceh yang hampir tiap meet-up saya bawa ke Jakarta. Enaknya wisata Bandung murah sekali.
Bapak guru Didno nggak bisa saya lewatkan begitu saja. Sikapnya yang tenang selalu membuat nyaman berada di dekatnya. Tapi jangan salah, urusan menulis blog meski sibuk bapak guru kita ini sangat produktif.
Ada Febri dan Aditya yang berbeda di antara keduanya. Febri seorang perawat yang suka review smartphone, Adit seorang karyawan swasta yang merangkap jadi fotografer dan bahkan sesekali model yang baik dengan gayanya yang lepas.
Di antara kami, aktor utama nggak boleh dilupakan begitu saja. Afit yang selalu menarik perhatian, bukan karena fisiknya yang menarik tetapi pesona lain dalam dirinya yang membuat kami ingin dekat-dekat terus dengannya. Kalau ada ‘maunya’ kami akan merangkul Afit ke mana-mana.
Travel blogger terkenal lain, Deddy Huang, dengan story telling yang baik dan selalu suka membaca tiap tulisannya. Gayanya yang khas membuat suasana di rombongan kami makin lengkap.
Saya tentu tak boleh lupa ‘si bos’ yang ngekor bersama kami, Bang Emmet, yang ke mana-mana suka makan untuk kepentingan channel YouTube-nya yang makin ramai pengikut.
Jalan Braga juga terkenal bukan? |
Kereta Api melaju kencang karena memang maunya begitu.
Tiba di Bandung….
Dengan kepala pusing dan perut mual. Saya kira, naik kereta api itu sangat santai sekali tetapi rel kereta yang melingkar bagai ular, pemandangan di luar yang cepat sekali berbeda, membuat perut saya tidak bisa bersahabat.
Sepanjang jalan saya lebih banyak tidur daripada menikmati pemandangan di sekitar. Waktu 3 jam berlalu dengan sangat lama – memang lama jika mau dihitung pakai rumus fisika. Begitu sampai di Bandung, “Akhirnya…!”
Usai sudah penantian. Habis sudah halusinasi tentang Bandung yang selama ini cuma dilihat dalam sebentuk mimpi dan aroma televisi.
Meski sore sampai di Bandung tetapi aromanya tetap terasa dingin. Hiruk-pikuk di Stasiun Kereta Bandung terasa sekali. Mungkin ada yang ke Jawa ataupun Jakarta.
Saya sudah tidak sabar untuk segera menikmati Bandung yang diidam-idamkan sejak dulu. Mau ke mana memang nggak tahu. Saya ikut guide yang entah siapa dalam rombongan kami. Tapi yang pasti, beberapa kawannya Katerina telah menawarkan makanan lezat untuk kami cicipi.
Bergegas check-in dan mulai menelanjangi Bandung yang penuh dengan bangunan tua. Jalanan yang sedikit lengang diikuti oleh bangunan bergaya Eropa tetapi dengan warna cat yang memudar. Nilai seni tinggi yang tidak dibuang sama sekali.
Tiap tikungan jalan yang kami lewati, adalah arsitektur zaman dulu dengan gagahnya. Tiap sudut adalah kesibukan yang menebarkan seniman-seniman berbagai keahlian. Sore menjelang malam, para seniman ini sibuk bersolek – menjadi hantu atau tokoh superhero – untuk mendapatkan rupiah sampai tengah lama – mungkin juga dini hari.
Dari siang mereka sudah memakai make-up untuk jadi ‘hantu’ malam hari. |
Benar kata orang, di Bandung nggak cuma jaket murah dan bagus 100 ribuan saja tetapi penginapan murah juga banyak sekali. Sejarah yang dipadu dengan kehidupan sosial juga mudah didapatkan di kota ini. Siapa yang tidak mau wisata Bandung murah.
Tamu negara dalam pelaksanaan Konferensi Asia Afrika pertama menginap di salah satu hotel di Jalan Asia Afrika. Bicara jalan kenamaan ini, bukan saja soal Museum Asia Afrika semata tetapi panorama alam, kesibukan, bangunan-bangunan tua maupun ornamen khas Bandung yang begitu melekat padanya.
“Dan Bandung bagiku bukan cuma masalah geografis, lebih jauh dari itu melibatkan perasaan, yang bersamaku ketika sunyi!” kata Pidi Baiq.
Seniman yang sangat dihargai di Bandung. |
Dan memang benar, tiap sudut Kota Bandung adalah ‘sesuatu’ yang sulit sekali dilupakan. Perpaduan sejarah dengan gaya modern yang eksotik. Tempat nongkrong yang asyik maupun suasana kotanya yang bersih.
Hampir di tiap bangunan adalah bahasa Belanda yang tidak saya tahu artinya. Tidak saja cat yang memudar namun jendela, pintu sampai atapnya adalah ciri khas yang terlupa dari sejarah panjang kemerdekaan negeri ini.
Ini bangunan tua di Bandung. |
Tiap ‘nama’ dalam Bahasa Belanda. |
Namaste! |
Masjid Raya Bandung yang berada di Alun-alun Kota Bandung menjadi perhatian bersama. Begitulah nilai seni dalam kuadran tinggi. Mungkin di tempat lain nggak terpikirkan untuk membuat rumput buatan. Namun ini Bandung, ‘miliknya’ Ridwan Kamil dengan ide kreatif di dalam dirinya.
Rumput buatan itu menarik perhatian saya. Anak-anak dan orang tua bermain di atas rumput buatan itu. Sangat bagus untuk pemandangan di halaman masjid yang sejuk – sayangnya karena keterbatasan waktu kami tidak sempat masuk ke dalam masjid ini.
Alun-alun Kota Bandung. |
Banyak gambar tokoh di dalam Museum Asia Afrika. |
Selesai sidang pertama kami di Museum Asia Afrika. |
Salah satu bangunan yang menarik perhatian; ini adalah masjid di Bandung. |
Mau keliling Kota Bandung dengan ini? |
Bandung adalah kota seniman! |
Leave a Reply