“Aku tidak berbohong padamu,”
“Kau pikir aku percaya?”
“Kau harus percaya, aku istrimu!”
“Istriku? Kalau kau merasa istriku berikan yang aku mau!”
“Kalau kau merasa suamiku, percayalah padaku!”
Safrida mulai terisak. Suaminya tak akan luluh dengan isak tangisnya seperti dulu-dulu. Diikuti pemaksaan dan kekerasan. Ia sudah tidak kuat.
“Kenapa kau tidak pernah memahamiku…”
Tangis Safrida pecah. Suaminya terpaku di sudut kasur.
“Tiga tahun kau nikahi aku, tidak pernah semalam pun kau berbaik padaku. Kau kasar. Kau egois. Kau tahu agamamu tidak membenarkan kau gauli istri dalam keadaan tidak suci. Kau tak peduli. Kau terus sakiti aku dan juga agamaku!”
“Ah!” suaminya pergi. Meninggalkan Safrida dalam tangis. Suaminya tidak akan pulang sebelum pagi. Safrida tidur ditemani airmata. Perih hatinya tak sebanding dengan kecewa sekian lama ia pendam. Suaminya tak berpaling padanya, mungkin ke pangkuan perempuan lain malam ini. Safrida tidak berharap itu terjadi. Ia mencintai suaminya. Biar omongan orang melecehkan tapi benar ia mencintainya. Safrida bisa mendapatkan lelaki lain. Ia perempuan sukses dalam karir. Disegani. Disantuni banyak orang. Selalu Suami Pemalas Tampar Istri.
Safrida galau. Ayah ibu sudah mencium bahaya rumah tangganya, ia masih bingung mencari alasan meninggalkan lelaki pengangguran itu. Begitulah Suami Pemalas Tampar Istri.
Leave a Reply