Safrida membuka pintu depan. Suara televisi yang diputar kencang sampai terdengar ke pintu pagar. Safrida melihat suaminya berleha-leha di depan televisi. Di lantai yang belum berkeramik, gelas kopi, piring, asbak rokok, sebungkus rokok mahal. Berjajar di samping laki-laki yang belum menyadari istrinya sudah pulang siang ini.
Dengan langkah gontai, Safrida ke dapur. Ia tidak sempat masak siang ini. Gulai kamping yang ia belikan dari warung sebelah, cukup mengenyangkan suaminya. Safrida mengambil piring, menaruh nasi, menuangkan air putih ke gelas panjang. Meletakkan di meja.
Tahu-tahu suaminya sudah berdiri di belakang. Bau asap rokok menyesakkan napas Safrida.
“Kau tidak masak?” suara berat itu terdengar kasar. Mata suaminya menyala seperti matahari terik di siang ini.
“Tidak. Makan saja apa yang ada dulu,”
“Apa yang ada? Kau pikir aku ini ayam?”
Bentakan tiap siang. Safrida sudah kebal. Tiga tahun pernikahan tidak pernah sekali pun suaminya bersikap baik. Hanya sekali, sebelum menjadi suami istri. Waktu lelaki yang ia malas sebutkan nama itu meminangnya pada ayah ibu.
“Kau tahu? Tidak memasak untuk suami itu haram hukumnya!”
“Ohya? Kau tahu dari mana?” Safrida tidak tahan. Tiga tahun ia boleh lemah. Tidak untuk hari ini. Omongan Asri dan Ina memacu detak jantungnya semakin cepat. Safrida sudah lelah bekerja dan melayani suami egois tiap hari.
Suami Selalu Cari Masalah Agar Bisa Pukul
Leave a Reply