Pura Taman Ayun di Bali yang Eksotik dan Kental Ajaran Hindu – “Di mana tempat umat Hindu beribadah?” tanya saya kepada Pandu. Kentalnya Islam di Aceh membuat saya ingin menyelami seperti apa dan bagaimana khusyuknya umat Hindu, selagi ada kesempatan.
“Ada. Kita ke Pura Taman Ayun!” Pandu penuh semangat menjadi guide gratisan untuk saya dan Sandi.
Udara pagi 10 September di Bali begitu mendayu dan menderu. Jalan kami termasuk melambat karena alasan ini dan itu. Padahal, Pandu telah mengisyaratkan untuk pagi-pagi sekali kami berangkat ke Pura Taman Ayun.
View untuk mengambil gambar cukup menarik saat pagi hari di sana. Matahari yang menanjak tajam di hari itu pun membenarkan teori Pandu, bahwa panas membuat wajah saya memerah. Pandu dan Sandi terkekeh melihat saya yang seperti orang sedang kepedasan. Wajah saya benar-benar seperti telah dibakar habis begitu kami keluar dari Pura Taman Ayun.
Pura yang “sepi” dari suara-suara melengking ini terletak di Jalan Ayodya, Mengwi, Badung, Bali. Letaknya yang di pusat kota menjadikan tempat ini mudah dijangkau oleh turis. Pura Taman Ayun sejatinya sangat melankolis dengan aroma Hindu yang kental. Keheningan yang saya rasa setelah membayar tiket masuk sebesar 10 ribu, seakan menusuk sampai ke pori-pori.
Tempat ini seperti sedang beribadah kepada Tuhannya. Padahal, waktu yang melewati pukul sepuluh pagi telah menjelma menjadi lautan manusia di mana-mana.
Kami benar telah terlambat karena beberapa langkah telah keluar dari pura ini.
Gerbang masuk Pura Taman Ayun cukup untuk mengabadikan kenangan termenarik mungkin. Pura di setiap sisi yang terlihat telah “usang” namun jernih untuk segala pandangan baru seperti saya dan Sandi. Jepret sana dan sini tak bisa dilewatkan begitu saja.
Salah satu pura yang berdiri kokoh di tengah jalan setapak – Photo by Bai Ruindra |
Turis mematuhi aturan dengan tidak menginjak rumput – Photo by Bai Ruindra |
Gubuk seniman yang berisi ragam seni dan seorang seniman sedang melukis – Photo by Bai Ruindra |
Tempat wisata bersejarah ini menyediakan jalan setapak untuk pengunjung.Jalan setapak yang bersih itu membawa kami ke tempat-tempat pura berdiri, patung-patung, seniman, lukisan, aksesoris dan bahkan orang-orang Hindu yang sedang beribadah.
Langkah saya begitu tegap setelah mengambil beberapa gambar di antara seniman dan lukisan penuh arti. Kami memasuki bagian inti dari tempat wisata ini. Napas saya mendengus begitu masuk ke jalan sempit itu.
Salah satu karya seni yang menarik – Photo by Bai Ruindra |
Seniman sedang melukis – Photo by Bai Ruindra |
“Nggak bisa masuk ke dalam ya?” tanya saja polos.
“Itu khusus untuk umat Hindu yang beribadah!” ujar Pandu penuh penegasan. Benar saja, di antara pura yang berbentuk piramida, tampak beberapa orang berpakaian putih khas Bali.Di telinga mereka tersangkut bunga, pinggang diikat kain, rambut disanggul dan khusyuk memanjatkan doa-doa kepada Tuhan mereka.
Pura yang mencakar langit sangat kaku menerima kedatangan kami. Rombongan demi rombongan melewati jalan setapak berbentuk U tersebut.
Ciri khas pura itu tak bisa dibiarkan begitu saja. Ada pula bunga-bunga yang sebenarnya nggak berbeda dengan di Aceh, tetapi saya kira sudut pandang yang menarik akhirnya bunga tersebut layak diabadikan dengan kamera autofocus.
Umat Hindu sedang beribadah di dalam Pura – Photo by Bai Ruindra |
Khusyuknya umat Hindu dalam beribadah di Pura Taman Ayun, Bali – Photo by Bai Ruindra |
Kami tinggalkan umat Hindu yang sedang beribadah dengan tenang. Antri foto kemudian menjadi sebuah keharusan di depan pura.Di sini pula kami bertemu dengan Mike, seorang blasteran Jerman-Indonesia. Mike cukup lancar berbahasa Indonesia, pernah kuliah di Bandung dan kemudian kembali ke Jerman untuk bekerja di sana.
“Halo, apa kamu bisa berbahasa Indonesia?” tanya Mike, mendekati saya. Ciri khas bule, Mike tentu tampan, berkulit putih, cara komunikasi yang menusuk ke hati, tatapan mata yang tajam, dada bidang yang sedikit membungkuk.
“Hai, saya orang Indonesia,” mumpung disapa bule saya senyum manis. Mau sapa bule duluan nggak berani karena bahasa Inggris kacau balau. Nah, ini kesempatan disapa dalam bahasa Indonesia pula.
“Bisa foto saya dengan ibu saya?” tanya Mike masih dengan logat yang sama. Aura bulenya membuat hati dagdigdug.Jika wanita yang sendirian dan tanpa pasangan tentu ingin segera berlabuh ke dalam pelukan yang berperawakan tenang ini.
“Teman saya ini seorang fotografer!” seru saya sambil menunjuk Pandu. Tak lama Mike dan ibunya telah berdiri di depan pura. Sayang sekali saya tidak mengabadikan momen ini.Sebenarnya, saya nggak berani mengambil foto Mike dan ibunya dengan kamera smartphone di tangan. Baru di Pura Ulun Danu Bratan, saya menyempatkan selfie bersama Mike, kembali bertemu secara tidak disengaja.
Pura Taman Ayun layak dikunjungi untuk kamu yang ingin tempat sepi dan nyaman. Di pura ini pula kamu memiliki kesempatan melihat umat Hindu dengan pernak-pernik di badan dan kepala saat beribadah.Di atas rumput yang tertata rapi, sudah terdapat anjuran untuk tidak menginjaknya. Keheningan yang tercipta di Pura Taman Ayun seadanya saja.Suara alam begitu terasa dan kita dapat menikmatinya dengan perasaan tenang dan lega.
Anjuran untuk tidak menginjak rumput – Photo by Bai Ruindra |
Bunga-bunga yang mekar di Pura Taman Ayun, Bali – Photo by Bai Ruindra |
Fokus kamera yang jernih dari ASUS Zenfone 3 – Photo by Bai Ruindra |
Bule sedang melihat umat Hindu berjalan usai beribadah – Photo by Bai Ruindra |
Umat Hindu usai beribadah di Pura Taman Ayun, Bali – Photo by Bai Ruindra |
Jalan setapak yang bersih dan terawat mengelilingi Pura Taman Ayun, Bali – Photo by Bai Ruindra |
Di sini banyak terdapat turis mancanegara – Photo by Bai Ruindra |
Leave a Reply