Nginep Mana Lagi di Bandung Karena Bisa Jadi Cerita Manis Untuk Kenangan

Nginap Mana Lagi di Bandung

Nginep Mana Lagi di Bandung Karena Bisa Jadi Cerita Manis Untuk Kenangan – Bandung kota dingin. Tak pernah lekang kenangan saat berada di Kota Bandung. Apa saja menarik dari sini. Masyarakat Bandung juga seakan-akan bergelut dengan kemesraan tiap saat.

Apa yang dirasa saat ke Bandung tak lain keindahan zaman penjajah. Di hampir tiap sudut kota, bangunan yang ditemui adalah bekas bangunan Belanda. Rupa Eropa yang khas dan membuat kita sekonyong-konyong tengah melintasi salah satu jalan di Amsterdam.

Baca Juga:

Bagaimana Bandung menjadi sangat menarik, saya juga tidak tahu. Lama sudah menanti, dalam ucapan dan mimpi sampai akhirnya benar-benar ke Bandung. Dalam perjalanan yang menghempaskan waktu dalam tidur dan tak tertidur, dalam perjalanan kereta api selama 3 jam dari Jakarta.

Hantu-hantu Asia Afrika

Jujur saja. Di Bandung banyak sekali objek wisata dalam kota yang bisa dinikmati. Misalnya, Alun-alun Kota Bandung yang mana berdiri sebuah masjid indah di sana. Di Jalan Asia Afrika yang padat dengan bangunan tua dan juga kontradiksi dengan cuaca yang lumayan dingin.

Nginep Mana Lagi di Bandung 2

Asia Afrika sendiri tak lain menjadi jalan paling terkenal di Bandung. Menyusuri jalan ini rasanya tak pernah habis dari pagi ke malam hari. Banyak sekali seniman yang berada di jalanan ini. Mereka mulai menghias diri dari siang untuk sebuah tontonan malam hari; apakah menjadi vampir, hantu, atau kuntilanak.

Selintas mengerikan. Tetapi, begitulah mereka mencari nafkah. Bila ingin mengambil gambar bersama mereka harus merongoh kocek sebesar Rp 5000 saja. Bolehlah untuk mengabadikan dan ‘menghargai’ perjuangan seniman ini yang telah berdandan berjam-jam.

Di sore hari, memang tidak begitu menggiurkan untuk foto bersama seniman jalanan itu. Di beberapa tempat di Jalan Asia Afrika ini, banyak sekali objek foto yang sulit untuk dilewatkan begitu saja. Museum Konferensi Asia Afrika menjadi bagian penting sebuah kenangan di sini.

Meja Bundar dalam Museum Asia Afrika

Museum ini bukan dari pagi ke sore – saya lupa jam buka tepatnya – dan bisa menikmati suasana di dalam ‘sejarah’ panjang perjuangan kemerdekaan. Ruang konferensi yang masih digunakan sampai sekarang. Kursi berwarna merah sangat empuk untuk sebentar istirahat di sana.

Disebut museum, sudah tentu semua berkaitan dengan apa yang tak pernah kita rasa di masa kini. Kenang-kenangan di masa perjuangan semua tercatat di dalam museum. Saat-saat perundingan dari satu meja ke meja lain. Mungkin dalam debat panjang dan pikiran tenang, sampai benar-benar telah kita rasakan kemerdekaan hakiki.

Di dalam bingkai itu, kita menemui tokoh-tokoh nasional yang berperan penting dalam kemerdekaan. Kita memang tidak mengetahui dialog apa yang sebenarnya dipakai, raut wajah yang bagaimana saat negara kita dianggap belum layak merdeka. Kita juga tidak ketahui apakah terhidang secangkir kopi selama perdebatan panjang itu.

Keluar dari museum, bukanlah panas yang kita rasa. Angin sepoi-sepoi dengan aroma yang sama sekali berbeda di beberapa tempat yang pernah saya kunjungi. Jakarta tak ubah jilatan lidah naga begitu kita keluar dari dalam ruangan. Panas dan polusi begitu menyiksa. Bali tempat berjemur untuk membuat warna kulit menjadi lebihi gelap sedikit.

Sensasi yang benar-benar berbeda di sepanjang Jalan Asia Afrika saja. Kita tidak pernah henti disuguhkan cangkir manis kehidupan, dan juga pahitnya teh tanpa gula. Setelah mengitari di siang, malam hari saat keluar dari penginapan, aroma yang terasa lebih menggoda.

Gebrakan malam yang tak terkira indahnya di Jalan Asia Afrika, Bandung. Gedung perkantoran telah tutup. Museum Asia Afrika sudah tidak menerima pengunjung lagi. Alun-alun sungguh indah dengan lampu benderangnya. Halaman masjid dengan rumput buatan ramai sekali orang di sana.

Dan, hampir setiap sudut adalah ‘hantu’ berkeliaran. Rasanya tak pernah mati jalan ini sepanjang mata belum terlelap.

Bandung Sepanjang Malam

Entah di sudut mana, saat enggan bertegur sapa dengan hantu bermake-up tebal itu, kita bisa menghambur-hamburkan uang untuk beli ini itu yang dijual dengan harga murah.

Kata orang, baju yang dijual di Bandung itu murah, boleh saja untuk membelinya beberapa. Tak jarang, jika beruntung di malam penuh suara cekikikan minta foto dengannya itu, kita bisa mendapatkan jaket tebal seharga Rp 100K saja.

Jalan ke mana saja di Jalan Asia Afrika ini tak bisa lelah sedikitpun. Namun, bila malam menganjurkan kantuk sesegera mungkin, kita tak boleh terlena lagi. Bangun dari tempat dulu, yang terus menyaksikan malam bergelut dengan mimpi indah mereka, yang tak pernah usai, kita balik badan.

Penginapan atau apartemen yang disewa di Bandung haruslah memenuhi keinginan kita sendiri. Saya sudah katakan, di Jalan Asia Afrika saja kita menemukan banyak sekali destinasi, bagaimana dengan daerah lain.

Lelah di pagi dan malam hari, tentu membutuhkan kasur empuk pada malam yang makin dingin. Ingin segera terlelap namun masih membayangkan hantu-hantu bergentayangan di Jalan Asia Afrika. Nginap Mana Lagi di Bandung harus diperhitungkan jauh-jauh hari.

Kapan mereka akan membasuh make-up, lalu kembali pulang. Mungkin sampai dini hari saat kita telah memeluk cinta dalam sebuah impian. Kembali ke Bandung, bisa jadi cerita yang tak pernah usai untuk ditanamkan ke anak-cucu kelak. Ingin tak ingin tetapi memaksa diri untuk menceritakan Bandung kepada mereka, sebagai dongeng pengantar tidur. Nginep Mana Lagi di Bandung jika tiba-tiba ke sana.

4 Comments

  1. Skrol atas ke bawah nyari penampakan “hantu” gak ketemu 🙂

    1. Wah benar, lupa diselipkan

  2. waduh aku kangen banget balik Bandung, bai..

    1. Balik lagi yuk ke sana

Leave a Reply to bairuindra Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *