Kehidupan akan terus berjalan sesuai aturan.
Daftar Isi
Soal Nasabah Bijak Itu
Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten.
Paruh kedua tahun lalu, Jams, begitu panggilannya akan berangkat ke Bandung untuk mengikuti workshop dari lembaga pemerintah yang selama ini memberinya kehidupan layak.
Jams yang memiliki postur tegap, kulit sawo matang, dan memiliki lesung pipit saat tersenyum sudah terbiasa dalam keteledorannya. Tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten, ia lupa menarik uang cash untuk kebutuhan ini dan itu.
Tentu, pengeluaran di depan mata adalah untuk tiket kereta api dari Jakarta ke Bandung yang belum dipegangnya. Lembaran lima puluh ribuan sudah pasti tidak akan cukup untuknya memindahkan langkah dari Cengkareng ke Jakarta menggunakan taksi online sekalipun.
Jams mendesah. Lapar pun tiba. ‘Menu’ apapun di bandara tak pernah murah seperti angkringan pinggir jalan sore hari. Matanya melirik lirik kiri dan kanan. Terminal 3 Kedatangan selalu indah untuk dinikmati arsitekturnya.
Di sana terlihat kedai nasi padang, sub buntut, makanan cepat saji, pizza, warung kopi, maupun mi lezat. Lidah bergoyang ingin segera mencicipi menu ‘apapun’ agar perut kenyang. Bandung masih 4-5 jam lagi setelah melangkahi Jakarta; itu pun kalau tidak terjebak kemacetan Ibukota.
Pria yang baru menikah beberapa bulan lalu itu di usia 37 tahun bergegas ke mesin penarikan tunai, tak jauh dari tempatnya memandang sekeliling. Mesin ATM memang tergolong mudah didapatkan saat berada di bandara.
Jams yang merupakan lulusan Fakultas Teknik University of Twente yang berada di Enschede, Netherlands, mungkin sudah punya pengalaman lebih ketika berada di negeri orang. Tapi tidak kali ini.
Ia gegabah.
Mungkin sudah nahas.
Jams masuk ke bilik mesin ATM. Ia memasukkan kartu ATM ke slot yang tersedia. Tangannya cekatan memasukkan PIN ATM dan menarik uang senilai Rp1.000.000 saja. Pikirnya, nanti di Bandung pun nggak perlu banyak orang cash. Kalaupun butuh, ia bisa menarik lagi di mesin ATM lain.
Perut yang sudah sangat keroncongan. Waktu yang mengejar sepenggalah. Jams buru-buru keluar dari mesin ATM setelah menarik uang. Ia lalu mencari kedai nasi padang, makan dengan cepat dan bergegas mencari taksi ke Jakarta.
Dari Stasiun Gambir ke Stasiun Bandung terasa sangat cepat karena Jams tertidur pulas. Ia bergegas pula mencari taksi ke hotel tempat workshop.
Bandung yang tidak terlalu padat lalu lintas mengantarkan Jams ke depan resepsionis dengan cepat. Petugas tampan dari hotel ini meminta KTP untuk validasi data tamu di hotelnya. Jams mengeluarkan KTP dari dalam dompetnya.
Sekilas keningnya berkerut. Kartu ATM. Jams merasa telah menyimpan kartu ATM di kantong dompet seperti semula. Ia membolak-balikkan dompet namun tidak menemukan apa-apa.
“Ada masalah apa, Pak?” tanya resepsionis dengan warna kulit terang itu dengan logat Sunda yang kental.
“Sepertinya ATM saya ketinggalan di Soekarno-Hatta,” ujar Jams panik.
“Airport maksud Bapak?”
“Benar,”
Jams memastikan sekali lagi kartu ATM itu. Sama sekali tidak ada. Tanpa basa-basa, ia menarik KTP dari tangan resepsionis itu dan berlari ke luar hotel.
“Pak, check-in ini bagaimana? Pak, acaranya bagaimana?” teriak sang resepsionis.
Jams seolah tidak mendengar. Jika ada Pintu Ke mana Saja Doraemon, ia akan langsung membuka langkah ke depan mesin ATM di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Jams menghubungi travel langganannya, kata suara itu penerbangan ke Bandung sudah penuh. Jadwal keberangkatan kereta api paling cepat adalah 18.10 WIB dari Stasiun Bandung ke Jatinegara. Ia membutuhkan waktu 1 jam lebih 17 menit untuk sampai ke bandara, jika tidak terkena kemacetan malam hari.
Pria dengan rambut lebat itu menepuk jidat. Mungkin Rp20 juta lebih sudah raib dari rekeningnya. Ia meraba-raba telepon seluler. Tangannya gemetar mencari call center bank. Sekali punya tut tidak dijawab. Tidak mungkin habis pulsa, ia pakai kartu pascabayar juga.
Jams mencoba menghubungi sekali lagi nomor kontak darurat itu. Suara renyah langsung terdengar dari sana. Ia menyebutkan keluhan dengan cepat. Namun sayangnya, ia tidak hapal nomor kartu ATM, cuma tahu nomor rekening saja.
Pria itu masih berharap angin segar dari kesalahan dirinya.
Apapun itu. Bank mampu memblokir penarikan. Atau kartu ATM miliknya berada di tangan yang tepat.
Jams pasrah. Demikian pula badannya langsung lemas ketika sampai ke mesin ATM bandara. Rekaman CCTV juga tidak ada tanda-tanda seseorang mengeluarkan kartu ATM dari mesin sebelum memasukkan yang lain. Entah pintar orang melakukan aksi atau kartu ATM miliknya tertelan mesin.
Petugas bandara tidak ada wewenang untuk membongkar mesin ATM. Jams harus menunggu keesokan harinya agar petugas berwenang datang. Dalam gamang itu, ia mencoba memastikan kembali keluhan.
Saat hendak menghubungi nomor call center, sebuah nomor asing masuk. Ia buru-buru menerima panggilan itu.
“Selama malam, Pak Jams…,” suara pusat bantuan dari bank itu membuat Jams menarik napas lega sesaat. Namun hal itu tidak berlangsung lama. “Mohon maaf, Bapak, di catatan kami, Bapak melakukan penarikan pertama Rp.1.000.000 pada pukul 10.01, kemudian pukul 10.15 Bapak melakukan penarikan kedua Rp.2.500.000, penarikan ketiga Rp.2.500.000 terjadi pukul 10.16, Bapak menarik kembali uangnya pukul 10.17 senilai Rp.2.500.000, dan terakhir penarikan dilakukan pukul 10.18 senilai Rp1.500.000,”
Lutut Jams sudah melemas. Suara perempuan di seberang sana seakan-akan telah lenyap, “Bapak juga melakukan pemindahan buku tabungan senilai Rp.10.000.000 ke pemilik rekening atas nama Ah**d H*****I pada pukul 10.20,”
“Apa rekening itu bisa dilacak?” tanya Jams bergetar.
“Kami tidak ada kemampuan untuk melakukan itu, Pak. Bapak bisa melakukan pengaduan terhadap persoalan ini ke pihak terkait pada jam kerja…,” Jams menutup teleponnya.
Pria itu bersandar lemas di sisi mesin ATM yang kerlap-kerlip lampunya.
Persoalan pertama, kejahatan siber karena label nasabah bijak belum dimiliki oleh seorang Jams. Pria itu memang sempat menelusuri salah tranfer yang tak pernah dilakukannya, tetapi pihak bank angkat tangan karena transfer dilakukan berkali-kali ke nomor rekening lain sebelum ditarik pada bank luar negeri.
Waktu pun tidak membolehkan Jams berlama-lama di Jakarta karena pekerjaan menumpuk. Uang yang telah raib pun tidak mungkin kembali dengan mudah. Bolak-balik ke kantor polisi, ke bank, ke tempat kejadian lagi sudah menghabiskan uang hampir sebesar uang yang hilang.
Jams angkat tangan. Lain kali, nasabah bijak mungkin harus masuk ke dalam kamusnya ketika berada di mesin ATM. Kejahatan siber tidak saja melalui internet semata, ketinggalan kartu ATM di mesin ATM justru lebih cepat menguras isi tabungan karena entah bagaimana cara ‘orang itu’ mudah mengetahui PIN ATM.
Lain Cerita dengan Muhammad
Muhammad itu sangat paranoid. Apa-apa takut. Bahkan, sama orang ramai ia menakuti mereka seperti monster di film-film laga.
Takutnya Muhammad bisa bermanfaat juga dalam banyak hal di kehidupannya. Dalam waktu yang terlalu sering ia mampir ke mesin ATM, Muhammad selalu berjaga-jaga sesuai aturan di dalam pemikirannya.
Saya tidak pernah terpikirkan ‘hal aneh’ itu sebelum berada di dalam bilik mesin ATM bersama Muhammad.
Sore itu, beberapa tahun yang lalu, hujan mulai gerimis. Kami berencana menyantap mi Aceh di salah satu warung populer di kota. Muhammad yang baru masuk tunjangan sertifikasi ingin mentraktir sahabatnya, yaitu saya dan Tiar.
Tiar menunggu di warung mi sejak dari tadi. Saya menemani Muhammad dengan kesabaran yang nyata. Ia seseorang yang lamban dalam bergerak. Tetapi teliti dalam banyak persoalan.
Bilik mesin ATM seperti biasa. Dingin. Dengan udara dari luar yang mulai hujan lebat, dingin di dalam situ bukanlah tawaran untuk berlama-lama. Bilik mesin ATM yang sempit membuat saya sulit bernapas dengan sempurna.
Muhammad mulai memasukkan kartu ATM ke slot yang tersedia di mesin ATM. Ia memasukkan PIN yang saya intip dengan seringai jahil. Ia mengendus ‘hush’ dengan kucing yang ingin menerkam ikan yang masuk hidup.
Saya terkekeh.
Muhammad menarik sejumlah uang. Mesin ATM mulai bekerja dengan keras dalam deru yang kencang. Perhitungan tepat dan akurat menurut kaidah mesin penghitung uang yang tersimpan di dalam mesin ATM tersebut.
Entah karena lagi hujan, entah karena jaringan yang lambat, uang yang ditarik Muhammad begitu lama keluar dari pintu keluarnya itu. Mesin ATM itu menghitung ulang uang yang akan keluar dari pintu keluar mesin itu. Tak lama, sejumlah uang dengan lembaran Rp.50.000 menampakkan diri.
Muhammad mengambil uang itu, lalu menekan perintah untuk mengeluarkan kartu ATM dari mesinnya. Saya pikir sudahlah kami keluar dari bilik mesin ATM yang dingin itu. Rupanya ada drama setelah itu.
Pria dengan warna kulit putih hambar itu memasukkan kartu ATM lain. Oh, ia akan mengambil uang lain. Rupanya saya salah. Kartu ATM yang masuk seketika keluar lagi setelah Muhammad menekan PIN secara asal.
Saya mengerutkan kening. “Apa-apaan itu?”
“Kamu nggak tahu ya? Sekarang lagi marak banget kejahatan siber,”
“Apa hubungannya dengan tindakan kamu tadi?”
“Ini kartu ATM yang nggak bisa aku pakai lagi. Nanti mesin ATM akan baca kartu ATM ini bukan kartu ATM aku yang tarik uang tadi. Jadi aman ATM aku dari kejahatan siber,”
“Memangnya bisa ditarik uang setelah kita pakai ATM?”
“Bisa. Jangan salah. Penjahat siber itu bisa melakukan apapun, makanya kita jangan meninggalkan jejak. Kartu ATM aku tadi bisa saja meninggalkan jejak PIN yang baru aku masukkan. Dengan pakai ATM palsu, bisa aku kibuli penjahat siber yang coba-coba masuk ke rekening aku tanpa sepengetahuan kita!”
“Oh, baiklah. Aku belum pernah pakai trik ini,”
“Pakai dong,”
“Saldonya cuma sekian nol!”
“Justru itu, sekian nol bisa bertambah miliaran nol. Makanya hati-hati dan tetap jadi nasabah bijak untuk diri kita sendiri,”
“Aku pikir kejahatan siber di dunia maya saja,”
“Jangan salah kamu ya. Di dunia nyata beginilah paling ramai kejahatan siber, salah satunya penggunaan ATM yang kurang hati-hati!”
Saya mencoba trik Muhammad di lain kesempatan. Hari itu, kami tidak jadi makan mi Aceh karena hujan tak reda. Tiar yang sudah lama menunggu akhirnya pulang dengan aroma kecewa.
Kisah Ini di Awal Tsunami Aceh
Saya pernah mengalami kisah ini. Mungkin juga orang lain. Kisah itu akan berbeda dengan Cut Nyak Intan, seorang kerabat jauh yang baru kehilangan keluarga, dan baru mengenal handphone.
Cut Nyak Intan girang bukan kepalang ketika mendapat dana bantuan dari berbagai pihak. Tabungan di akun bank miliknya makin gemuk. Begitu lulus SMA, ia tidak mendapat santunan lagi dengan berbagai alasan.
Gadis dengan tinggi 171 cm itu berpikir akan aman kehidupannya kelak. Mungkin ia akan melanjutkan kuliah ke kota dengan jarak 20 KM dari rumahnya. Ia mungkin bisa membuka usaha kecil-kecilan. Ia mungkin juga bisa kembali merajut kasab (sulaman benang emas dari kain beludru) dengan berbagai model lalu memasarkannya.
Cut Nyak Intan tersenyum sendiri. Ia lantas pergi ke kota untuk membeli sebuah handphone untuk melancarkan aktivitasnya. Kala itu, Nokia 6600 sangatlah populer dan mahal harganya. Ia tak masalah karena tabungan masih sangatlah cukup. Dengan modal kamera VGA yang keren kala itu, ia bisa memfoto beberapa produk kasab sebelum dipasarkan.
Di malam yang gerimis itu. Cut Nyak Intan mendadak menerima telepon dari sebuah nomor asing.
“Halo, Assalamualaikum…,” jawabnya.
“Selamat! Anda berhasil memenangkan hadiah Rp.150.000.000 dari undian berhadiah yang live di televisi nasional!” suara gagah di seberang sana sangat meyakinkan.
“Ya Allah. Alhamdulillah,” pekik Cut Nyak Intan.
“Untuk itu, Anda diperkenankan membayar pajak sebesar 30% dari total hadiah yaitu sebesar Rp.45.000.000 ke nomor rekening….,” suara di seberang sana sangatlah optimis.
“Kapan terakhir saya transfer, Pak?” tanya Cut Nyak Intan, tanpa mengalkulasikan tabungan di akun banknya.
“Tranfer bank paling lambat dilakukan dalam 30 menit ke depan, jika tidak dilakukan hadiah dianggap hangus…,” suara di seberang sana tak pernah selesai karena Cut Nyak Intan tak sabaran.
“Saya transfer sekarang, Pak!” ujar Cut Nyak Intan sambil terus berkemas.
“Baik. Kami tunggu informasi dari Anda. Sekali lagi selamat!” ujar suara di seberang sana dengan girang.
“Terima kasih banyak ya Pak. Alhamdulillah. Terima kasih…,” Cut Nyak Intan terharu.
Malam yang akan segera larut tak menyurutkan langkah Cut Nyak Intan pergi ke mesin ATM yang berjarak lebih kurang 8 KM dari rumahnya. Dalam hati yang berdentang kuat, ia tak tahu harus melabuhkan bahagia itu ke mana.
Tabungannya akan bertambah banyak.
Cut Nyak Intan memarkirkan sepeda motor Astrea Grand di depan mesin ATM. Ia segera masuk ke dalam bilik mesin ATM itu yang terasa seperti semilir angin sejuk. Ia memasukkan kartu ATM, mengeluarkan secarik kertas yang berisikan nomor rekening tujuan.
Cepat sekali proses malam itu. Tak berselang satu menit setelah mengisi nominal Rp.45.000.000, tabungan di akun bank Cut Nyak Intan sudah berpindah ke akun lain. Ia bernapas lega. Ia menarik handphone dari saku celananya. Ia menekan nomor yang barusan menghubunginya.
Panggilan pertama dialihkan.
Panggilan kedua nomor yang dituju sedang sibuk.
Panggilan ketiga nomor yang dituju sedang tidak aktif.
Cut Nyak Intan mulai gelisah. Ia berdiri mematung di depan bilik mesin ATM. Ia menunggu beberapa menit. Ia mencoba kembali memanggil nomor yang belum sempat disimpan siapa pemiliknya.
Oh, nama saja ia tak tahu. Cuma ingat nama di pemilik rekening tujuan tadi, atas nama Sayuti.
Pikiran Cut Nyak Intan tidak tenang. Ia berlari ke mesin ATM yang pintu biliknya belum sempat tertutup rapat. Dengan tangan gemetar ia menekan PIN. Doanya sangatlah panjang. Informasi saldo tidak secepat ia mengirimkan uang ke entah siapa tadi.
Cut Nyak Intat memekik histeris. Ia berteriak-teriak sekuat tenaga. Tangisnya menderu yang dibendung hujan lebat seketika agar tak ada orang lain mendengarnya.
“Tidak mungkin!!!” pekiknya.
Informasi saldo dari akun bank miliknya cuma menampakkan Rp.150.000 saja, bukan Rp.150.000.000 seperti informan yang mengejutkan tidurnya sehabis magrib itu.
“Ya Allah…,”
Cut Nyak Intan tersadar. Ia memang tak sepintar Arif di sekolahnya. Tapi, ia tahu benar kejadian itu adalah penipuan. Ia sudah dihipnotis mungkin.
Malam yang berlanjut pergi, Cut Nyak Intan mendengkur di dalam bilik mesin ATM sampai dini hari. Meski hujan sudah mereda, tak ada seorang pun yang singgah untuk menarik uang.
Di esok yang sendu. Cut Nyak Intan menge-print buku tabungan. Matanya nanar.
“Semalam kakak sendiri yang mengirim uang ke tabungan atas nama Sayuti. Kami tidak tahu-menahu soal penipuan atau salah kirim karena tindakan itu adalah kakak sendiri yang melakukannya!” tegas pihak bank.
Cut Nyak Intan menatap masa depannya yang telah suram. Entah apa yang mungkin akan dilakukan kini.
Rumah bantuan tsunami.
Sepeda motor Astrea Grand yang ringkih karena hantaman gelombang besar 26 Desember 2004 lalu.
Dan, Nokia 6600 yang seperti membawa petaka dalam hidupnya!
Kita dan Serba-serbi Kejahatan Siber
Di mana posisi kita saat Jams lupa mengeluarkan kartu ATM dari mesinnya? Apa yang kita rasakan jika berada di posisi Cut Nyak Intan? Mungkin, kita akan antisipasi seperti Muhammad untuk melindungi diri dari kejahatan siber.
Kejahatan siber tidak pernah jauh dari kehidupan perbankan. Cerita saya di atas terjadi di sekeliling kita hanya saja lupa dikemas menjadi sebuah kenangan.
Ketika Jams bercerita saya berada di posisi terheran-heran dan mengutuk sifatnya yang teledor. Saat Cut Nyak Intan menangis-nangis dalam sidang keluarga, tak ada penyelesaian yang dapat dilakukan meskipun sudah melapor ke pihak berwajib karena ia sendiri yang mengirim sejumlah uang ke rekening penipu.
Saat saya kembali masuk ke bilik mesin ATM bersama Muhammad, saya seperti ingin menyebut bahwa ia tak lain penyuluh digital dari Bank BRI yang pada awalnya untuk diri sendiri tetapi berguna jika orang lain tahu kebiasaannya.
Tindakan Muhammad ‘memang’ kecil sekali dan sepele bagi sebagian orang. Bagi saya tidak demikian. Hal sepele inilah yang berdampak besar. Cut Nyak Intan salah satunya. Ia lupa bertanya, lupa peka, lupa daratan begitu mendengar uang dalam jumlah banyak.
Nasabah bijak ada banyak cara untuk mengubah yang mungkin terjadi. Kini bukan saatnya lagi menyimpan uang di bawah bantal. Saya paranoid hal itu karena rayap tak ke mana, tangan usil bisa menarik selembar sehari atau seminggu yang tiba-tiba raib semua.
Kejahatan siber itu terjadi karena kita yang membawanya sendiri. Jams dan Cut Nyak Intan memang bukan pasangan dalam hidup tetapi mereka adalah contoh pemilik akun bank yang tidak bijak.
Bagaimana Nasabah Bijak Melindungi Diri dari Kejahatan Siber?
Apa kamu bisa memetik hikmah dari kisah Jams, Muhammad dan Cut Nyak Intan?
Coba lihat di sekeliling kita. Adakah nasabah bijak seperti Muhammad. Berapa banyak Jams yang lupa mengeluarkan kartu ATM dari mesinnya. Tak bisa dihitung telepon gelap maupun pesan instan masuk ke nomor telepon seperti yang diterima Cut Nyak Intan.
Cut Nyak Intan adalah korban. Itu benar. Korban yang belum mengaplikasikan nasabah bijak di dalam hidupnya. Punya akun bank untuk mengamankan uang bukanlah salah satu cara menjadi nasabah bijak. Nasabah bijak itu setelah kita memiliki akun bank dan bagaimana mengelolanya dengan baik.
Saya sendiri bukan sekali menerima panggilan gelap.
Pertama, penipu itu membuka panggilan dengan suara keras, “Bang! Adiknya kecelakaan, barusan sudah dibawa ke rumah sakit. Dia luka parah butuh biaya pengobatan segera!”
Saya shock. Terkejut. Gemetar. Itu pasti.
Tindakan saya. “Sebentar, Pak. Saya coba hubungi keluarga dulu nanti saya telepon kembali,”
“Adik Anda ini luka parah, kau mau dia mati?”
“Kalau saya boleh tahu, rumah sakit mana, alamatnya apa, adik saya bagaimana postur tubuhnya?”
“Anda ini jahat sekali, adik sendiri dibiarkan mati!”
“Saya coba hubungi keluarga dulu nanti saya telepon kembali!”
Saya putuskan telepon gelap itu. Saya menghubungi nomor telepon adik saya. Handphone-nya mati. Saya jadi khawatir. Saya telepon kakaknya, “Baru saja tidur lelah main bola!” ujarnya.
Saya yang dibuat shock oleh nomor yang sedang menunggu itu, saya jahilin balik. Saya telepon dan berujar, “Maaf, Pak, sudah lama menunggu. Tolong dibantu adik saya yang kurus itu, dia memang suka kebut-kebutan di jalan. Tolong dijaga ya Pak, dia sering buat tingkah di rumah…,”
“Biayanya tak murah itu, Pak,”
“Saya akan kirimkan, Pak. Bapak butuh berapa biaya rumah sakit itu?”
“Rp.20.000.000 sekarang juga!”
“Boleh, Pak. Tunggu ya, saya hubungkan Bapak dengan pihak asuransi untuk segera melunasi biaya penipuan itu!”
Telepon saya di putus!
Kedua, makin ketatnya registrasi nomor telepon makin gencar pula pesan singkat masuk. Saat saya menulis ini pun, pesan penipuan itu berderet di Message. Apa perlu saya kirimkan buktinya di sini? Kamu juga sudah menerimanya.
Selamat! Anda berhak mendapatkan uang tunai senilai RP.200JUTA…
Selamat! Anda berhak memiliki satu unit mobil…
Dan, selamat lain yang tak pernah lagi saya baca dan langsung membuangnya.
Walaupun langsung menghubungi nomor pengirim begitu pesan diterima, nomornya saya yakin sudah tidak aktif. Nomor aktif adalah nomor yang terdapat di isi pesan itu sendiri. Begitu kita hubungi, kejadiannya sama seperti Cut Nyak Intan alami, atau yang lebih kekinian yaitu meminta PIN ATM!
Kita Perlu Tindakan dengan Segera
Jangan pernah mengundang kejahatan siber karena kitalah faktor utama itu sendiri!
Dunia perbankan sudah sangatlah modern. Jika dulu hujan badai kita rela menerobos ke ATM untuk mengirim uang ke orang lain, sekarang sekali klik di smartphone sudah langsung terkirim.
Perubahan zaman boleh saja. Namun tindakan wajib kamu garisbawahi sebagai nasabab bijak.
Saya memang tidak menyuguhkan teori maupun info grafis mengenai kejahatan siber di Indonesia maupun dunia. Saya ‘cuma’ mau memberikan sedikit saran atas tindakan apa yang bisa dilakukan agar terhindar dari kejahatan siber.
Buatlah Akun Bank Lebih dari Satu
Aman keuangan keluarga menurut saya jika memiliki buku tabungan di bank lebih dari satu. Kamu bisa memisahkan tabungan harian, tabungan jangka panjang maupun tabungan anak.
Tabungan harian adalah digunakan untuk kebutuhan harian dan dikalkulasikan jumlah pengeluaran bulanan dan harian. Tabungan ini wajib punya kartu ATM dan agar kekinian menggunakan mobile banking.
Tabungan anak untuk kebutuhan pendidikan anak di masa depan yang tidak boleh diganggu-gugat dan sebaiknya tidak memiliki ATM dan mobile banking. ‘Kejahatan siber’ yang paling parah adalah kita sendiri yang menariknya bukan orang lain.
Dan, tabungan jangka panjang atau tabungan abadi adalah sebuah tabungan yang diisi saldo sebanyak mungkin. Untuk tabungan ini saya sarankan untuk tidak menggunakan ATM apalagi mobile banking. Tabungan jangka panjang ini boleh ditarik kalau keadaan mendesak saja. Dengan jumlah yang banyak tentu terhindar dari kejahatan siber karena ATM tak punya dan mobile banking tidak diaktifkan.
Belajar dari Cut Nyak Intan yang cuma memiliki satu akun bank. Sekali digerus, langsung raib semua. Bayangkan jika Cut Nyak Intan menyimpan uang jumlah banyak pada buku yang cuma bisa ditarik uangnya melalui teller, kondisi nahas tentu lain cerita.
Andalkan Teller
Nasabah bijak tentu memiliki pemikiran yang maksimal ke depan. Pemindahbukuan dalam jumlah banyak memang mudah dilakukan melalui ATM atau mobile banking.
Kenapa suatu bank memberlakukan limit harian transfer bank melalui ATM atau mobile banking? Tak lain untuk meminimalisir kejahatan siber itu sendiri.
Nah, belajar dari aturan bank yang berlaku tersebut, pemindahbukuan dalam jumlah banyak sebaiknya dilakukan melalui teller bank. Jika dalam waktu tersebut menaruh curiga karena alasan tertentu, kamu masih bisa membatalkan pengiriman uang tanpa sengaja.
Teller tentu memiliki pandangan tersendiri, kadang ada teller yang ‘cerewet’ dengan bertanya kebutuhan transfer uang ke rekening orang lain. Bisa saja di saat itu, teller memberikan saran untuk memastikan kembali penerima uang itu adalah orang yang kita kenal dengan baik. Ini adalah hal sepele tetapi bisa menghindari kejadian yang dialami oleh Cut Nyak Intan.
Saldo Mobile Banking Cukuplah untuk Belanja Online
Saya tidak bisa memungkiri kalau belanja online sangatlah praktis dan dinamis. Apa-apa mudah dilakukan dengan sekali klik dan bayar. Namun, ada kalanya akun bank yang terintegrasi dengan aplikasi belanja online atau akun bank yang memiliki mobile banking sebaiknya saldo di sana ‘cukuplah’ untuk belanja online saja.
Kejahatan siber paling mudah menyasar sistem online. Tanpa disadari hal-hal yang luput dari kita yang awam bisa dilakukan oleh pejahat siber dengan sekali klik. Kita sering mendengar kebocoran data pengguna aplikasi, seringnya kebobolan saldo di akun belanja online, dan lain-lain.
Antisipasi yang dilakukan adalah kita sendiri yang ‘mengerem’ saldo baik di akun aplikasi belanja online maupun di akun bank yang ada mobile banking.
Jauhkan Anak dari Mobile Banking
Memang, sebaiknya dijauhkan anak dari penggunaan smartphone; itu lebih tepat. Tetapi pada penerapannya, ada orang tua yang membiarkan anak bermain smartphone.
Baiklah kalau itu terjadi. Nasabah bijak itu tak lain menjaga akun bank dengan baik, termasuk dari tangan anak sendiri. Banyak kasus yang terjadi saat anak membeli voucher game melalui akun bank milik orang tuanya.
Kenapa ini terjadi? Orang tua tersebut bukanlah nasabah bijak seperti yang digaungkan. Orang tua boleh memberikan kebebasan kepada anak bermain smartphone namun tidak untuk ‘bisa’ membuka atau tahu PIN mobile banking akun bank orang tua. Itu sangatlah berbahaya!
Nur, saudara saya yang memiliki anak 5 tahun. Hampir tiap waktu membiarkan anaknya bermain smartphone. Tiba di suatu hari, anaknya membuka aplikasi belanja online dan memesan tenda anak sebanyak 6 unit. Apa yang terjadi kemudian? Kurir datang di hari yang sama sebanyak 6 orang dengan sistem bayar di tempat.
Kita sering berpikir kejahatan siber karena faktor eksternal namun faktor internal justru lebih banyak. Nasabah bijak mengelola akun, orang di sekitar adalah mereka yang masuk ke dalam penyuluh digital. Orang ini tidak perlu memberikan penyuluhan terhadap orang lain, memberikan kesadaran terhadap diri sendiri dan keluarga sudah lebih dari cukup.
Simpulan dan Harapan
Nasabah bijak dimulai dari diri kita sendiri. Kejahatan siber bisa dari mana saja namun kedudukan nasabah bijak sangatlah penting untuk mengurangi kejahatan di dunia maya ini.
Jams, mengajarkan kita untuk tidak teledor meskipun di depan mata yang kita kejar adalah gajah emas. Pastikan kamu menekan Cancel setelah menarik uang di mesin ATM jika bank kamu ‘membuka’ sistem yang tidak harus memasukkan PIN kembali untuk transaksi berikutnya.
Memang, untuk sekarang ini sistem mesin ATM sudah mutakhir karena begitu selesai transaksi pertama, mesin ATM akan meminta kembali PIN untuk transaksi berikutnya. Namun, sebagai nasabah bijak kita harus waspada terhadap hal sepele begini.
Cut Nyak Intan, mengajarkan banyak hal kepada kita. Di tengah gempuran penipuan melalui telepon gelap maupun pesan instan. Nasabah bijak tentulah mengakali cara agar tidak langsung percaya kepada nomor yang belum kita tahu. Ingatlah satu hal jika kita benar-benar menang hadiah. Pihak penyelenggara akan menghubungi pada jam kerja dengan nada formal.
Contohnya, “Selamat Siang, perkenalkan saya Bai dari Bank BRI. Apakah benar saya berbicara dengan Bapak Indra? Saya ingin menginformasikan bahwa Bapak termasuk salah satu pemenang undian mobil H dari Bank BRI karena berhasil menjadi Penyuluh Digital Nasabah Bijak Periode Januari-Mei 2022. Untuk itu, saya membutuhkan data-data berikut agar memudahkan kelancaran pengiriman hadiah. Sebagai informasi tambahan, pajak dan biaya pengiriman ditanggung oleh Bank BRI!”
Muhammad, mengajarkan banyak hal kepada kita mengenai nasabah bijak. Hal-hal kecil bisa dilakukan dimulai dari diri kita sendiri meskipun belum ada tutorial ataupun trik dari orang lain sebelumnya. Kadangkala, hal yang aneh begini akan menjadi populer begitu orang lain mengetahuinya.
Tentu, kita sering melihat selebaran mengatasnamakan lembaga resmi padahal kalau dilihat sebenarnya bukan. Salah satunya akun Instagram yang mengatasnamakan Bank BRI. Begitu kita ikut akun resmi bankbri_id tak lama kemudian bermunculan akun lain yang mengikuti kita. Saya mendapati satu akun yang kemudian mengirimkan pesan singkat bahwa saya memenangkan undian.
Tergiur? Tentu tidak. Saya sudah tahu itu bukan dari Bank BRI ditandai dengan akun tidak centang biru dan juga selebaran serupa sudah sering diterima. Selebaran ini tidak saja mengatasnamakan Bank BRI namun lembaga besar lain juga pernah, dan tidak sedikit yang mendapatkan musibah setelah itu. Maka, berhati-hatilah sebelum mengambil kesimpulan dari sebuah ‘kemenangan’ ini.
Apa harapan saya terhadap nasabah bijak ini? Bank BRI sebagai sebuah lembaga yang kredibel sudah sangat layak menurunkan para Penyuluh Digital untuk memberikan sosialisasi kejahatan siber kepada masyarakat awam. Selama ini masih banyak masyarakat kita yang tidak tersentuh kehidupan urgan dikibuli oleh panggilan gelap dan mengirimkan sejumlah uang maupun PIN ATM yang baru disadari telah ditipu saat ingin menarik uang di bank.
Masyarakat yang sudah terkontaminasi dengan kehidupan modern bukan berarti tidak akan tertipu. Justru makin modern kehidupan, makin canggih cara penipuan itu. Nasabah bijak adalah milik kita semua.
Langkah ke depan tak lain menyimpan rapat rahasia keuangan dari pihak luar, besar atau kecil!
Leave a Reply