Kupiah Meukeutop Teuku Umar, Tipu Muslihat Perang Aceh – Dia melawan penjajah karena ingin merdeka. Dia memburu senjata dengan taktik tipu muslihat karena tak mau bangsa sengsara. Dia lalu diburu sebagai pengkhianat kompeni. Dikejar siang malam di seluruh penjuru Aceh; dari hutan ke pantai, dari gunung ke dataran rendah. Dan, kemudian ‘dor’ di pantai Ujong Kalak, Meulaboh. Tak lain karena cua’k (mata-mata) yang mengambil untung dari Belanda.
Pilu melanda. Pejuang memopong tubuhnya yang telah bersimbah darah. Dia sudah hampir beku di Ujong Kalak karena tubuhnya disembunyikan dari pandangan mata biru yang menebar kebencian. Satu tempat ke tempat lain. Ujong Kalak jadi saksi tubuhnya bersimbah darah. Jasadnya kemudian disemanyam di Mugo, puluhan kilometer dari pusat kota Meulaboh.
Di tengah hutan itu, Belanda dikibuli dan cua’k tak bisa diandalkan lagi. Kupiah yang dipakai olahnya, Teuku Umar, berbicara tentang sejarah, apa yang mungkin terlupa dan kini tegak di Ujong Kalak meski pernah diterjang tsunami akhir 2004. Tugu Kopiah Teuku Umar, atau dikenal juga dengan Kupiah Meukeutop, adalah kenangan darinya yang abadi sampai akhir zaman.
Tentu, kami di Aceh tak pernah lupa akan jasa Teuku Umar. Sejarah mencatat banyak sisa perjuangan dan lihainya Teuku Umar dalam ‘memulangkan’ Belanda ke negeri asalnya. Teuku Umar menjadi satu-satunya pahlawan yang tak hanya disegani oleh Belanda sampai kini tetapi dikenang sebagai pahlawan daerah jajahan yang sulit ditaklukkan.
Coba merindu sekali lagi dalam syair lagu ini. Mungkin kau di sana bisa meresapi maknanya, atau mungkin sekadar menikmati alunan suara dan musik dalam mengabadikan Teuku Umar. Segenap kisah pahlawan negeri ini diapresiasikan dalam berbagai bentuk karena memang nyata dan berjasa untuk kebahagiaan kita sampai kini.
Sedikit lirik di bagian reffrain yang mewakili perasaan sendu yang kita rasa atas perjuangan Teuku Umar dan pejuang lain di tanah basah sewaktu dulu.
Johan Pahlawan darah neu ile (Johan Pahlawan darah keluar dari tubuhnya)
di pasi Ujong Kalak nyan (di pantai Ujong Kalak itu)
di sinan tuboh meugule (di sana tubuh rubuh)
di timbak kaphe Beulanda (d tembak oleh Belanda)
di pasi Ujong Kalak nyan (di pasir Ujong Kalak itu)
seujarah kalheuh geu uke (sejarah telah terukir)
keukai seupanyang masa (kekal sepanjang masa)
Lirik lagu Teuku Umar Johan Pahlawan dari Said Azmi, salah seorang musisi Aceh Barat yang lagunya dikenal banyak kalangan. Tak hanya memiliki makna berlebih tetapi memberikan kesejukan pada asa yang padam suatu kala. Deskripsi perjuangan Teuku Umar dan pengkhianatan seorang mata-mata, melukiskan wajah yang sampai saat ini dibenci oleh rakyat Aceh.
Namun, Teuku Umar tetap dikenang sepanjang masa. Pantai Ujong Kalak di Meulaboh, tak lain tempat di mana Teuku Umar menghembuskan napas terakhir setelah ditembak Belanda. Kembali bermain taktik yang serupa dengan Teuku Umar ajarkan, pejuang Aceh mengibuli Belanda dengan menanamkan pisang, berpindah-pindah tempat sekiranya Belanda mengira itulah jasad Teuku Umar.
Belanda percaya dan kembali tertipu, padahal sejatinya pejuang Aceh telah melarikan jasad Teuku Umar puluhan kilometer jauhnya, sampai ke hutan belantara di Mugo dan bersemanyamlah pahlawan tercinta itu di sana.
Pantai Ujong Kalak menjadi saksi kopiahnya jatuh. Liang lahat palsu untuk menggibuli Belanda. Dan, napas terakhir sang pahlawan. Di sana lalu dibangun monumen Kupiah Meukeutop untuk mengenang jasa pahlawan yang wafat pada 11 Februari 1899. Lokasi pembangunan monumen Kupiah Meukeutop ini tepat di area tertembaknya Teuku Umar.
Aceh yang malang, di 26 Desember 2004 monumen yang berada di bibir pantai itu hanyut dibawa arus ombak yang tinggi. Tsunami meluluh-lantakkan semua dan membunuh sisa sejarah dan perjuangan bangsa. Jerit pilu mungkin sempat terluka akan tugu paling penting di Meulaboh ini. Cagar Budaya Indonesia yang mengintepretasikan segala rupa; perjuangan, adat istiadat dan rasa cinta.
![]() |
Monumen Kupiah Meukeutop sebelum tsunami – acehplanet.com |
Monumen Kupiah Meukeutop kembali dibangun pada masa rekonstruksi Aceh pascabencana. Monumen ini dibangun lebih ke darat karena lokasi sebelumnya telah menjadi lautan lepas. Jika dulu monumen ini langsung dilihat begitu memasuki kawasan kota Meulaboh, sekarang harus sengaja ke daerah Ujong Kalak.
Jalan utama menuju kota telah dipindahkan dengan jarak yang cukup jauh dari pantai. Tentu banyak sekali alasan membangun jalan di sana dan tidak lagi melintasi monumen Kupiah Meukeutop. Namun, meski jauh dari jalan raya dan terpisah dalam kesendirian, monumen ini tetap dikunjungi banyak orang. Sore dengan anak-anak dengan latihan menari, minggu biasanya ada kegiatan seni, dan kala senja, pancaran matahari terbenam menciptakan aurora yang berbeda.
![]() |
Monumen Kupiah Meukeutop kini dibawah pendar matahari terbenam. |
Pasir Putih dan Ombak Berbisik di Monumen Kupiah Meukeutop
![]() |
Gerbang selamat datang yang masih dalam proses pembangunan. |
![]() |
Pintu Aceh ciri khas dari monumen di Aceh. |
Tempat bersantai sebelum sampai ke monumen Kupiah Meukeutop. |
Saya tak pernah jemu untuk mampir sejenak ke monumen Kupiah Meukeutop. Sekadar ngopi di kafe di depannya, atau memandangi sunset di belakang monumen ini. Ramai orang tak terkira kala senja karena memang keindahan itu terasa melankolis sampai ke jiwa, apalagi bicara sejarah dan kenangan masa lalu.
Sebelum sampai ke monumen Kupiah Meukeutop, sebuah monumen lain dibangun yang bercorak dengan logo Pemerintah Kabupaten Aceh Barat. Tinggi menjulang dengan warna putih dan kuning menawarkan kesejukan dan kemewahan akan cita rasa Aceh itu sendiri. Monumen yang dipagari dengan besi dan di bagian luar terdapat bola batu besar untuk bersantai jika matahari tidak lagi terik di sana.
![]() |
Tugu Pemerintah Kabupaten Aceh Barat |
Lihatlah ke depan dalam sekali pandang, berdiri kokoh tugu Kupiah Meukeutop dengan warna mencolok kuning dan merah. Perpaduan warna hitam juga mempertegas tugu tersebut. Teuku Dadek, dalam buku Teuku Umar Antara Mugo dan Sumedang menulis; … enam bulan kemudian, karena khawatir diketahui pihak Belanda maka masyarakat membongkar pusara Teuku Umar dan kemudian dikebumikan di Gunong Meulintang (Cot Manyang) Mugo. Setelah 8 bulan, jenazah Teuku Umar dipindahkan ke Gunong Glee Rayeuk Tameeh Mugo Rayeuk Kaway XVI (Panton Reu), 42 kilometer dari kota Meulaboh.
Perjuangan Beliau dilanjutkan oleh Cut Nyak Dhien, yang bermarkas di bagian utara Meulaboh tepatnya daerah Krueng Manggi seputaran Krueng Meureubo. Pada tahun 1905, dalam kondisi sakit-sakitan dan mata tak dapat melihat, Cut Nyak Dhien diserahkan kepada Letnan Van Vuuren dan diasingkan ke Sumedang dan meninggal pada tahun 1908.
Kuburan Teuku Umar Johan Pahlawan mantan Panglima Perang Besar Gubernemen Hindia Belanda baru diketahui langsung oleh Belanda pada tanggal 1 November 1917 atau 18 tahun setelah ia mangkat. Seorang pegawai purbakala Belanda JJ De Vink melihat kuburan Teuku Umar setelah mendapatkan izin Teuku Chik Ali Akbar (Uleebalang Kaway XVI) dan Teuku Panyang, Uleebalang Mugo, dengan syarat kuburan tersebut tidak diganggu lagu.
Atas perintah Gubernur Swart Asisten Residen JJ Smicth mendirikan sebuah tugu peringatan di tempat tertembaknya Teuku Umar di tepi pantai Suak Ujong Kalak. Tugu tersebut dicat berwarna sehingga orang menyebutnya ‘Batee Puteh’ pada tugu tersebut terdapat tulisan ‘HierSneuvelle Teuku Umar 11 Februari 1899’ artinya di sini tewasnya Teuku Oemar 11 Februari 1899.
Tahun 1964 tugu tersebut roboh dan ditelan laut akibat bencana alam. Sebagai gantinya, pada tahun 1970, Pemerintah Daerah Kebupaten Aceh Barat membangun monumen baru berlambang kupiah meukeutop di atas cerana, tidak jauh dari tugu yang hilang. Namun bencana alam gempa bumi dan gelombang tsunami 26 Desember 2004 telah menghancurkan ‘Kupiah Meukeutop’ tersebut dan sekarang tugu tersebut dalam tahap pembangunan kembali… ditulis ulang dari prasasti yang terdapat di area monumen Kupiah Meukeutop.
![]() |
Salah satu prasasti yang bisa dibaca; selain prasasti lain yang berisi silsilah Teuku Umar dan sejarah perjuangannya. |
Sejarah mencatat banyak hal dan di monumen ini juga diceritakan mengenai perjuangan dan juga silsilah Teuku Umar. Tak bisa dielak bahwa Teuku Umar adalah sosok yang sangat diabadikan dalam kenangan, misalnya ada Jalan Teuku Umar di Jakarta dan juga Amsterdam, Belanda.
Pengaruh Teuku Umar begitu besar terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia. Apa yang mengenai tentangnya akan dicari tahu
karena memang layak untuk dikenang. Teuku Umar tidak saja berjuang dengan senjata tetapi dengan trik yang dapat mengibuli Belanda sampai pulang ke kampung halamannya.
Segannya Belanda dengan membangun tugu, yang kini dipoles menjadi monumen bersejarah, berbicara atas hormat terhadap Teuku Umar Johan Pahlawan. Tiada yang mampu mengubah keadaan meskipun Belanda di waktu itu punya kekuasaan dan kejayaan.
Kupiah Meukeutop Menyoal Destinasi Wisata Aceh Barat
![]() |
Hampir tiap hari anak sekolahan latihan tarian di sini. |
![]() |
Monumen yang jadi objek foto warga. |
![]() |
Salah satu pengunjung sedang membaca informasi sejarah perjuangan Teuku Umar. |
Monumen bersejarah ini terletak di tempat yang sangat strategis. Bila ke sana senja hari, kita bisa menanti sunset yang tak lama akan turun. Di pantai ini pula orang-orang menanti matahari terbenam setelah duduk sesaat di monumen Kupiah Meukeutop, dengan pemandangan langsung menghadap ke lautan lepas.
Sunset yang terlihat begitu indah – tergantung keberuntungan tanpa mendung. Gaya sebentar sewaktu hari tidak lagi panas bisa jadi alternatif terbaik.
![]() |
Di belakang monumen adalah sunset menanti dengan indah. |
![]() |
Deru ombak yang indah. |
![]() |
Sunset yang indah sekali bukan. |
Monumen Kupiah Meukeutop adalah pesona lain dari Aceh yang tak pernah bisa dilupa begitu saja. Kopiah ini pula menjadi pakaian adat laki-laki yang tak lekang oleh waktu.
Kenangan. Rindu. Perjuangan. Dan catatan sejarah. Semua ada di sini. Hancur berkali-kali lalu dibangun lagi bukan karena butuh ia ada tetapi sejarah tak pernah terulang begitu saja. Teuku Umar adalah tokoh sentral perjuangan Indonesia. Gaya yang berbeda. Lawan takut tak terkira. Maka, kenanglah ia sebagai pejuang untuk kebahagiaan kita!
Leave a Reply