Jelajah Alam dan Kuliner Wallacea

Kuliner Wallacea

Jika ke suatu tempat, saya akan bertanya kuliner apa yang berbeda dari daerah lain. Dari pelosok manapun kamu pergi, tentu akan menemukan makanan khas yang tidak ada tandingan sama sekali. Meski bahan bakunya sama tetapi pengolahan tentu akan berbeda. Kuliner Wallacea mungkin sangat menarik. 

Ikan misalnya. Di mana-mana ada dan jenisnya pun sama. Tetapi di Aceh ada ikan yang dimasak asam pedas; yaitu masak ikan dengan cabai rawit dan buah belimbing, rasanya asam dan pedas tetapi rasa manis dari ikan tetap ada.

Di Padang, menu yang bahkan mendunia adalah rendang. Bahkan, di daerah lain selain Padang sendiri menu ini menjadi primadona. Namun rendang yang diolah oleh nenek-nenek di sebuah kampung pedalaman Padang akan jauh berbeda dengan rendang yang biasa kita temui di rumah makan.

Saat menikmati alam yang indah di suatu tempat, enaknya memang makan-makan di tepi laut dengan angin berdesis. Di bawah air terjun yang curam juga enak sekali memanggang ikan. Di tengah hutan tropis, jagung rebus maupun bakar mungkin bisa jadi cemilan yang lezat.

Saya dibawa ke alam yang indah dan kuliner beragam dari Wallacea dalam ‘Jelajah Alam dan Kuliner Wallacea’ melalui seminar online. Hadir sebagai narasumber Wartawan Senior Harian Kompas Arif Prasetyo, Fitri Chaerani dari Campa Tour dan Anggota Triptus.com, Muhammad Firdaus dari Pangan Baik Nusantara, dan Meilati Batubara dari Nusa Indonesian Gastronomy.

Dalam webinar yang dipandu oleh Amanda Katili Niode, yang merupakan Ambassador World Food Travel Association-Wallacea, juga mendapat sambutan hangat dari Erik Wolf yang tak lain Executive Director World Food Travel Association.

Acara yang disponsori oleh The Climate Reality Project Indonesia, World Food Travel dan Omar Niode Foundation, diselenggarakan di Zoom Meeting pada Minggu 18 April 2021 mulai Pukul 15.00-17.00 WIB.
Kuliner WallaceaAmanda Katili Niode sebelum webinar berlangsung menyebut, “Kawasan Wallacea yang meliputi Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku, Nusa Tenggara dan pulau-pulau kecil sekitarnya, selain kaya akan ekosistem biologis juga punya daya tarik dari sisi kuliner. Hal itu membuat Omar Niode Foundation bersama The Climate Reality Project Indonesia tertarik untuk mengekspose kembali kawasan ini bertepatan dengan World Food Travel Day,”
Kuliner WallaceaWorld Food Travel Day dirayakan setiap tanggal 18 April. Di hari ini adalah waktu untuk merayakan budaya kuliner dunia dan kegembiraan saat bepergian untuk menikmati makanan dan minuman.

Erik dalam sambutannya berujar, “Jika Anda belum mengenal World Food Travel Association, saya mendirikan organisasi ini pada tahun 2003. Kini, kami merupakan organisasi tertua dan terbesar di dunia dalam bidang ini. Dalam 20 tahun terakhir, kami telah memperkenalkan berbagai hal yang pertama. Dari konferensi, penelitian, penghargaan, podcast, acara TV dan banyak lagi,”

“Beberapa hal yang memuat kami menjadi rujukan adalah pendidikan dan pelatihan, serta penelitian. Kami juga merupakan konsultan bagi destinasi wisata untuk membantu memahami kekuatan pariwisata makanan dan minuman di suatu daerah. Saya sedang menyusun presentasi untuk negara Asia Tenggara lainnya dan ingin melihat beberapa masakan paling populer di dunia, dan saya sangat senang melihat Indonesia berada di peringkat 10 teratas dari sebagian besar daftar tersebut,”
Kuliner WallaceaWebinar yang berlangsung selama 2 jam ini memang sangat menarik sekali. Arif Prasetyo menceritakan pengalaman menariknya saat Kompas meliput wisata alam dan kuliner Wallacea . Liputan khusus Kompas ini menjadi bagian penting terhadap pelestarian alam dan kuliner daerah tersebut.

Arif bercerita bagaimana tim meliput aktivitas warga yang tidak sedikit memberikan kesan positif, agar daerah mereka dikenal lebih luas. Ada yang menarik minat saya, mungkin juga peserta webinar lain adalah 17 macam sambal yang dibikin selama Arif dan tim berada di sana (Wallacea).

Belimbing wuluh, tomat, serai, dan terong (kalau saya tidak salah) adalah menu pertama yang mungkin membuat lidah segera ingin mencicipinya. Sambal ini menjadi ciri khas tersendiri di daerah dimaksud karena kekhasan cara membuatnya dan juga kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Sambal lain yang membuat saya sedikit tercengang adalah batang pisang, timun dan juga terong. Batang pisang muda ini memang tidak asing bagi saya karena di Aceh juga dijadikan kuah untuk dimakan. Di masa kanak-kanak dulu saya pernah merasakan manis dan kelatnya batang pisang yang dimasak Ibu. Begitu tahu di Wallacea juga ada menu yang demikian, saya merasa ada sedikit persamaan.

Yang beda adalah di Aceh batang pisang ini dimasak terlebih dahulu baru kemudian dimakan. Sedangkan di Wallacea, batang pisang muda ini langsung disantap dengan sambal yang pasti mengoyang lidah.
Rupanya di Wallacea ini juga ada menu yang mirip di Jepang yaitu daging yang dimakan mentah. Selain ikan dan daging ini, sagu menjadi penganan yang tak boleh dilewatkan dalam aktivitas keseharian warga. Semua menu yang dihidangkan tak jauh dari sambal dan sambal saja.
17 sambal ini menceritakan bagaimana Wallacea menjadi daerah yang dikelilingi laut dan juga alam yang indah serta lengkap sumber dayanya. Cerita Arif dan tim redaksi Kompas terangkum dalam 8 episode yang bisa dinikmati oleh pembaca secara gratis.

Alam yang lengkap dan ragam ekosistem di Wallacea memberikan gambaran umum kepada kita yang jauh bahwa Indonesia benar-benar beragam. Ke Wallacea nantinya, saya mungkin akan mencari 17 sambal yang pernah Arif santap di sana.

Mh Firdaus dari Pangan Bijak Nusantara memberikan catatan lain soal pangan di Indonesia. Masyarakat yang ragam dengan ekosistem berbeda mengubah pola hidup ke arah yang berbeda pula.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Badan Ketahanan Pangan, Kementan, mencatat sumber daya pangan Indonesia terdiri dari 100 jenis sumber karbohidrat, 100 jenis kacang-kacangan, 250 jenis sayuran, dan 450 jenis buah-buahan.

Dengan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia ini menandakan bahwa negeri kita benar-benar sangat kaya raya. Apa yang dibutuhkan selalu terpenuhi dengan cepat. Tanam ubi langsung berbuah tak lama kemudian. Rumput saja yang dibiarkan begitu saja bisa mengotori halaman dalam waktu sekejap. Demikian suburnya tanah di negeri kita.

Keanekaragaman ini pula membuat kita mudah membuat penganan. Bahan baku yang mudah didapat dan merupakan produk pangan bijak antara lain Gula Aren, Aren, Garam Grosok, camilan sagu, beras merah, ikan, dan sebagainya.

Kenapa bahan baku ini adalah produk yang bijak karena tidak mengalami perubahan secara kimiawi, kaya akan sumber gizi dan protein, memiliki bernilai budaya, dapat diolah secara sehat, dan juga berkelanjutan.
Salah satu produk pangan bijak adalah gula aren. Kalau yang ini saya tahu sekali bagaimana cara panennya. Dulu bahkan sempat minum tuak yang sebelum dibuat jadi gula aren. Prosesnya yang panjang sehingga menjadi gula aren sangat menarik perhatian.

Tuak yang dipetik harus dimasak sampai mengeras. Tuak yang keras ini pula yang kemudian menjadi gula aren, yang dalam keadaan masih jeli dimasukkan ke dalam tempat agar mengeras di sana. Rasanya sangat manis dan sangat berbeda dengan gula putih di pasaran, dan tentu saja alami.
Yang menarik dari presentasi Firdaus adalah gula aren yang dapat dijadikan masker. Ini menjadi ilmu baru untuk saya barangkali. Kalau kolak maupun minuman segar dari gula aren masih sering sekali dilihat namun masker wajah masih belum. Barangkali bisa dicoba untuk menjadikan wajah makin bersinar.

Fitri Chaerani dari Campa Tour dan Anggota Triptus.com berujar, jalan-jalan ke Wallacea memang harus dengan banyak pertimbangan. Ada saja kejadian yang tidak terduga bisa terjadi, termasuk kuliner Wallacea itu sendiri.

Wisata alam dan wisata kuliner Wallacea berpadu dalam satu kesatuan yang memungkinkan kita untuk menikmati keduanya dalam waktu berbarengan. Wallacea memang indah sekali meskipun biaya perjalanan ke sana sangatlah mahal; ini menjadi hal yang sering diperbincangkan.

Namun, sesampai di sana akan sangat menarik sekali karena antarkota, antarpulau maupun antardaerah darat saja harus dilewati dengan caranya tersendiri. Memang beberapa traveler memilih jalan yang murah dan hemat tetapi jika harus menggunakan pesawat perintis maupun kapal laut, mau tidak mau harus dilakoni juga.
Berat memang kisah ‘jalan’jalan’ ini tetapi itulah sebuah kenikmatan. Fitri membubuhkan catatan untuk menyiapkan waktu yang tidak ketat karena antartempat bisa memakan waktu lebih banyak, obat-obatan seperti obat mual, mabuk, dan masuk angin jangan sampai ketinggalan.

Cemilan juga mesti dibawa karena biasanya harga cemilan di sana cukup menguras kantong. Dan terakhir buku maupun MP3 Player bisa jadi alternatif saat sinyal smartphone hilang – mungkin masih bisa mengandalkan lagu-lagu di smartphone secara offline.

Fitri juga memberikan saran yang cukup penting sebelum memulai perjalanan ke Wallacea. Jika perjalanan dari Jakarta sebaiknya kamu menyiapkan biaya sebesar Rp 6.600.000 untuk menikmati banyak fasilitas selama di sana. Biaya ini untuk 5 hari perjalanan dengan destinasi seperti terlihat pada infografis dibawah ini.
Bagaimana? Sudah memiliki rencana untuk menjelajah Wallacea setalah pandemi usai?

Meilati Batubara dari Nusa Indonesian Gastronomy membubuhkan catatan penting soal kuliner Wallacea yang khas. Wallacea memiliki bahan baku yang berbeda dengan wilayah barat, rata-rata mereka menggunakan kacang kenari, sagu, jagung pulut, asam patikala, ketam kenari dan juga rempah-rempah khas.
Dari bahan baku ini pula ragam menu dapat dihidangkan untuk kuliner Wallacea yang lezat. Kata Mei, hampir semua menu kita dapatkan sagu maupun jagung. Kedua bahan baku ini menjadi primadona Wallacea karena masyarakat di sana mengonsumsi ini dalam keseharian.

Pangan Wallacea yang khas menandakan bahwa mereka memiliki sumber daya yang cukup besar atau berlimpah. Umbi misalnya mudah ditemui jenis singkong, ubi talas atau ubi jalar yang dibuat sup, digoreng maupun dikukus.

Masyarakat yang nomaden mengonsumsi ikan karena daerah perairan. Namun di sana juga mudah ditemui kerbau maupun babi. Nah, untuk seorang muslim harus berani bertanya sebelum menyantap menu yang dihidangkan ini. Namun, di beberapa tempat, kata Mei, masyarakat sudah paham hal ini.
Jagung menjadi bagian penting masyarakat Nusa Tenggara. Jagung ini akan diolah menjadi aneka makanan yang lezat dan menarik perhatian pendatang. Yang menarik adalah pisang di mana mulai dari daun, bunga, batang sampai daun tidak ada yang terbuang di Wallacea. Daun akan digunakan sebagai bagian dari proses masak dari buah maupun batang pisang itu sendiri.

Di bagian akhir webinar ini, Amanda memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya. Saya sempat menanyakan satu hal yang nadanya begini.

“Apakah kalau ke Wallacea kita harus menghindari makanan tertentu karena pendatang? Di beberapa tempat, ada yang menganjurkan untuk tidak langsung makan makanan yang disajikan warga setempat karena berbagai alasan?”

Fitria Chaerani memberikan jawaban, “Sebenarnya itu mitos tetapi kita harus cek lagi, lebih baik ikut dengan tur guide. Di sana itu kalau yang muslim akan mendapatkan tempat tersendiri jadi tidak bisa sembarangan,”

Sedangkan Mh Firdauis berpendapat, “Lebih banyak ngobrol dengan masyarakat setempat sehingga mereka bisa memberikan gambaran makanan halal atau tidak,”

Ke manapun kita melangkah memang harus memperhatikan halal haram suatu makanan. Dengan adanya webinar ini pula, wawasan saya mengenai kuliner Wallacea makin terbuka. Suatu waktu nanti, jika ke kawasan ini bisa mencoba menu yang lezat dari rekomendasi yang telah ada.

3 Comments

  1. Anak saya nomor 2 dulu KKN di kawasan Wallacea dan oleh oleh cerita nya bikin saya ngeces
    Pernah berjanji dalam hati mau ke sini, sekarang janji itu harus ditepati ya? ^^

    1. Wah jadi ingin juga main-main ke sana

  2. Seru banget webinarnya ya Mas. Waktu 2 jam rasanya kurang. Padahal pengen banget mendengar lebih jauh tentang kawasan Wallacea dari seorang ahli yang mengerti sejarahnya termasuk bagaimana Alfred Russel Wallace mengeksplorasi Wallacea sebelum melahirkan buku The Malay Archipelago, 150 tahun yang lalu.

Leave a Reply to Annie Nugraha Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *