Guru honorer nggak bisa apa-apa!
Daftar Isi
Guru Honorer Itu…
Di satu sisi saya ‘mungkin’ mengakui cemoohan yang dialamatkan kepada kami, guru honorer. Yang pasti, alasan orang-orang menyebut guru honorer tidak bisa apa-apa karena belum beruntung lulus tes pegawai negeri!
Atau,
Orang-orang ‘bodoh’ yang berharap keberuntungan diangkat pegawai melalui jalur pemutihan. Saya tidak bisa menampik ada yang bertanya, “Kenapa memilih menjadi guru honorer sedang tahu tidak digaji?”
Sebagian orang menjawab, “Sudah panggilan jiwa,”
“Sayang ijazah keguruan tidak terpakai,”
“Nggak ada jalan lain karena sudah terlanjur menjadi honorer…,”
Saya tidak tahu berada di ‘jawaban’ apa saat orang bertanya, mengapa masih bertahan di posisi guru honorer. Mungkin, opsi yang terakhir bisa masuk akal. Di usia yang tidak lagi muda, saya dianggap tidak lagi ‘produktif’ untuk melamar pekerjaan di perusahaan tertentu.
Di hati saya yang dalam, saya merasa tidak memiliki kemampuan mumpuni sehingga tidak terbalik hati untuk bekerja selain sebagai guru honorer. Saya bertahan di sini agar tetangga melirik saya setiap hari dengan pakaian rapi dan sepatu mengilap.
Mungkin, sudah lebih dari cukup meskipun hati selalu bertentangan ketika awal bulan dan ingin memperbaiki taraf ekonomi keluarga agar anak istri tidak bersedih hati.
Guru honorer di mata saya sendiri juga rendah apabila tidak memiliki bakat dan minat yang baik. Datang ke sekolah dengan metode belajar catat buku sampai habis, atau datang ke sekolah cuma memberikan bola kaki kepada anak-anak, barangkali sebuah pukulan telak terhadap guru honorer.
Orang-orang terus mencemooh. Sedang kita sebagai guru honorer tidak mengimbangi dengan kreativitas sehingga orang lain butuh kepada kita walaupun jabatan di sekolah cuma seorang guru honorer!
Guru Honorer Mengajar ‘Tanpa’ Dibayar
Alangkah lelah manakala saya harus mendayuh sepeda setiap pagi. Jika pun masih berlaku, saya bisa berhemat lebih meskipun pemasukan bisa tiga bulan kemudian dengan ‘recehan’ menurut orang kaya.
Lelah tiap pagi kini adalah memikirkan bensin dari rumah ke sekolah dengan jarak 15KM lebih kurang. Seperti yang sudah saya sebut, perkara ini sudah terlanjur jauh dan saya tidak bisa balik badan. Entah apa yang akan terjadi setelah hari ini, adalah saya menjalaninya dengan sebaik mungkin.
Paling tidak, saya pernah dianggap sebagai guru oleh mereka yang sekarang sukses di masa depannya!
Sebenarnya, tanpa perlu saya ceritakan di sini semua orang tahu fenomena guru honorer di Indonesia ini. Pergi pagi, pulang paling terakhir. Di awal bulan gigit jari, di akhir bulan apalagi cuma mimpi. Ending dari semua itu adalah harapan yang tinggal harapan.
Di sekolah. Tiap bel berbunyi adalah guru honorer yang paling dicari. Jika tidak terdengar suara lantang dari dalam kelas, tanda X langsung berwarna merah di kertas buram meja piket. Namun, jika guru pegawai yang belum berada di dalam kelas, seorang piket mungkin bisa mencari tahu bahkan seolah-olah lupa membubuhkan tanda X karena ‘kawan’ sendiri.
Guru honorer itu harus ikhlas. Kamu yang minta sendiri maka jangan membantah. Benar teori ini di mana kita yang ‘mengemis’ ke sekolah untuk dikasih jam mengajar dan terdaftar di Dapodik (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) atau Simpatika (Kementerian Agama). Di mana masih berharap suatu saat akan ‘diangkat’ ke langit ketujuh!
Terima kasih saja jika masih dihina dan dianggap ‘bodoh’ karena itu kemauan kita, termasuk saya. Saat jam pelajaran dimulai tugasnya masuk kelas. Saat ada rapat awal bulan paling tidak duduk paling belakang. Saat upacara bendera jangan malu dengan baju lusuh.
Guru honorer adalah bagian dari lingkungan yang itu. Materi yang diterima sangat kurang dan bahkan tidak cukup untuk beli cabai sekilo Rp120 ribu musim hujan ini, lagi-lagi tidak boleh dibantah. Kecuali, guru honorer itu memiliki cara lain untuk bertahan hidup.
Masih berani memprotes sampai ke level lebih tinggi?
Kemampuan kamu apa? Dikasih kesempatan ikut ujian sertifikasi malah dapat nilai 0. Diberi waktu untuk ikut tes PPPK malah tidak lulus juga.
Ini memang curahan hati. Perih jika ditulis, lama dibaca malah dianggap manja. Lebih baik saya kembalikan kepada apa yang membuat hidup saya ‘lebih layak’ meskipun masih berbangga dengan titel guru honorer!
Kembali ke Blog yang Lama Terbengkalai
Mungkin ada harapan di sini…
Ya sudah. Saya memilih untuk mengasah kembali kemampuan yang selama ini tependam. Internet membantu saya lebih tinggi ke atas. Pengetahuan ilmu komputer yang secuil juga mengantarkan anak kampung untuk naik pesawat terbang gratis.
Saya ‘sudah’ tahu betul arah guru honorer itu entah ke mana akan bermuara. Kembali ke kehidupan sebenarnya, hidup saya tentu harus ditopang agar tidak roboh. Atap rumah saya mestilah dipayungi dengan ‘api membara’ agar baik-baik saja.
Saya berpacu dalam waktu yang tidak mungkin berhenti. Saya pulang kampung menjadi guru honorer adalah keputusan yang tidak boleh lagi disesali.
Berkah dari guru honorer ini nantinya akan kamu ketahui sendiri setelah membaca sampai akhir. Saya mensyukuri label guru honorer karena dengan titel ini saya bisa survive lebih dari apapun. Saya memang dianggap lemah dan tak berdaya – sebelum hari ini – tetapi proses bangkit yang tak instan itu membuahkan hasil yang saya apresiasi terhadap kerja keras.
Sebelum saya melangkah jauh, saya berterima kasih terlebih dahulu kepada Forum Lingkar Pena (FLP) Aceh yang telah mewadahi saya menulis sejak 2004. Saya belajar banyak di sini bersama pesohor dan penulis beken seperti Asma Nadia, Helvy Tiana Rosa, Habiburrahman El Shirazy, maupun redaktur Majalah Ummi dan Annida yang sekarang sudah tidak beroperasi lagi.
Di dunia internet, saya berterima kasih kepada Multiply dan Friendster. Suatu masa itu, Multiply menjadikan saya sebagai penulis blog yang gundah hati dan tidak ada arah akan ke mana. Namun, pembelajaran mengenai ‘mencari uang dari internet’ sejatinya saya mulai dari menulis secara cuma-cuma di Multiply.
Multiply kemudian goyah dan tidak lagi beroperasi sehingga semua tulisan galau saya lenyap entah ke mana. Namun saya bersyukur bahwa platform ini telah membuka jalan saya untuk beranjak ke Kompasiana, Blogdetik dan tentu saja bairuindra.blogspot.com.
Saya aktif di Kompasiana sejak 13 Agustus 2010. Perjalanan panjang tentu saja, dan baru ‘membuahkan’ hasil di tahun 2015 dengan Pemenang Terbaik III Lomba Blog “Jelajah NonTunai” oleh Kompasiana dan Bank Indonesia (BI). Blogdetik memiliki makna tersendiri tetapi kemudian tidak bertahan lama terhadap gempuran blog individual penulis di sana.
Blog pribadi saya isi ‘sesekali’ dan masih gratisan. Saya belum menemukan apa yang sebenarnya bisa mengubah sudut pandang, taraf hidup dan sensasi lain sebelum tahun 2014. Sejak pulang kampung 2011 ke 2014, saya adalah seorang guru honorer yang menghabiskan waktu di warung kopi tanpa menghasilkan apa-apa.
Saya kehilangan arah. Ke mana internet bisa mengubah guru honorer menjadi sesuatu? Apa yang bisa saya banggakan dengan titel guru honorer ini? Apakah saya mesti mengikuti jalur serupa guru honorer lain yang pasrah dengan keadaan? Bagaimana dengan keluarga yang berharap kepada saya yang baru lulus kuliah?
Saya mulai membangun sebuah jembatan yang kokoh. Saya menulikan telinga saat orang mengejek, “Kerjanya cuma duduk di warung kopi!” yang sejatinya saya sedang membangun kepercayaan diri terhadap internet yang bisa mengubah guru honorer menjadi seseorang yang disegani suatu saat nanti!
Sebelum kamu lanjut, saya meminta untuk mengenali diri saya terlebih dahulu melalui Portofolio ini!
2014 di Atas Mimpi-mimpi
Fardelyn Hacky, teman penulis dari Aceh berujar kala itu, “Fokus menulis blog Bai, saya yakin kamu akan menjadi sesuatu!”
Saya percaya saja. Saya tidak meninggalkan Kompasiana, Blogdetik dan bairuindra yang masih domain gratisan. Saya aktif menulis tentang hal-hal yang penuh kegalauan dan kemudian beranjak ke hal lain yang lebih serius saat membaca pemenang lomba di Kompasiana, maupun liputan blogger lain yang keren-keren di Blogdetik.
Saya berbenah. Saya mengubah sudut pandang yang cuma memublikasikan puisi maupun cerita halusinasi ke tulisan-tulisan lain yang lebih bermakna. Saya coba peruntungan dengan ikut lomba di Kompasiana, kalah dengan karena tulisan orang lain sangatlah berkelas. Saya belajar setelah itu. Kekurangan yang akan mengubah gaya dan cara menyajikan cerita.
Lomba blog mulai marak di mana-mana. Inilah kesempatan. Blogdetik membuat lomba blog kisah inspiratif bersama Dompet Dhuafa. Saya pikir, tidak masalah untuk ikut kembali dan memulai cerita menggugah.
Saya menulis tentang guru saya, sosok yang sangat menginspirasi yang bisa kamu baca di Guru Kami, Pahlawan Semesta. Tentu saja tidak berharap banyak, saya bahkan sudah lupa pernah mengikuti lomba ini.
Malam yang beranjak larut, saya mendapat telepon dari Hacky. Perempuan itu berteriak histeris, “Bai!!! Selamat ya kamu berangkat ke Lombok!”
Saya tentu saja gemetar. Tidak percaya dan merasa belum mungkin saya Pemenang Utama Citizen Journalism oleh Dompet Dhuafa dan Blogdetik.com. Hacky meminta saya untuk segera membuka tautan pengumuman pemenang yang baru saja dikirimkan ke nomor WhatsApp.
Mata saya nanar. Saya masih belum percaya bahwa guru honorer ini telah memenangi sebuah lomba yang keren sekali bagi saya. Saya takut salah baca. Saya baca berulangkali. Di grup WhatsApp FLP Aceh, Hacky sudah tak sabar dengan kalimat-kalimat ‘selamat’ darinya yang diikuti oleh rekan lain.
Saya baru benar-benar yakin bahwa guru honorer yang tidak dianggap ada ini sebagai pemenang utama lomba menulis kisah inspiratif ini beberapa hari kemudian. Mas Dian Mulyadi selaku perwakilan dari Dompet Dhuafa menghubungi saya melalui telepon.
Mas Dian mengucap salam dan saya menjawabnya. “Mas Bai, selamat sudah menjadi Pemenang Utama Citizen Journalism Dompet Dhuafa dan Blogdetik. Saya ingin mengonfirmasikan mengenai tiket pesawat dari Banda Aceh ke Jakarta, Jakarta ke Lombok, dan pulangnya…,”
Saya cuma mengiyakan saja apa yang disampaikan oleh Mas Dian.
“Maaf sebelumnya, Mas Bai sudah pernah naik pesawat terbang?”
Mimpi pun belum mas. Saya ingin menjawab demikian tetapi enggan. “Belum, Mas,”
Sulit rasanya jangkauan imajinasi saya sampai ke sana dalam daya pikir seorang guru honorer. Mustahil seorang guru honorer bisa naik pesawat gratis, dilirik saja keberadaannya oleh orang lain sudah lebih dari syukur. Sedangkan ini naik pesawat gratis?
“Saya nanti tunggu di Terminal 2. Mas Bai keluar saja dari terminal kedatangan, apa makan siang dulu atau bagaimana baiknya karena kita boarding ke Lombok siangnya,”
Saya masih mengiyakan.
“Jangan khawatir, Mas. Kalau ragu dan bingung tanya saja sama pramugari atau petugas di bandara ya!” sarannya.
Saya benar-benar naik pesawat gratis. Perjalanan yang panjang sekali dari Meulaboh ke Banda Aceh melalui perjalanan darat di jalan bekas tsunami selama 5 jam. Besok pagi jam 6 Subuh saya sudah berada di penerbangan pertama Banda Aceh – Medan – Jakarta, kurang lebih 4 jam.
Mules. Itu pasti.
Saya bukan siapa-siapa. Saya cuma seorang guru honorer. Tetapi saya naik pesawat terbang!
Cerita tentang Lombok sudah pernah saya ceritakan di sini jauh-jauh hari. Mungkin kamu bisa mengandalkan kolom pencarian untuk membaca kisah saya. Mulai dari Rinjani sampai ke Senggigi.
Pulang ke Aceh. Saya langsung mengubah bairuindra.blogspot.com menjadi bairuindra.com. Inilah saatnya saya berbenah. Saya bukan lagi guru honorer yang tidak memiliki masa depan cerah. Saya akan menjadi guru honorer yang menginspirasi melalui perkembangan teknologi terutama dunia blog yang sudah cerah di masa depan!
2015 Sebuah Harapan dari ASUS Indonesia
Kompasiana sudah memberikan salah satu hadiah untuk saya seperti keterangan tadi di atas. Hadiahnya saat itu tentu tidak main-main, Samsung Galaxy Tab 4 10.1 dengan ukuran layar 10 inci. Saya mulai yakin bahwa dunia internet bisa mengubah apa yang tak mungkin diubah oleh guru honorer.
Saya tak jera untuk ikut lomba. Menang dan kalah tentu biasa. Di Kompasiana makin sulit persaingan dan penulisnya bukan kaleng-kaleng. Saya tidak beranjak dari platform ini tetapi mata saya beralih ke bairuindra.com yang akan menjadi personal branding kemudian hari.
Saya pun ikut banyak lomba, salah satunya dari ASUS Indonesia. Memang sering sekali kalah. Saya tak pernah berhenti. Saya perbaiki gaya dan bahasa. Saya coba menarik sudut pandang yang berbeda. Saya belajar dari tulisan orang lain yang kian hari kian bagus dan menarik, tak kalah dari penulis terkenal dari koran maupun majalah.
Di 2015, sebagian koran dan majalah malah berhenti cetak karena tergerus oleh internet salah satunya blog. Saya fokus menulis dan membangun citra yang bagus untuk blog personal. Saya percaya satu hal, dunia menulis tidak akan pernah meninggalkan saya sendirian!
Dan, akhir dari kalah lomba itu adalah undangan eksklusif dari ASUS Indonesia untuk menghadiri ZenFestival 2015 (Peluncuran ZenFone 2 Series di The Ritz-Carlton® – Jakarta Pacific Place). Saya kemudian bertemu dengan blogger ternama dari seluruh Indonesia.
Cerita yang dibangun begitu indah. Tiap blogger dari daerah masing-masing membawa cerita tersendiri, tentu saya tak bisa berpaling dari konflik dan tsunami 2004 silam. Babak baru dari dunia blogging saya pikir baru dimulai dari sini. Apalagi, ASUS Indonesia tidak saja mengundang sebagai tamu istimewa, yang terbang bersama Garuda Indonesia, dijemput di bandara, menginap di hotel mewah, bisa keliling Jakarta, dan membawa pulang ZenFone 2 Selfie dalam kotak mewah itu!
Pulang ke Aceh saya masih guru honorer yang tak dianggap. Saya terus berpacu dengan lomba-lomba sampai menang beberapa kali, seperti yang telah kamu baca di kanal Portofolio barusan. Saya masih terus bermimpi. Barangkali itulah harapan yang tertunda dari seorang guru honorer?
Rossa adalah kenangan yang membuat saya histeris. Bahkan, saya bisa memotret dirinya sedang bernyanyi dalam radius beberapa meter saja. Sebuah konser mahal telah saya hadiri!
2016 Ke Bali Bukan Lagi Mimpi
ASUS Indonesia membangun komunitas blogger dengan baik. Saya merasa kebersamaan yang tak bisa dipecah sama sekali. Impian saya sudahlah ada di alam tak tersentuh, namun produsen telekomunikasi ini bisa mengubahnya menjadi mungkin.
Di tengah saya terus menulis dan membagikan pengalaman, serta menarik minat juri untuk memenangkan tulisan blog saya. ASUS Indonesia kembali mengirimkan undangan untuk menghadiri Zenvolution 2016 (Launching ZenFone 3 Series di Nusa Dua, Bali).
Saya pikir ini mimpi. Tetapi bukan imajinasi. Bali mungkin impian banyak orang, sebagai guru honorer saya tidak mungkin menjangkaunya apalagi terbang dari Aceh ke Jakarta lalu mendarat di Bali dengan Garuda Indonesia. Kali ini mungkin. Bahkan, kami disediakan hotel transit di Tangerang sebelum berangkat ke Denpasar.
Saya tidak tahu apa yang mesti diucapkan selain, terima kasih.
Ke Bali dengan cuma-cuma, lalu menginap di hotel mewah Nusa Dua tidaklah angan-angan semata. Guru honorer yang lemah ini menikmati Bali dalam segala sudut. Saya tidak mau melewatkan penampilan Bunga Citra Lestari dengan suara indahnya. Dan, sebuah ZenFone 3 yang kami terima sebagai cenderamata!
Inilah keberkahan internet yang saya dapatkan dari menulis blog. Bali yang tinggal kenangan dan saya tidak pernah berhenti berlomba, karena dari sinilah dapur rumah kami bisa mengepul lebih sering. Di blog pribadi, saya mendapatkan Juara Pertama Wonderful South Borneo Blog Contest 2016 oleh Banjarmasin Post dan Garuda Indonesia, dan di Kompasiana mendapat Juara 3 Blog Competition ‘Kesehatan Reproduksi dan Mental Remaja’ yang bekerjasama dengan BKKBN.
Di tahun ini juga, Helloacehku.com dari Ezytravel mencari konstributor khusus dari Aceh. Saya tergabung ke situs ini bersama beberapa penulis blog Aceh. Tiap bulan kami diberikan kepercayaan dengan 4-6 artikel tayang di blog yang sudah tutup seiring berakhirnya proyek di Aceh. Selama setahun itu pula, saya mendapat pemasukan tambahan rutin tiap bulan dari Helloacehku.com.
2017 ‘Kita Terbang Ke Bangkok’
Sesuatu yang tidak mungkin barangkali akan menjadi mungkin dengan internet!
Guru honorer janganlah bermimpi terlalu tinggi. Orang-orang boleh saja berkata demikian. Saya bukan lagi guru honorer yang manja dan berharap uang sabun mandi dari sekolah. Saya adalah guru honorer yang ‘akan’ dan mungkin ‘telah’ menginspirasi orang lain untuk bangkit. Jika sekolah tidak bisa memberikan kehidupan layak untuk saya dalam balutan guru honorer, mengapa menulis blog di internet membuatnya mungkin?
Saya menantang diri sendiri untuk ikut dalam Priceza Writer Hunt 2016. Sebuah kompetisi yang rumit untuk mengejar target. Penyelenggara memberikan tenggat waktu 27 Oktober 2016 – 31 Desember 2016 untuk mengumpulkan 50 artikel agar tayang di situs mereka. Tentu, penulis yang berpartisipasi tidak mengirim 50 artikel saja. Saya mengirimkan lebih 70 artikel agar lolos akurasi editor!
Editor mengirim pesan revisi tidak pada satu artikel saja. Artikel yang ditolak harus diganti dengan artikel lain. Namun, karena saya sudah terlanjur ‘berenang’ dan basah duluan, saya harus mengakhiri proses panjang itu. Bai Ruindra di Priceza adalah kenang-kenangan yang tidak boleh saya lewatkan begitu saja.
Surprise di akhir memang menarik. Let’s Meet Up With Priceza New Expert Writers Here adalah pengumuman 8 penulis terpilih yang berhak terbang ke Bangkok secara cuma-cuma.
Sayalah guru honorer yang makin semangat menapaki hari bersama internet. Dari Meulaboh ke Banda Aceh lanjut ke Jakarta lalu ke Bangkok. Perjalanan panjang dan melelahkan dari sebuah kerja keras.
Saya akan menceritakan kepada anak-cucu bahwa guru honorer yang disepelekan itu bisa berkiprah lebih baik meskipun banyak waktu di warung kopi. Saya membawa cerita yang menarik, sedih, suka, dan duka selama di Bangkok. Kisah itu yang mengabarkan kepada dunia bahwa guru honorer bisa berkreativitas dalam hina dan rendah hidupnya.
Saya percaya bahwa menulis di internet tidak akan pernah meninggalkan luka. Saat Alibaba meluncurkan UC News (UC We-Media) Indonesia, saya adalah salah seorang konstributor yang disegani. Saya mendapatkan banyak sekali pemasukan meskipun kemudian peraturan itu berubah. Selain pemasukan bulanan, saya juga sempat mendapat smartphone Huawei Nova 2i dari situs yang sudah tutup operasionalnya ini.
Di tengah kesibukan mengisi berita di UC News (UC We-Media) Indonesia dan berlomba tentu saja, saya kembali mendapatkan undangan dari ASUS Indonesia antara lain ZenFinity 2017 (Peluncuran ZenFone Zoom S dan ZenFone Live di Pullman Jakarta Central Park), The Edge ofBeyond (Peluncuran ZenBook Series di Pullman Jakarta Central Park), dan Launching ZenFone 4 Series di Pullman Jakarta Central Park.
2018 Tamu Negara dalam Opening Ceremony Asian Games Jakarta-Palembang 2018
Bagaimana rasanya menjadi tamu negara? Saya tidak bisa menampik saat melihat orang lain memamerkan foto mereka bersama pejabat publik. Saya pun ingin, namun dalam kemasan guru honorer yang demo aturan pemerintah tak digubris apalagi untuk dilirik oleh orang berpengaruh, saya mengesampingkan keinginan itu.
Saya berlomba seperti biasa. Sesekali mendapat content placement dari sponsor. Blog saya sudah mulai dilirik. Recehan saya kumpulkan untuk menghidupi keluarga dan ditabung.
Semangat saya makin menyala setelah Juara 1 Blog Competition 10 Notebook Terbaik ASUS Tahun 2017 oleh ASUS Indonesia di awal tahun 2018, dan saya berhak mendapatkan ASUS ZenBook Flip S. Sebuah capaian yang tinggi bagi guru honorer di mana dihadiahi laptop senilai lebih Rp20 jutaan.
Ini tidak mungkin. Bagi guru honorer. Tapi bagi blogger?
Segalanya menjadi mungkin.
Demikian pula saat pengumuman pemenang Writingthon Asian Games 2018 oleh Kominfo dan Bitread Publishing. Saya termasuk ke dalam blogger terpilih untuk mewakili Aceh ke tingkat nasional. Guru honorer yang tak ada pemasukan bulanan itu kemudian terbang ke Jakarta sebagai tamu negara untuk menyaksikan Opening Ceremony Asian Games Jakarta-Palembang 2018 di Stadiun Gelora Bung Karno (GBK).
Kami benar-benar tamu negara, seperti yang diimpikan selama ini. Atribut kenegaraan membawa kami ke mana-mana dengan mudah. Saya bertemu dengan blogger dari 34 provinsi. Kami berbagi cerita dalam penuh haru dan suka.
Kisah tentang Asian Games ini bisa kamu telusuri di blog ini karena ragam cerita telah saya bagikan. Tidak saja menjadi tamu negara dengan ragam aktivitas dan bertemu pejabat pemerintah, tulisan kami juga dibukukan yang akan menjadi kenangan manis paling tidak 50 tahun sekali. Sebagai informasi, perputaran negara penyelenggara Asian Games bisa 50 tahun baru bisa didapatkan kembali.
Saya sangatlah bersyukur sebagai guru honorer dan tentu blogger yang mendapatkan kesempatan sebagai tamu negara. Mungkin sekali seumur hidup bisa diapresiasi demikian rupa. Tidak akan pernah saya lupakan sama sekali karena itu proses panjang dari kerja keras yang dihargai lebih tinggi.
Dunia internet yang tidak mungkin saya tinggal ada saja bentuk kerjasama yang didapat setelah itu. Sponsor tertentu berani menawarkan Rp1 jutaan untuk satu tulisan, ada pula sponsor yang cuma bertahan di angka 100 ribuan saja. Saya tetap bersyukur karena hal ini tidak bisa saya dapatkan dari guru honorer.
Tahun ini pula, ASUS Indonesia masih mengundang saya untuk mengikuti Launching ZenFone Max Pro M1 di The Ritz-Carlton® – Jakarta Pacific Place, dan Launching ZenFone Max Pro M2 dan ROG Phone ‘Next Generation Gaming’ di Pullman Jakarta Central Park.
Bagian mana yang tidak saya syukuri?
2019 Ke Bandung Tak Lagi Sebuah Khayalan
Setelah Launching ASUS ROG Be Unstoppable di Pullman Jakarta Central Park, kami ke Bandung sesuai rencana. Memang, Bandung bukanlah bagian dari acara ASUS tetapi kami jalan-jalan sendiri bersama beberapa blogger kenamaan.
Saya tidak tahu kalau undangan ini adalah terakhir kali sebelum negara Corona menyerang. Di saat itu, kami memgambil kesempatan untuk bisa menikmati waktu bersama di Jalan Asia Afrika, lalu menyantap kuliner enak selama di Bandung.
Bandung tak lain kota impian yang ingin sekali saya kunjungi sejak kuliah dulu. Sebagai guru honorer saya tidak bisa melanjutkan mimpi yang tidak mungkin. Tetapi, saat ASUS mengirimkan undangan ke Jakarta (lagi), kami membuka diskusi di grup WhatsApp untuk memperpanjang perjalanan.
Katerina tak lain travel blogger terkenal yang menyetujui usulan saya ke Bandung. Lepas dari acara peluncuran itu, kami ke Bandung menggunakan kereta api pagi. Perjalanan yang benar-benar tak bisa saya lupakan.
Dalam balutan ‘baju’ blogger kami bisa menginap secara cuma-cuma di Hotel Savoy Homann dan makan gratis di Fat Oppa Korean BBQ. Tentu ‘gratisnya’ blogger diganti dengan review di blog setelah itu.
Sampai di Bandung saja sudah sangatlah haru. Kisah ini berulangkali saya ceritakan. Nikmat yang tidak mungkin saya abaikan dari menulis blog!
2020 Ikatan Cinta
Tahun ini bisa saya sebut sebagai waktu untuk istirahat dulu dari jalan-jalan keluar Aceh. Isu yang semarak bukanlah alasan. Saya sedang menyiapkan momen yang paling berharga dalam hidup, yaitu wedding story.
Benar. Saya tidak bisa mengibuli bahwa tabungan dari menulis blog adalah bekal saya berumah tangga. Pernikahan di mana saja, tidak hanya di Aceh, adalah material yang diunggulkan. Saya pikir itu bukanlah masalah. Sekali seumur hidup haruslah semarak seperti sedang berada di negeri dongeng.
18 Agustus 2020 adalah hari di mana ikatan cinta kami terjalin. Dari mahar sampai ke seserahan adalah hasil menulis blog yang saya tabung satu persatu lembar rupiah. Memang tidak 100% dari tabungan itu, bolong di sana-sini karena tidak sanggupnya saya menutupi.
Sampai hari ini, saya sangatlah berterima kasih kepada internet yang mau menyimpan kenangan saya di blog karena dengan itu pernikahan kami bisa terlaksana. Saya tidak sanggup membayangkan balutan guru honorer yang mungkin emas satu gram saja tidak mudah saya beli. Tetapi guru honorer berpengaruh besar dalam saya menulis blog.
Inilah yang saya sebut di awal, kesempatan menulis blog di internet saya ambil dengan mantap. Di sisi lain, guru honorer tak lain sumber inspirasi saya menulis dalam galau, gundah gulana, dan perih hati lantaran sering dihina.
Sebelum ijab kabul, saya mendapatkan Juara 1 Sultan Dylan Bagi-bagi ROG PHONE II Kategori Blog oleh ASUS Indonesia dan YouTuber Dylan. Dan berhak atas ROG Phone II yang masih saya pakai sampai hari ini.
Jika ada yang tanya, kenapa ROG Phone II itu tidak saya jual untuk menutupi biaya pernikahan? Di saat smartphone gaming itu berada di genggaman, semua urusan pernikahan sudah tercukupi.
Saya lagi-lagi bersyukur. Internet – blogging – bisa menutupi kekurangan saya dari pandangan sebagai seorang guru honorer. Saya menikah dengan bekal dari menulis, dan ‘mencukupi’ ekonomi keluarga ke taraf lebih tinggi juga berkah mencari uang dari internet. Yang paling saya takuti saat ini adalah kehabisan Paket Internet karena ‘keuangan’ keluarga kami bisa menjadi gelap.
2021 Tahun Corona Belum Usai
Saya tidak bisa menampik, 2021 cukup berat bagi saya dan istri. Kamu mungkin bisa membaca dulu kisah kami di My Dear, Kita Hanya Berdua Menjalani Kehamilan Ini.
Saya hanya fokus pada keluarga dan sangat jarang berlomba. Saya pikir, mungkin dunia blog sudah habis masanya untuk saya. Tetapi, dunia menulis ini benar-benar tidak pernah meninggalkan saya. Dalam waktu yang terasa sangat panjang, di saat ekonomi keluarga butuh lebih besar, saya menerima banyak sekali pekerjaan menulis untuk bairuindra.com.
Saya mengambil pekerjaan menulis ringan karena tidak banyak menyita waktu seperti menyiapkan tulisan lomba blog. Paket Internet Rumah adalah wajib bagi saya selama mendampingi istri yang sedang mengandung, dan menikmati hiburan saat jenuh.
Internet memberi kesempatan untuk saya, guru honorer yang tidak mungkin menopang keluarga lebih baik saat masa sulit begini. Saya terus-menerus mendapatkan content placement dan tawaran kerjasama lain. Dari selembar rupiah ke beberapa lembar masuk ke rekening saya.
Saya ingin mengatakan, pemasukan yang tidak stabil ini mampu membuat kami bertahan selama masa kehamilan dan rumah tangga yang baru seumur jagung. Waktu saya lebih banyak terkuras untuk keluarga dan kesempatan menulis menjadi lebih sempit. Di saat ini, saya ingin berterima kasih kepada sponsor yang memercayai kami di kala sulit.
Salah satu kesempatan itu diberikan oleh ASUS Indonesia untuk tampil dalam progam Question And ASUS di kanal YouTube-nya. Saya hadir sebagai narasumber di Episode 10 Q&A dengan topik Laptop Tepat untuk Pelajar.
Tanpa blog aktif, tanpa internet saya mungkin saja akan menjadi seorang suami yang kebingungan mencari cara agar rumah tangga kami ‘baik-baik saja!’
2022 Masih Normalkah Dunia Blogging?
Saya mulai 2022 dengan lebih semangat karena saya menyebut masa sulit kami telah usai setelah putri kami lahir di 11 November 2021. Kamu mungkin bisa membaca dulu Putriku, Tumbuh Kembang yang Baik Melalui Ninabobo Penuh Cinta Ayah dan Bunda, sebuah kisah saya tentang putri kami.
Tahun 2022 dibuka dengan Pemenang Favorit Blog Competition Adira Finance “Bagikan Ceritamu Menggunakan Aplikasi Keuangan” oleh Kompasiana dan Adira Finance Periode 14 Februari – 15 Maret 2022. Meski jarang menulis di sana, saya tetap anggota Kompasiana yang selalu siap bersaing dalam lomba.
2022 kehidupan kembali normal dan dunia blogging makin jaya meskipun ditinggal sebagian pembaca ke YouTube. Saya pikir itu tidak masalah, video dan konten dalam bentuk tulisan selalu berbanding terbalik. Orang-orang tetap akan mencari referensi ke tulisan bukan dalam bentuk video.
Setelah membuka tahun dengan manis, saya dipercaya sebagai Person in Charge (PIC) oleh ASUS Indonesia dalam ASUS Zenbook 14X OLED (UX5400) Writing Competition Periode 03 – 31 Maret 2022. Sebagai juri pertama saya harus menyeleksi ratusan blog yang masuk ke meja penjurian. Tentu, saya mendapat imbalan dari ini. Itu adalah syukur yang tidak mungkin saya ingkari.
Saya tidak mau terlena dengan apa yang telah didapati. Waktu bergerak terus. Dunia blogging makin ‘keras’ dengan kreativitas dari penulisnya. Saya juga tidak bisa menunggu saja sponsor datang untuk menitipkan kerjasama. Saya harus bisa mendapatkan lebih dari apa yang tidak mungkin dijangkau oleh seorang guru honorer.
Selama masa menunggu proyek yang datang dan pergi, saya memenangi beberapa lomba di antaranya, The Winner of Content Creator Challenge Hijrah Coach with Issues ‘Peranan Artificial Intelligence dalam Membantu UMKM Bertumbuh’ oleh Hijrah Coach, Sahabat UMKM, dan Prosa.ai, Juara I Lomba Blog Investasiku oleh Investasiku.id dan Indonesian Social Blogpreneur, Juara 6 Blibli Seller Blog Competition 2022 oleh Blibli.com, Juara Favorit ASUS Vivobook 13 Slate OLED Blog Writing Competition oleh ASUS Indonesia x Maseko, Juara 3 ASUS ExpertBook B3 & B7 Flip Blog Writing Competition oleh ASUS Indonesia x Handiko, dan Best Content Kontes SEO & Artikel oleh Urbandigital x ASUS Indonesia.
Apalagi yang tidak saya syukuri?
Tidak ada nikmat yang saya lewatkan berkat menulis blog di mana semua hal yang tidak mungkin bagi guru honorer, menjadi mungkin di tangan seorang blogger.
Internet dan Derajat Ekonomi Keluarga
Saya ingin menjawab pertanyaan dari poin sebelumnya. Sungguh dunia blogging sudah sangat normal di tahun 2022. Persaingan yang sengit tetapi tidak membuat blogger ‘kelaparan’ karena tidak mendapat jatah.
Semua orang berhak atas porsi mereka. Hanya saja, bagaimana mengubah porsi untuk orang lain diberikan kepada kita? Langkah pertama adalah dengan memperkuat personal branding agar dikenal banyak orang, dan disegani oleh sponsor. Dengan demikian, dapur rumah kita akan tetap mengepul dengan baik.
Saya tidak mau berbohong bahwa internet telah mengangkat derajat perekonomian keluarga kami – baik sebelum menikah maupun setelah memiliki seorang putri yang cantik. Dunia blog tidak pernah meninggalkan saya dalam kesedihan karena tidak memiliki tabungan. Bahkan, dunia blog ini membuat kondisi ekonomi keluarga kami berada di tingkatan lebih tinggi.
Seperti yang sudah kamu baca di Portofolio bahwa beberapa sponsor memberikan kepercayaan kepada saya. Sponsor ini tidak melihat saya sebagai seorang guru honorer yang ‘gagal’ melainkan seseorang yang berpengaruh di dunia blogging – internet.
Kepercayaan mereka yang terus-menerus memberikan saya pekerjaan membuat susu putri kami selalu tercukupi, dan popok bayinya tidak pernah putus. Sesekali kami makan enak untuk memberikan apresiasi terhadap kerja keras yang dilakukan sepanjang waktu.
Sebagai suami, saya tentu tidak ingin anak dan istri bersedih karena kondisi keuangan kami yang menyakitkan. Jika mengatasnamakan guru honorer, saya percaya kami akan kesakitan. Namun apabila saya berada di level seorang blogger, keluarga kecil kami akan mengantarkan senyum bahkan sampai ke dalam mimpi.
Inilah saya, blogger dan guru honorer yang mencari uang tambahan dari internet. Saya tidak tahu entah sampai kapan bertahan dalam baju guru honorer. Saya cuma yakin, saya akan bertahan selamanya sebagai seorang penulis.
Kamu juga bisa memberikan dukungan kepada saya melalui Novel Baihaqqi; Guru Honorer dan berharap kalian membaca kisahnya dalam duka yang panjang.
Internetnya Pencari Uang di Dunia Maya
Kalau bicara dunia digital saat ini, tak jauh-jauh dari internet. Hal terkecil saja koneksivitasnya menggunakan internet seperti pesan instan maupun telepon. Pergeseran yang terjadi dan mau tidak mau kita harus mengikuti perubahan zaman ini.
Saya termasuk orang yang sudah lama berada di jajaran ini. Saya mengikuti perubahan karena ingin mendapatkan ‘sesuatu’ dari internet, dan saya sudah mendapatkan hal itu. Sebagai seorang blogger, jaringan internet cepat dan stabil sangat dibutuhkan demi kelancaran pekerjaan.
Saya tentu tidak mau lagi dicemooh sebagai guru honorer yang lemah. Saya memiliki kemampuan yang menginspirasi banyak orang; bahwa titel guru honorer tidak selamanya horor. Saya teringat pesan Asma Nadia saat ke Aceh awal tsunami lalu, katanya, jika ingin mengelilingi dunia maka menulislah!
Penulis Novel Surga yang Tak Dirindukan itu membuktikan dirinya bisa keliling dunia dengan menulis. Saya mengambil kesempatan serupa meskipun baru mampu ‘dibawa’ terbang ke beberapa tempat di Indonesia.
Tentu, profesi kami berbeda karena belum satupun novel saya diterima oleh penerbit mayor. Di sisi lain, dengan Internet saya bisa menjangkau pembaca lebih luas secara gratis. Tulisan saya di blog mudah dibaca, pengalaman saya sebagai guru honorer, juga saat ini sebagai suami siaga dan ayah sangatlah berharga untuk dibagikan.
Ketika saya bekerja keras untuk melahirkan karya-karya, di saat itu pula saya mematahkan anggapan bahwa guru honorer tidak memiliki prestasi apa-apa. Di sini saya ingin tegaskan, meskipun saya guru honorer, saya bernyali ketika ada internet di depan mata. Apakah kamu masih menganggap guru honorer tidak memiliki kompetensi apa-apa?
Leave a Reply