Sopir yang tidak mendapatkan teman bicara sekuat gosip selebriti siang hari, sesekali menyalakan rokok. Asapnya mengembus ke belakang. Saya menutup hidung dengan sapu tangan. Munar tampak mengibas-ngibaskan hidungnya. Keluarga Cina di depan kami masih terus bercerita satu sama lain dalam bahasa Mandarin.
“Tapi, ada yang menarik kan di dalam penjara?” tanya saya tiba-tiba. Saya teringat dengan kerabat dekat yang pernah menerima hukuman di Medan. Kerabat saya ini kemudian menjadi orang disegani, mengajar agama, mengajar mengaji dan menjadi imam di dalam penjara selama masa tahanannya.
“Ada,” Munar berujar datar. “Ada orang yang dimasukkan penjara karena masalah tanah,”
“Warisan?”
“Bukan. Orang ini bertetangga dengan orang kaya. Orang ini heran kok makin hari tanahnya makin sempit. Suatu hari orang ini memberi pembatas, besoknya pembatas tersebut telah hilang dan tanahnya sebagian telah masuk ke bagian tetangga itu. Besoknya lagi, orang ini menaruh kembali tanda. Kejadian terulang kembali. Orang ini bertengkar hebat dengan tetangga. Si tetangga merasa benar dan mengangkat parang. Tidak tahu orang ini pintar silat, orang zaman dulu memang begitu. Mereka berkelahi dan orang ini yang menang. Tetapi karena orang ini tidak punya kuasa, maka ia masuk penjara!”
Leave a Reply