Kehidupan Sipir Penjara Tampan

Kehidupan Sipir Penjara Tampan di Balik Jeruji Besi Menegangkan

“Kenapa mereka kabur?” kemudian saya sesali ini pertanyaan bodoh. Namun jawaban dari Munar cukup mengejutkan saya.

“Mereka teringat anak dan istri. Waktu yang ketat kami jaga menjelang lebaran atau bulan puasa,”

“Ikatan batin mereka tetap kuat ya?”

“Nama juga keluarga siapa yang tidak ingat. Mereka yang dekat dengan saya cerita sedihnya meninggalkan keluarga bulan puasa dan hari raya. Mereka mau kembali ke jalan yang benar tetapi lepas dari penjara pasti akan dicemooh orang. Mereka telah nyaman di dalam penjara tetapi mereka ingin bebas,”

“Simalakama jadinya ya?”

Munar terus bercerita kesehariannya di dalam LAPAS (Lembaga Pemasyarakatan). Tampilan luar pria ini seperti banker atau dokter muda. Cara ia berbicara dan gaya bahasanya tidak mencerminkan seseorang yang bekerja dalam bidang yang penuh tantangan demikian. Kulit tubuhnya tidak seperti orang yang sering berhadapan dengan kehidupan keras di dalam tahanan.

“Kami tetap harus jaga diri,” sekonyong-konyong Munar berbicara kepada dirinya sendiri. “Kami tidak dibenarkan untuk percaya penuh kepada tahanan. Kami selalu dinasehati alasan seseorang menjadi seorang tahanan. Seseorang yang frustasi di dalam tahanan walaupun tampak alim bisa saja ia sembunyikan pisau. Kami banyak temui yang demikian. Bagaimana dengan tahanan yang telah jadi bos? Mereka sudah pasti cari cara untuk melukai sipir dan jalan untuk keluar dari sel!”

Semakin rumit. Jalan berliku menuju Banda pun begitu angkuh. Kiri dan kanan pepohonan dan kebun warga. Matahari menanjak begitu cepat dan hawa panas menyalakan api ke dalam kendaraan kami.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *