Kehidupan Gelap SPG Ditawar Puluhan Juta Satu Malam Saja

kehidupan gelap spg

Kehidupan Gelap SPG Ditawar Puluhan Juta untuk Satu Malam – Kehidupan gelap SPG malam hari tidak ada yang tahu. SPG bisa dipakai oleh siapa saja adalah hal biasa. Rahasia umum SPG bisa ditelepon untuk kebutuhan hidup. Kisah Hidup SPG menggetirkan. Dunia malam SPG mengkhawatirkan. SPG yang mencari uang sendiri dengan berbagai cara. Apa cerita SPG itu?

Mulai Sebuah Cerita Kehidupan Gelap SPG

“Kami bisa dipakai, Bang!” ujarnya soal kehidupan gelap SPG. Sebut saja namanya Dia. Seorang perempuan cantik, murah senyum, bertutur teratur. Ia memamerkan segala pesona pada dirinya – apapun itu. Dia adalah seorang Sales Promotion Girl (SPG).

Sama-sama kita ketahui bahwa seorang SPG itu begitulah cara bercakap-cakap dan berpenampilan. Barangkali, jika di luar Aceh, mereka yang menjajakan beragam produk ini berpakaian lebih minim untuk menarik minat pelanggan.

Berbeda dengan kondisi Aceh yang menerapkan syariat Islam yang menuntut penampilan para SPG ini lebih tertutup. Namun, dalam keadaan tertutup kesan “seksi” dalam diri perempuan cantik ini tak bisa dibuang percuma.

Pakaian mereka tetap ketat walaupun kepala telah tertutup jilbab. “Jika berkata jujur, saya lelah sekali, Bang!” lanjut Dia. Alasan ini saya jabarkan di bagian berikutnya. Padahal, tugas Dia sebagai SPG rokok cukup manja.

Para SPG cantik dan tinggi gemulai ini bekerja berdasarkan waktu yang telah ditetapkan oleh manager mereka. Istilah bekennya shift; apakah bekerja pagi, siang atau malam. SPG ini memiliki gaji tetap dan akan mendapat bonus apabila penjualan mereka melebihi target.

Kehidupan Gelap SPG VS Jual Rokok untuk Kebutuhan Hidup

Sebagai SPG rokok, perempuan cantik ini telah ditugaskan di beberapa daerah. Mulai dari Medan yang penuh kemelut. Batam yang menggoda, sampai Aceh yang adem-ayem.

Dia bercerita tantangan sebagai SPG rokok yang kerap dijahili di berbagai tempat. Tahu sendiri bagaimana kondisi Medan dan Batam yang gemerlap siang maupun malam. Colek-mencolek sudah hal biasa yang dialami oleh para SPG.

Berbeda dengan di Aceh yang cenderung lebih sopan dan menghargai perempuan lebih dari definisi mereka mau; kata Dia. Lelah Dia karena pekerjaan sebagai SPG menuntut profesionalisme tinggi dan tidak cacat dalam bekerja. Mau sedang galau. Mau ada masalah besar.

Mau utang menumpuk di mana-mana. Mau belum makan. SPG harus memberikan senyum terbaik mereka ketika sedang bekerja. Dan Dia mengatakan bahwa, “ SPG itu harus mau diapa-apain!”

Kehidupan Malam SPG yang Tidak Wajar

“Apabila ingin hidup tetap sejehtara,” bisiknya. Antena saya menjulang tinggi. Saya paham betul maksudnya. Para SPG ini bermain cantik sebagai perempuan panggilan.Memang, tidak semua mau berperilaku demikian.

Namun tuntunan pekerjaan, gaya hidup. Serta mendapat bonus besar seakan-akan melupakan kodrat sebagai perempuan baik-baik.

Semula, Dia hanya melakukan “itu” karena dirinya merasa bahwa gaji tidak cukup. Belum lagi untuk mengirim ke orang tua dan kebutuhan lain yang mendesak.

Ada yang booking, harga pas maka lanjut saja.

Toh, sama-sama SPG telah saling tahu dan hampir melakukan pekerjaan “sampingan” ini sebagai penunjang penampilan dan gaya hidup mereka.

Bahkan, ada pula secara terang-terangan para manager menjadikan perempuan cantik ini sebagai ladang meraup keuntungan lebih banyak. SPG ini tidak menolak. Kenikmatan double kok ditolak? Manusiawi memang.

Rahasia ini menjadi sangat umum di kalangan SPG. Mereka menjalani sebagai pelengkap serta “gaya hidup” supaya tidak mendapat ejekan dari sesama. Syukur-syukur dapat bonus besar. Paling apes yang dikasih jatah sesuai perjanjian awal setelah napsu birahi terlampiaskan.

Nama juga “sampingan” ya disyukuri saja. Katanya sih begitu.

Beda bodi beda harga. Bodi “artis” dibayar mahal. Bodi “kampung” banting stir ke mana suka di bawa oleh pembooking. Tidak salah saat SPG ini berlomba-lomba mempercantik diri.

Untuk tampil “cantik” sesuai definisi mereka. Maunya “konsumen” butuh biaya besar. Tidak tertutupi dengan gaji dari perusahaan atau bonus penjualan.

Dia dan teman-temannya yang telah merangkap jabatan ini mesti memutar otak supaya penampilan mereka menarik. Semakin menarik semakin besar bonus pekerjaan “ranjang” tersebut.

“Di Aceh sedikit berbeda, Bang!” katanya soal kehidupan gelap SPG di Aceh.

Dunia Malam SPG Ada di Mana-mana

Kata Dia, laki-laki Aceh cenderung tidak peduli atau lebih tepatnya tidak secara terang-terangan apabila ingin membooking mereka. Bahkan, di warung kopi yang sering SPG cantik ini singgahi sungguh tak pernah mereka mendapat perlakuan tidak mengenakkan. Yang paling ringan misalnya minta nomor handphone atau PIN BlackBerry Messenger, hanya satu dua saja.

Karena Aceh berbeda, Dia sedikit tersiksa ketika ditugaskan ke daerah bekas tsunami ini. Dia ingin cepat-cepat mendapat “SK” penugasan di daerah lain yang mudah baginya terbang ke pangkuan para laki-laki hidung belang

Gaji “sedikit” menurutnya dan penjualan rokok yang melempen di Aceh. Walaupun warung kopi cukup banyak, membuatnya dan SPG lain kelimpungan menopang gaya hidup.

Laki-laki Aceh memang perokok namun sangat jarang membeli pada SPG yang menawarkan pada mereka di warung kopi terbuka. Rata-rata perokok di Aceh yang duduk di warung kopi telah membeli rokok di tempat lain.

Menawarkan rokok kepada laki-laki Aceh dengan cara mendesah-desah. Atau merajuk manja bisa-bisa mendapat sorotan tajam dari pengunjung lain. Bahkan bisa dihardik sebagai perempuan tidak benar walaupun Dia mengaku dirinya memang telah “tidak benar”.

“Paling enak di Batam,” Dia mengenang masa-masa tugasnya di daerah kepulauan itu.

Batam menawarkan sejuta pesona untuk SPG. Pelabuhan bebas membuat mereka bebas sebebasnya mengekspresikan diri tanpa dikekang aturan.

Bonus SPG Tidak Cukup Beli Gaya Hidup Mewah

Bonus dari hasil penjualan meningkat tajam karena para laki-laki mudah dirayu untuk membeli rokok bahkan “dirinya” sendiri. Rata-rata laki-laki yang mau memakai jasa SPG ini adalah mereka telah membeli rokok terlebih dahulu bahkan langganan tetap.

Cara bookingnya melalui telepon atau pesan instan BlackBerry Messenger. Ada saja cara untuk mengetahui dan mendapatkan SPG mana yang mau diajak “kencan” lengkap dengan tarifnya.

“Sampai kapan?” Dia balik bertanya pertanyaan saya. “Entahlah, Bang!” Sebuah jawaban klise. Dia berkata sambil mencoba tersenyum semanis mungkin.

Dia tahu betul bahwa tubuhnya tak selamanya semampai, dirinya tidak selamanya cantik dan mau dipakai orang. SPG itu adalah pekerjaan yang mengutamakan faktor umur, faktor kecantikan dan kekencangan kulit.

Lepas dari itu semua, pekerjaan ini hanyalah mimpi bagi mereka yang buruk rupa.

Namun, jika menelaah cerita Dia – mungkin – lebih baik buruk rupa. Dengan pekerjaan pas-pasan asalkan perut terisi tiga kali sehari dari pada memuaskan batin orang lain.

Apakah SPG Sama dengan Kupu-kupu Malam?

Dia hanya satu, di antara berjuta kupu-kupu yang ingin cepat pulang ke kandangnya. Saya tidak tahu berapa banyak kupu-kupu serupa Dia yang merintih.

Menghentak-hentakkan kaki meminta pertolongan saat tubuh laki-laki ganteng. Gendut. Jelek. Gagah atau sejenisnya menindih tubuh Dia tanpa ampun.

Saya sangat awam tentang data perempuan seperti Dia yang merajuk-rajuk manja pada laki-laki di warung kopi. Atau tempat umum lainnya supaya membeli rokok dari mereka.

Saya hanya menulis tentang Dia yang termenung di salah satu warung kopi selepas dinasnya di sore hari. Dengan pakaian santai Dia menyeruput kopi Aceh yang membuatnya tak bisa tidur semalaman nanti.

“Kopi tidak berpengaruh pada saya, Bang!”

Lantas? Karena kemelut pikirannya yang ingin segera berlabuh ke tempat lebih aman yang membuat Dia tak bisa tidur. Tentang masa depan yang diungkit Dia walaupun dia mengaku begitu sensitif sekali membicarakan ini.

“Apakah ada yang mau dengan saya jika mereka tahu kisah ini?”

Saya? Diam saja.

Jodoh bukan urusan saya. Tetapi manusia selalu menuntut sesuatu yang normal. Yang lumrah dalam masyarakat. Yang diterima agama dan adat-istiadat.

Dia?

Profesinya mungkin benar, tetapi pekerjaan “sampingannya” tidaklah menarik untuk diperbincangkan. Banyak hal yang membuat saya enggan mengetahui lebih banyak lebel perempuan malam ini.Pilihan hidup boleh apa saja namun urusan rejeki tetaplah ada.

Profesi sebagai perempuan panggilan entahlah berada di posisi berapa dalam kitab yang isinya hanya perempuan saja di hati saya. Bukankah Dia masih bisa bertahan hidup sebagai SPG rokok saja?

2 Comments

  1. Keren investigasinya mas. Sisi kehidupan yang sudah jadi rahasia umum. SPG lebih dipandang sebagai alat.

    1. Kehidupan yang tidak bisa dielak

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *