Bahaya Pantai Kuta Bali
“Di mana-mana bule berjemur ya?” seru saya yang membuat Sandi dan Pandu terkekeh. Bidikan kamera smarphone baru kami pun menjelma menjadi monster dalam film laga, menangkap setiap objek yang sudut pandangnya menarik dan unik.
“Puas-puasin deh, Bang, lihat bule berjemur pakai underwear,” celutuk Pandu dengan senda gurau. Eh, memang benar sih, bule-bule itu santai saja berjemur, berkeliaran di seputaran Pantai Kuta hanya menggunakan pakaian ‘renang’ saja. Pakai kacamata hitam sekalipun, pemandangan ini akan terasa putih berseri-seri.
Kecuali, jika kamu memakai penutup mata warna hitam pekat. Ruginya tentu saja, kamu akan meraba-raba dan intinya nggak penting banget capai-capai ke Pantai Kuta!
Sepasang bule melintas di depan kami. Matanya sempat terarah kepada kami namun terlanjur berhadapan dengan seorang keturunan Cina. Suaminya meminta kepada si Cina untuk memotret mereka dengan background matahari terbenam. Saya berulangkali mengucap syukur.
Bukan tidak mau menolong namun istrinya itu lho, hanya memakai underware saja. Tangan saya bisa saja gemetar duluan memotret mereka yang mesra, manja dan penuh gaya persis di depan mata.
Matahari kian terbenam, anak-anak berkeliaran di bibir pantai dengan papan selancar. Orang-orang dewasa surfing jauh ke dekat ombak. Sesekali mereka bermain dengan ombak besar, dihantam dan jatuh ke laut. Satu dua ada yang ngotot melewati ombak pertama.
Tiga gadis Jepang melintas dengan cekikian manja. Entah lupa kepada kami. Entah karena begitulah Pantai Kuta di Bali, mereka mengambil beberapa foto persis di depan kami. Tiga gadis Jepang ini pun tidak kalah seksinya, walaupun mereka tidak memakai underwear namun celana di atas lutut cukup membuat saya ingin segera berpaling.
![]() |
Gadis Jepang sedang memotret temannya di bawah sunset Pantai Kuta, Bali – Photo by Bai Ruindra |
![]() |
Penjagaan ketat dari pawang laut yang ada di segala sisi – Photo by Bai Ruindra |
Saya tidak tahu badan tegap dengan mata menyelidik ke mana-mana adalah orang penting di pantai ini. Mereka kemudian menghalau siapa saja yang melewati batas di Pantai Kuta. Tidak hanya anak-anak, orang dewasa yang melewati ombak pertama juga mendapat teguran untuk kembali.
Para bule yang sedang berselancar rupanya paham betul dengan hal ini. Dari kejauhan terlihat semangat mereka keluar dari ombak pertama, lalu berselancar kembali di ombak yang pecah.
![]() |
Pawang laut yang berjaga – Photo by Bai Ruindra |
Tak lama setelah itu, matahari menukik tajam. Peluit pria-pria yang bertugas dengan lantang meniupkan perintah. Panggilan kepada mereka yang memakai underwear, yang masih berselancar di bawah sunset orange.
Tampak beberapa bule berlari ke daratan. Langkah mereka gagah. Pahanya berisi otot-otot terlatih. Dada mereka bidang. Lengan gempal. Seksi dengan underwear sehabis surfing di Pantai Kuta yang indah dan adem. Jika boleh membandingkan, ombak di pantai ini memang memiliki irama yang lebih lembut, mendayu semerdu piano lagu slow.
Hentakannya satu-satu dengan bunyi khas dan dentuman yang tak garang seperti pantai yang pernah saya temui selama ini. Ombak tempat para surfer mengalunkan keseksian mereka, naik turun seirama dengan detak jantung mereka yang hati-hati dan penuh pertimbangan akan keselamatan.
![]() |
Surfing adalah aktivitas yang indah di Pantai Kuta, Bali – Photo by Bai Ruindra |
Rupanya, inilah aturan yang berlaku di Pantai Kuta. Sunset mengucap salam, saat itu juga semua orang tidak dibenarkan lagi mandi atau berselancar!
“Itu pawang laut?” tanya saya.
“Begitulah kira-kira,” jawab Pandu.
Peran yang begitu penting untuk sebuah tempat wisata. Memang, pawang laut ini bisa menjadi bagian kecil dari keindahan alam di pantai. Seorang pawang yang bertugas di bibir pantai begini membuat semua wisatawan aman dan terjaga. Patut kiranya peran ini mengambil andil besar dalam hal keselamatan wisatawan.
“Mereka selalu ada ya, Pan?”
“Iyalah, Bang. Mereka jaga-jaga di sini!”
![]() |
Menikmati orang surfing di Pantai Kuta, Bali – Photo by Bai Ruindra |
Aroma keindahannya semerbak kasturi. Wisatawan lokal dan mancanegara berbondong-bondong mendekati Bali. Kekhawatiran seperti ini telah dicemaskan oleh pemerintah Bali sehingga menitipkan beberapa pria sebagai pawang di pantai yang membentang sampai ke Bandara I Gusti Ngurah Rai.
Dari sini pula kita bisa melihat pesawat yang sedang take off atau landing. Di senja begini, pesawat yang baru saja tiba dan berangkat seperti kerlap-kerlip lampu disko di atas awan. Indahnya tentu tak terkira dan manis semanis madu menjelang istirahat malam.
Pawang laut yang tidak saya hapal wajahnya juga tidak terlihat lagi di bibir pantai yang sepi. Sunyi yang seketika menimbulkan auman romantis saat ombak memecah pasir satu persatu.
![]() |
Seorang bule yang tampak kelelahan setelah surfing – Photo by Bai Ruindra |
Leave a Reply