Kabar dari Gadis Aceh untuk Dukung Bersama Asian Games 2018 – Begitu sampai di rumah senja itu, saya langsung mengaktifkan kembali jaringan data. Kebiasaan saya, selama berkendara data seluler dimatikan saja untuk menghemat pemakaian dan hemat baterai. Notifikasi dari grup di WhatsApp tak bisa dibendung. Saya biarkan jaringan kembali normal sebelum membuka beberapa grup yang informasinya penting. Tak lama saya beralih ke e-mail, sekadar memastikan tidak ada surat yang mendadak.
Atlet Wanita Aceh
Saya disibukkan dengan aktivitas menjelang magrib. Tentu saja, saya kembali mematikan data seluler agar tidak terganggu saat salat dan makan malam. Satu jam setelah itu, data seluler baru saya nyalakan kembali dan mengabaikan pesan di WhatsApp yang kembali penuh. Kali ini, saya langsung membuka Instagram, untuk ‘cuci mata’ dengan foto-foto keren dari akun yang saya ikuti.
Notifikasi Instagram juga saya matikan untuk alasan tertentu; terutama agar baterai lebih hemat. Saat aplikasi ini terbuka, beberapa love langsung terlihat dan saya abaikan karena di sudut kanan atas terdapat angka 1 dalam warna merah. Artinya, saya menerima pesan dari ‘seseorang’ yang belum diketahui. Saya tekan layar di sudut itu, mengerutkan kening, sebuah akun meminta untuk mengirimkan pesan secara pribadi.
Penasaran? Tentu saja. Feeling saya, akun itu mungkin saja siswa yang ingin bertanya sesuatu. Tak bisa dielak memang. Rata-rata siswa di sekolah tahu akun media sosial saya, termasuk Instagram di mana hampir semua siswa memilikinya. Rasa penasaran itu kemudian terobati setelah saya menerima pesan dari pengirim.
Kening saya kembali berkerut di pukul 9 malam lewat itu. ‘Seseorang’ yang tidak saya kenali, menyapa dengan renyah dan langsung ke point tanpa basa-basi seperti yang selama ini saya terima. Saya mendapat surprise karena tulisan Bunga Aceh; Engkau Harum di Angkat Besi Asian Games 2018 yang telah tayang siang tadi di blog, rupanya dibaca oleh atlet yang bersangkutan.
Saya amati baik-baik salam yang tertulis di pesan itu. Benar, salam itu untuk saya dan terima kasih itu sangat tulus karena tulisan yang telah dibagikan ke media sosial tersebut. Saya tidak menyebut viral namun saya sangat bersyukur bahwa sosok yang saya tulis telah menerima pesan tersebut. Pesan yang saya maksud adalah dukungan terhadapnya untuk bertanding di Asian Games 2018. Dirinya adalah Nurul Akmal, lifter pertama Aceh yang akan berlaga di angkat besi plus 75 Kg.
Satu kutipan dari pesan Nurul, “Saya di kasih tau sama pelatih saya dari Aceh #pak Fendi di kirim link nya ….. terima kasih dukungan nya untuk masyarakat Aceh, mohon doa untuk warga Aceh supaya saya bisa kasih yang terbaik untuk Indonesia khusus nya tempat kelahiran saya ACEH,”
Saya tidak mau itu kembali terjadi. Siapapun dia yang sedang berlaga di Asian Games 2018, mereka adalah atlet kita. Dukungan saya tentu saja tidak seberapa dibandingkan dengan sorak-sorai bergembira di dini hari tiap malam kini. Tetapi, bagi saya, dukungan dalam cuplikan kata ini akan dikenang, terkekang sepanjang waktu.
Tak sama dengan dukungan terhadap Jerman yang baru saja dipulangkan oleh Korea Selatan. Tak sama teriakan keras saat Cristiano Ronaldo menendang bola hampir sampai ke gawang lawan. Tak akan sama juga ketika ejekan dituju kepada Lionel Messi yang membawa Argentina pulang bersama Portugal di ‘menit’ yang sama.
Nurul Akmal berbeda irama dengan itu. Saya tidak tahu bagaimana reaksinya ketika membaca tulisan tentang dirinya. Di pesan yang ia kirim, saya merasa bahwa dirinya terharu karena dukungan ini berbeda. Mungkin juga, belum pernah ada dukungan yang serupa. Mungkin juga karena ia merasa bahwa warga Aceh hanya ‘mencintai’ sepak bola semata.
Bagi seorang wanita, cabang angkat besi plus 75 Kg tentu saja sangat membanggakan. Saya sendiri mengakui, tidak mudah. Butuh latihan yang berkali lipat dibandingkan orang lain. Butuh stamiga yang benar-benar di atas rata-rata. Butuh energi yang lebih besar daripada dirinya dan orang lain.
Di saat suporter bola teriaknya kencang sekali, pendukung Nurul Akmal mungkin hanya satu atau dua orang saja di arena. Di saat lapangan bulu tangkis ramai sekali pendukungnya, di depan lifter mungkin saja hanya pelatih dan manajer. Di saat kamera televisi menjurus ke pemain dengan nomor punggung 5 atau 13, di saat yang sama seorang kameramen mungkin lupa mengarahkan kamera ke barbel yang baru saja diangkat melewati kepala lifter.
Leave a Reply