asian games indonesia 2018

Asian Games 2018 Indonesia Setelah 50 Tahun Lalu Penuh Kejutan

Asian Games 2018 Indonesia Setelah 50 Tahun Lalu Penuh Kejutan – Kejutan demi kejutan terjadi begitu saja saat Opening Ceremony Asian Games 2018 di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, malam itu. Sejujurnya, saya telah menangis saat Tarian Ratoh Jaroe ditarikan oleh 1.500 pelajar. Malam Minggu yang tak bisa dilupakan pada 18 Agustus 2018 seperti harum Bungoeng Jeumpa yang juga mengakhiri lekuk tubuh penari. Saya benar-benar terkejut dengan opening yang happening di segala sisi.

Asian Games 2018 Indonesia

Kembang api yang meledak di penutup tari rasanya menggenapkan apa yang selama ini menjadi tanda tanya; bahwa budaya Aceh tidak bisa go nasional atau bahkan internasional. Namun, viral yang terjadi kemudian adalah segala rupa orang mendebatkan tentang tarian, gerak tubuh, sampai kecepatan tangan-tangan penari saat mengganti kostum.

Saya tidak hanya bangga tetapi lebih dari itu saat Aceh menggema di stadion tertua di Indonesia dan di antara tepuk tangan para penonton, tamu undangan dan para atlet yang hadir di sana.

Bangga saja tidak akan cukup untuk menggenapkan kejutan manis dari Opening Ceremony Asian Games 2018. Saya dapat duduk, berdiri dan meloncat kegirangan di atas kursi merah di dalam GBK juga bukan suatu kebetulan.

Saya harus melewati beberapa langkah untuk berdesak-desakan ke dalam GBK, menyaksikan sendiri pembukaan mahadahsyat dan ikut terlibat langsung dalam ajang olahraga terbesar se-Asia ini. Tidak mungkin, 56 tahun ke depan saya masih bisa melihat perhelatan spektakuler seperti malam itu.

Saya Indonesia!

Perasaan Tentang Asian Games 2018 di Indonesia

Dalam haru, seorang teman bertanya, “Bai, bagaimana perasaan kamu tadi?” saya hampir kehilangan kata-kata namun menjawab tanya dari Damar dengan tegas, “Saya menangis!” lalu dirinya juga berkata, “Kamu sampai menangis gitu, aku juga ikut merinding, Tari Ratoh Jaroe keren banget!”

Taumy yang sejak awal di samping saya juga berujar, “Kalian keren bisa jadi tari pembuka!” saya tersenyum simpul dan menyembunyikan kegembiraan yang terus meluap-luap.

Saya akui bahwa tidak hanya kami yang ada di dalam GBK ikut terharu, merinding bahkan menangis, hampir seluruh masyarakat Indonesia yang menyaksikan pembukaan Asian Games 2018 di Indonesia ini akan ikut merasakan suasananya. Saya akan memulai kejutan manis itu dari sekarang!

Tentang Menulis, ‘Kita Indonesia!’

Mungkin, aktivitas menulis sebagai bloger saat ini bagaikan dua sisi mata uang; ada yang menyanjung dan ada pula yang mencemooh. Sanjungan dihadirkan oleh mereka yang paham betul bahwa perubahan zaman terus terjadi dan media perorangan – blog – telah berbenah jauh bahkan bisa melampaui media arus utama dalam beberapa faktor.

Salah satunya, seorang penulis blog bebas menulis ulasan tanpa takut ‘pesanan’ atau ‘teguran’ dari atasan yang berdampak pada nama besar. Di sudut lain, profesi bloger dihujat karena golongan yang tidak memiliki penghasilan tetap atau karena tidak memiliki kantor dan sejenisnya. Di saat-saat demikian, saya harus mengabaikan perkataan bahkan cemoohan karena jika tidak menulis hari ini, maka besok-besok semua akan terlupa sehingga sejarah tidak bisa dikenang lagi.

Saya makin bangga menyebut diri bloger manakala pemerintah ‘memanggil’ nama saya bersama 68 penulis lain ke Jakarta. Tidak mudah untuk masuk ke dalam lingkungan pemerintah yang notabene memiliki penilaian tersendiri. Tetapi, sekali lagi, saat pemerintah melirik bloger maka profesi ini sangat menjanjikan. Saya tidak hanya berbicara soal materi tetapi soalan lain yang mungkin akan kamu temui apabila telah menulis di blog; termasuk itu ketenaran!

asian games indonesia 2018
Wajah lelah tetapi tetap semangat untuk Asian Games 2018.

Kementerian Teknologi dan Informasika (Kominfo) menjadi salah satu lembaga pemerintah yang menurut saya sangat jor-joran dalam mempromosikan Asian Games ke-18 di Indonesia.

Sebuah Buku Kenangan Asian Games 2018 Indonesia

Kominfo tidak hanya menaikkan tagar dukungbersama di semua media sosial tetapi mencatat sejarah dengan baik, terjejak, dan akan menjadi ‘kenang-kenangan’ paling manis sampai berabad ke depan. Langkah Kominfo dengan mengumpulkan karya tulis sangat patut diapresiasi karena catatan pelaksanaan Asian Games 2018 di Indonesia benar-benar terekam di pustaka-pustaka dalam bentuk buku.

Maka, di sinilah kesempatan kami bermula. Kominfo bekerjasama dengan Bitread Publishing mengumpulkan tulisan-tulisan terbaik dari seluruh Indonesia dengan dua kategori, pelajar/mahasiswa dan bloger. Masing-masing provinsi dipilih satu perwakilan pelajar dan bloger.

Di surat undangan kemenangan, Bitread Publishing menyebut bahwa kategori bloger diikuti lebih 1.000 naskah yang mana dipilih 34 saja. Saya pikir, jumlah tulisan yang dikirim ini memberikan pandangan bahwa penulis-penulis terbaik Indonesia sangat mendukung Asian Games di negeri kita.

Saya mewakili Aceh yang selalu indah untuk diceritakan segala tentangnya, ada bagian di Asian Games 2018 yang benar-benar harus saya promosikan. Saya ketepikan berbagai isu sensitif lain saat menulis BungaAceh; Engkau Harum di Angkat Besi Asian Games 2018.

Saya tidak hanya bangga Aceh terlibat dalam ajang olahraga ini tetapi saya ikut merasakan bagaimana perjuangan seorang atlet yang berasal dari Aceh. Setahu saya, sulit sekali atlet Aceh menembus klub-klub besar sehingga ikut terlibat dalam berbagai arena olahraga. Saat sosok itu ada, maka saya kabari ke dunia bahwa Aceh memiliki ‘harum’ yang sama.

Buku kami akan menjadi catatan sejarah pelaksanaan Asian Games 2018 di Indonesia. Jika isu kekinian di media sosial langsung tenggelam meskipun pernah jadi trending topic tetapi buku tidak demikian. Meskipun internet tak bisa dibendung, buku tetap abadi sepanjang masa karena tidak perlu baterai maupun paket data.

Kominfo dan Bitread Publishing menerbitkan 2 buku yaitu kategori pelajar/mahasiswa dan bloger. Tema yang diangkat cukup menarik, bloger mengambil tema ‘Dukung Asian Games dari Daerahku’ dan pelajar/mahasiswa dengan tema ‘Aku Bangga Asian Games di Negeriku’.

Buku bersama untuk dukung Asian Games 2018.
‘Kita Indonesia’ menjadi kalimat yang benar-benar merinding. Pesawat yang membawa kami dari Aceh mendarat dengan selamat di Terminal 3 Ultimate Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Saya dan Haikal Razi, pemenang kategori pelajar/mahasiswa, bergegas menuju area penjemputan. Waktu terasa sangat terburu, jadwal telah menunggu di Hotel Millenium, Jakarta Pusat. Begitu pintu kamar ditutup, ruang acara dihidupkan AC, maka perkenalan dimulai seketika.
Dari Aceh ke Jakarta untuk Asian Games 2018.

Sebenarnya, tidak banyak materi menulis dalam tajuk Writingthon Asian Games ini. Kami lebih santai, saling berkenalan dari Sabang sampai Merauke, maupun saling bertukar pendapat yang menyenangkan. Di antara kami, tentu saja ada peserta yang menarik perhatian. Johan dari Papua misalnya, seringkali tampil di depan karena kabar dari negerinya yang begitu tabu.

Mungkin juga tentang David, si anak sagu dari Maluku Utara yang hampir ketinggalan pesawat. Kisahnya ini kami masukkan ke dalam tugas menulis kelompok yang ditulis selama 1 jam dengan judul 5 Rasa Unik di Writingthon Asian Games 2018.

Lantai 4 hotel yang juga merayakan 17 Agustus ini menjadi tempat istirahat malam harinya. Lelah selama perjalanan, writingthon yang bagai olahraga saja, badan ingin segera istirahat tetapi udara malam Jakarta menjadi keharusan untuk menciumnya. Saya bersama Taumy dari Sulawesi dan Rahmat Hidayat dari Maluku, sejenak memeluk malam di Jakarta sebelum ke kamar.

Malam yang indah dari Jakarta.
Babak perkenalan di hari pertama terlewatkan begitu saja. Hari kedua menjadi ‘penentuan’ soal ‘Kita Indonesia’ dan juga dukung bersama Asian Games 2018. Dukungan kami barangkali berbeda tetapi sekali lagi, dukungan ini akan membekas sepanjang masa. Bitread Publishing memberikan beberapa catatan penting dan games seru. Kominfo juga ikut mengucapkan terima kasih kepada kami yan terlibat aktif dalam menulis tentang kita, Indonesia!

Jalan-jalan ‘Kita’ sebagai Tamu Negara

Kami adalah ‘tamu’ negara. Belum pernah atau saya tidak tahu, orang dari entah siapa mendapat undangan khusus untuk hadir di acara besar dengan taraf internasional. Saya begitu merinding dan ingin mengulang apa yang terjadi sejak 15 Agustus sampai kami pulang ke daerah masing-masing di 19 Agustus. Service dari pemerintah langsung terasa begitu Bitread Publishing menyerahkan kami ke Kominfo.

Jika tanggal 15 sampai 16 pagi kami ditempa untuk melahirkan karya maka lepas siang sampai waktu pulang nanti adalah bersenang-senang saja. Kami tidak lagi dituntut untuk menulis karena buku telah terbit – informasi yang saya terima buku ini tidak dijual dan hak cipta ada di Kominfo.

Kami dimanjakan dalam semaraknya Asian Games di Jakarta & Palembang ini. Agenda utama malam itu adalah dinner bersama Kominfo dan juga Menkominfo, Bapak Rudiantara, di Gedung Arsip Nasional.

Jujur saja, sudah beberapa kali ke Jakarta tetapi baru kali ini saya tahu gedung bersejarah ini. Setelan formal telah menunggu. Di depan hotel, 5 bus menanti kami; di mana selain 68 pemenang kompetisi menulis juga tambahan dari pemenang dance competition, lomba lari, influencer yang cantik dan tampan, serta Duta Suporter Indonesia. Jadi, keseluruhan kami yang kemudian disingkat saja menjadi Duta Suporter ini lebih kurang 300 tamu kehormatan.

Jam 6 menjadi start jalan-jalan kami. Kami semua masuk bus berdasarkan nama yang telah dibagi sebelumnya. Pemenang writingthon menduduki bus 1 dan sisanya ke bus 2. Tidak pernah terpikir sama sekali bahwa perjalanan kami akan dikawal. Sosok gagah di atas sepeda motor polisi itu sesekali membunyikan sirene. Saya lihat, 2 orang yang akan mengawal kami. Begitu semua bus siap, satu sepeda motor besar itu melesat ke depan dengan aungan sirene menyalak ganas. Tangan kirinya mengisyarakatkan pengendara lain untuk minggir atau memberi jalan.

Saya merinding, terharu dan hampir menangis yang mungkin jadi cengeng menulisnya di sini. Tetapi, begitulah kenyataannya dan tidak mungkin saya mengulang dengan mudah sebagai ‘tamu’ negara dalam beberapa waktu ke depan.

Gedung Arsip Nasional terlihat sangat mewah dan eksotis. Kursi-kursi disusun rapi di halaman dalam dan panggung utama langsung memperlihatkan ucapan selamat datang. Ini bukan seperti dinner biasa tetapi sebuah penghargaan kepada kami yang telah berbuat banyak terutama dalam mempromosikan Asian Games 2018.

Kami menikmati suasana dengan histeris dan mengabadikan momen indah dari segala sisi. Jepretan kamera digital maupun dari smartphone terlihat di mana-mana. Tidak ada yang mau melewatkan momen indah di malam itu.

Dinner bersama Kominfo di Gedung Arsip Nasional.
Suasana makin kentara saat pemandu acara yang tampan dan cantik naik ke atas panggung utama. Tepuk tangan di mana-mana. Suara kur juga terdengar merdu sekali saat disebut undangan dari kategori apa. Pemenang writingthon terdengar sangat bersemangat begitu dipanggil. Malam yang terus beranjak sepertinya hanya memetik bahagia saja. Seremoni sesaat dengan ucapan terima kasih dan nasihat dari perwakilan Kominfo, lalu makan malam yang diiringi oleh indie band.
Penampilan indie band yang memukau.

Ada hal yang sangat menarik dari grup musik ini. Sepanjang denting sendok dan garpu di atas piring, lagu-lagu yang dibawakan tak lain irama lawas dan lagu-lagu daerah. Khas sekali dan serupa dengan penampilan dari penyanyi wanita itu. Meski lagu daerah dan lagu rasa kemerdekaan tetapi benang merahnya sampai ke telinga kami yang masih muda. Johan, adalah ‘pahlawan’ dari writingthon yang ikut bergoyang di depan. Tak lama setelah itu, piring-piring telah kosong di atas meja.

Bapak Menteri yang datang terlambat usai Rapat Paripurna di Senayan, memberikan sambutan hangat. Namun, bukan sambutan yang sangat dinanti oleh kami melainkan sesi foto bersama dan swafoto oleh beberapa peserta yang berani. Saya langsung ciut jika ingin meminta foto selfie karena alasan-alasan yang tak jelas.

Sambutan dari Menkominfo, Bapak Rudiantara.

Jalan-jalan ‘kita’ sudah berakhir setelah bertemu dengan Bapak Menkominfo? Rupanya belum. Agenda yang kemudian kami dapatkan membuat decak kagum. Di pagi 17 Agustus, saat orang lain sibuk dengan upacara bendera, kami juga sibuk mengantre pengambilan atribut #dukungbersama di kamar panitia. Setelan telah diterima, Kota Tua telah menunggu kami. Kaos merah dengan tulisan putih #dukungbersama kemudian memerahkan Kota Tua

Kota Tua yang panas menjadi saksi bahwa suporter Indonesia dengan sangat antusias mendukung Asian Games 2018. Gedung-gedung bersejarah kami masukin untuk cari tahu tentangnya, atau berfoto saja.

Saya melihat kawan-kawan yang memakai kaos merah tak jemu memotret ke segala arah. Momen yang sulit dilupakan. Kelompok yang telah dibagi menjadi 10 orang juga menarik perhatian agar tidak tersesat. Tentu, kami tidak bisa melewatkan swafoto karena belum tentu anggota 10 ini akan dipertemukan kembali suatu saat nanti.

Selfie dulu di Kota Tua, Jakarta.

Kembali masuk ke dalam bus usai salat Jumat, lagi-lagi jalan kami sangat mulus menuju Taman Impian Jaya Ancol. Pengawalan yang ketat kembali diberikan dan banyak mata menatap kami dengan terbinar. Mungkin mereka berpikir kami adalah atlet. Mungkin juga hanya mengira tamu negara saja. Rombongan kami sangat mudah ditebak karena kaos merah dengan tulisan besar di bagian dada. Lautan merah ini kemudian mensesaki salah satu rumah makan di Ancol.

Kembali duduk berkelompok, menu yang terhidang telah menggoda selera. Ikan dan daging serta sayur menjadi perpaduan yang menggoyang lidah. Panitia telah mengatur sedemikian indahnya sehingga tidak bercampur antara bus 1 dengan bus 2 atau lainnya. Demikian juga dengan kelompok dari bus, tiap kursi telah disusun untuk 10 orang sehingga kelompok perkelompok tidak terpisahkan.

Makan siang di Taman Impian Jaya Ancol.

Kami menghabiskan menu dengan segera karena panitia berujar, “Surprise sedang menanti kalian!”

Entah kejutan apa yang menanti. Seolah-olah kami paham betul bahwa undangan dari pemerintah ini penuh dengan kejutan. Bus membawa kami ke area yang ramai wisatawan. Seketika, kaos merah berganti putih.

Kami dibawa ke salah satu kafe yang menghadap ke laut lepas. Indah sekali pemandangan dari sana dengan matahari terbenam persis di atas Jakarta. Gedung-gedung pencakar langit terlihat begitu angkuh dari kejauhan. Lampu-lampu mulai menyala di senja itu dan kami telah berleha-leha di atas bantal warna-warni.

Bolak-balik sebagian dari kami mengambil snack. Matahari yang terbenam tidak terasa sama sekali karena musik dari DJ yang memutarnya begitu membuai waktu. Lagu demi lagu diputar di antara bahak tawa di sana. Tidak ada yang mau melewatkan kebahagiaan itu dan semua penasaran dengan kejutan selanjutnya.

Senja yang indah di Ancol, Jakarta.
Kejutan pertama datang dari Yosi Project Pop yang mengajarkan kami beberapa yel-yel.
Salah satu yang paling populer dengan bunyi begini.Indonesia!
Tepuk
tangan.
Indonesia!
Tepuk
tangan.
Indonesia!
Tepuk
tangan.
Indonesia!
Tepuk
tangan.

Yel-yel ini nantinya akan menggema di seluruh Stadion Gelora Bung Karno saat Opening Ceremony Asian Games 2018. Tidak hanya sekali tetapi berkali-kali dan itu terjadi hampir tiap sesi.

Raim Laode ikut mengocok perut kami. Guyonannya menjadi ciri khas dan pemanis senja yang telah kembali ke peraduan. Selain stand up comedy, kuliah umum tentang fenomena anak muda di internet juga disampaikan oleh perwakilan Kominfo.

Lesehan yang nikmat di Ancol.

Bantal persegi panjang yang jika diduduki atau tiduran di atasnya langsung ciut, telah penuh di segala sudut. Warna-warna cerah membuatnya begitu indah saat diterpa cahaya lampu di atas kami. Diiringi lagu yang menghentakkan telinga kami menyantap makan malam.

Pembawa acara berulangkali menyebut bahwa kami akan mendapat kejutan paling seru. Meski menunggu, tidak ada yang terlihat di antara kami memasang wajah lelah. Keseruan itu kemudian terbayar begitu nama d’Masiv dipanggil.

Penutup makan malam yang benar-benar tak akan pernah dilupa. Pemerintah, dalam hal ini melalui Kominfo, menghadirkan ‘konser’ d’Masiv hanya untuk kami yang memiliki peran penting dalam mendukung Asian Games 2018.

Tak ada pengawalan dari bodyguard, tak ada penghalang, tidak ada pagar besi; kami bebas mau salaman dengan Rian yang terus bernyanyi atau sekadar berswafoto. Lagi-lagi saya tidak berani meskipun ada kesempatan untuk selfie dengan vokalis berbadan tegap itu.

Penampilan d’Masiv yang memukau.

Kami Terima, Salam dari 1.500 Penari Ratoh Jaroe

Jika di pagi kami telah singgah ke Taman Mini Indonesia Indah, sekadar bersenang-senang dan juga mencari tahu banyak hal di Museum Penerangan. Maka, keluar dari TMII, kaos putih berganti dengan biru untuk menuju ke GBK.
Inilah mesin tik tertua di Museum Penerangan TMII.

Kembali tentang Opening Ceremony Asian Games 2018 yang dibuka dengan aksi heroik Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo. Sorak bergembira terdengar jauh sebelum itu. Ronal Surapradja dan Tike Priatnakusumah membuka pra-event dengan penuh semangat disusul dua penyanyi Indonesia, Yura Yunita dan Evi Masamba. Indonesia menggema di seluruh Stadion Gelora Bung Karno.

Berdesak-desak, itu pasti. Antrean panjang rupanya hal yang wajar jika ada konser di sana. Dari segala sudut adalah mereka yang datang dengan senyum sumringah. Anak-anak. Remaja. Orang dewasa. Laki-laki. Perempuan. Bersama teman atau keluarga. Semua berbaur untuk masuk ke dalam GBK. Sedangkan kami? Tentu saja, lautan biru dengan tulisan #dukungbersama di dada adalah sebuah tanda jikalau ada yang terpisah dari rombongan.

Keluar dari bus saja, saya telah merasakan bagaimana terhimpitnya kami nanti. Perjuangan untuk sampai ke stadion juga butuh pengorbanan; selain berdesak-desakan juga pengecekan dari pihak keamanan yang sangat ketat. Arus manusia tak bisa dibendung yang datang dari segala sisi.

Semua memegang tiket masuk yang entah kelas ‘biasa’ atau VIP. Saya sendiri – juga pemakai kaos biru serupa lainnya – tak bisa berkata apa-apa saat panitia menyerahkan tiket masuk kelas VIP. Harga tiket yang fantastis tentu menjadi tolak ukur tersendiri selain duduk di tribun utama, menghadap persis ke panggung utama dengan gunung buatan indah sekali.

Pembukaan Asian Games 2018 Indonesia

Saya sungguh tidak mampu berkata apa-apa. Semula hanya berpikir bahwa setelah menerbitkan buku, usailah dukungan kami terhadap Asian Games 2018. Namun, pemerintah rupanya memberikan penghargaan lain terhadap kami untuk menikmati suguhan paling manis di Pembukaan Asian Games 2018 Indonesia yang mana menjadi seremoni terbaik sepanjang sejarah Asian Games.

Mari kita masuk!
Takjub itu langsung menyeruak dada saat duduk di kursi warna merah yang langsung terlipat otomatis jika tidak ditempati. Pemandangan ini menjadi sebuah hal yang tidak bisa saya definisikan dengan kata-kata, sebuah mahakarya yang sulit dibuat tanpa kerja keras, pengorbanan dan kreativitas tinggi. Di hari masih terang, beginilah penampakan panggung yang disulap menjadi gempita dengan sorotan lampu di malam nanti.
Tata panggung Opening Ceremony Asian Games 2018 yang menakjubkan.
Pukul 15.00 menjadi waktu pilihan untuk open gate, tak lama setelah itu kursi-kursi terisi dengan sendirinya. Di satu sesi nanti, penonton diminta untuk menghidupkan cahaya melalui smartphone mereka dan saat ‘latihan’ saja penampakannya begitu indah sekali. Tak ada yang mengeluh. Tangan terlalu sibuk untuk menekan tombol Lighting atau lampu senter dari smartphone mereka.
Inilah kita, Indonesia!

Tibalah saat yang dinanti. Ucapan salam dari 1.500 penari Ratoh Jaroe. Kami terima salam. Kita telah menerima salam dari mereka. Tarian yang begitu indah dan mempertontonkan keelokan Indonesia kepada dunia. Tidak hanya merinding tetapi perjuangan untuk sempurna di malam puncak itu tidak mudah. Saya tidak hanya salut tetapi sangat terpukau dengan kerja keras dari mereka yang masih duduk di bangku SMA.

Saya pikir, sebelum masuk ke GBK, karena penyanyi yang diundang adalah mereka yang sangat terkenal, mungkin akan membawakan lagu masing-masing. Rupanya benar-benar berbeda, bernapas, bercirikan Indonesia sejati, tentang kita, Indonesia yang diakhiri dengan letusan kembang api.

Tarian demi tarian dipertontonkan, lagu-lagu manis dari berbagai daerah diperdengarkan dari suara indah Rossa, Fatin, Raisa, Kamasean dan penyanyi lainnya. Tarian silih berganti dalam waktu singkat. Cahaya juga berganti persekian detik. Semua berpadu dalam irama yang khas, kecepatan yang maksimal dan juga keindahan yang tidak akan pernah dilupa.

Penampilan pendukung acara yang keren.

Wisnutama adalah sosok dibalik suksesnya Opening Ceremony Asian Games 2018. Jika teman penulis blog lain sempat berswafoto dengan CEO NetTV ini, saya malah tidak sempat melihat wajahnya secara langsung. Sosok ini pula yang memadukan tradisional dengan elektrik.

Gempita tentang ‘Kita Indonesia’ dibalut dengan babak akhir di mana musik elektronik dan tarian khas demikian menggenapkan keindahan malam itu. Tidak bisa tidak. Cahaya yang padam lalu menyala kembali di sisi berbeda membuat kita mengenang sebuah pembukaan ini sebagai kenangan paling manis.

Ditutup dengan musik elektronik.
Saya ikut bangga hadir di GBK malam itu. Saya ikut terlena. Saya ikut terteriak ‘Indonesia’ karena siapa kita tak lain adalah Indonesia. Kita tentu harus bangga dengan Indonesia. Tak boleh kita membuat sindiran untuk negara sendiri karena meski disebut ‘awam’ saya cuma dapat berujar, “Opening Ceremony Asian Games 2018 best is the best!”
Saya bangga Asian Games 2018 sukses karena saya Indonesia.

‘Halo, Para Atlet!’

Usai tarian Ratoh Jaroe adalah babak yang paling dinanti, yaitu ‘perkenalan’ atlet atau negara peserta Asian Games 2018. Bagian yang menarik adalah musik yang tadinya berhenti usai Bungoeng Jeumpa dan kembang api meledak di udara, diganti dengan musik lembut di mana para penari membentuk jalan melingkar mirip lautan. Di tengah-tengah itulah para atlet dari berbagai negara melambaikan tangan.
Parade atlet yang menakjubkan.
Nama Indonesia terus didengungkan seperti yel-yel yang telah saya sebut. Saya dibuat lebih merinding karena ‘Kita Indonesia’, karena saya ada di sana. Saya ikut sebagai saksi sejarah yang tidak pernah terulang kembali. Dari atas tribun – kursi penonton – kami menyapa para atlet dengan sebutan ‘Indonesia’ berulangkali. Sapaan yang terus berdengung meskipun Meraih Bintang telah dinyanyikan oleh Via Valen dengan merdunya.
‘Kita Indonesia’ untuk Asian Games 2018.

Dari tribun ini pula doa-doa kami panjatkan untuk ‘Kita Indonesia’ yang akan berlaga di Asian Games 2018. Dukungan mengalir sejak Opening Ceremony Asian Games 2018 di GBK sampai atlet kita meraih prestasi. Saya ikut bahagia karena prestasi mereka benar-benar nyata.

Peringkat 4 bukanlah mudah diraih dengan 31 emas, 24 perak dan 43 perunggu. Inilah perjuangan yang sebenarnya. Inilah saatnya Indonesia menjadi lebih baik. Saya rasa, dukungan dari berbagai elemen menjadi penentu atlet kita meraih banyak medali.

Saya ikut terlibat, kamu juga. Kejutan manis dari Opening Ceremony Asian Games 2018 berujung kepada bangganya kita terhadap atlet Indonesia. Keikutsertaan kami dalam acara ini memperlihatkan bahwa Menuju Indonesia Maju itu tidak membeda-bedakan, tidak curhat kegagalan tetapi memberikan konstribusi kepada negeri. Kami telah ‘menyapa’ para atlet melalui buku bersama dari Kominfo dan Bitread Publishing. Bagaimana dengan kamu?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *