Aceh Sudah Pernah Tsunami, Untuk Apa Khawatir Virus Corona? – Kadangkala, kita menyepelekan yang akan menjadi petaka besar. Mungkin pernah mendengar hal demikian. Jika percaya sangat beruntung hidup yang kacau ini. Jika tidak percaya, maka berdoa saja agar dampak yang dirasa dunia tak sampai padamu.
Daftar Isi
Aceh Sudah Pernah Tsunami
Beda tsunami. Lain pula Virus Corona Covid-19. Tsunami datang sekali, menghancurkan semua lalu pergi. Virus Corona datang perlahan-lahan, menghabisi pelan-pelan, sampai tercekik sekalipun, dan pertolongan entah kapan akan datang. Karena, orang yang akan menolong juga takut mendekati.
Saat tsunami bantuan datang dari banyak negara. Aceh dipenuhi oleh bule tampan, gagah dan kuat menyingkirkan puing-puing berserak. Kotak-kotak mi instan ada di mana-mana. Air bersih dibangun dengan peralatan canggih dan modern. Tenda-tenda darurat ada di mana-mana. Roti tentara di bagi-bagi ke anak-anak. Mayat-mayat dicari, dibungkus, lalu dikuburkan secara masal. Semua seketika untuk membangun senyum Aceh yang telah kehilangan jati diri.
Baca Juga: |
Satu negara datang. Negara lain ikut-ikutan. Rasa kemanusiaan yang tak terperi dalam hati dan keinginan untuk membantu. Sedih sudah tidak terkira. Kehilangan nyawa dalam sekejap. Badan sakit entah bagaimana rupa. Tempat tinggal rata dengan tanah. Ingin pulang tetapi tidak tahu ke mana. Tatapan kosong ke lautan lepas yang telah kembali tenang, dalam lara yang tak pernah terobati sampai usia senja.
Itulah tsunami. Gempa bumi dahsyat dan gelombang tinggi yang meluluhlantakkan Aceh dan 14 negara lain di dunia yang berbatasan dengan Samudra Hindia. Semua tiba-tiba. Napas belum dihela untuk minta tolong, tubuh telah digulung air berlumpuh. Ditarik ke dasar laut, dilempar ke udara oleh ombak besar, ditarik kembali dengan kecepatan tinggi, bersanding dengan pecahan baca, bata bangunan roboh, seng patah; yang mencabik raga sampai hilang entah ke mana.
Ratusan ribu nyawa hilang dalam seketika. Tangis di mana-mana. Lantunan irama menyedihkan saat pemulihan jiwa dan raga. Bukan waktu yang sebentar Aceh memulihkan sakit yang diderita. Pesisir barat yang putus. Komunikasi yang terhambat. Sinyal ponsel hilang di mana-mana. Daerah terisolir yang tak tahu kapan akan dijangkau. Entah di sana masih ada yang bernyawa, entah telah kering terkubur sendiri.
Orang Aceh bilang. Kita sangat tegar. Saya akui. Tak ada orang di Aceh yang lemah dalam memaknai takdir ini. Aceh bangkit membangun guduk dengan bantuan – dan tidak sama sekali. Orang Aceh kembali ke laut untuk menjala ikan. Bangunan dibangun di sisi pantai. Pemandangan indah mengantar halusinasi tinggi tentang dunia dongeng.
Orang Aceh kuat. Saya percaya itu. Kita tidak lupa tsunami, tidak mungkin enggan berkirim doa kepada sanak keluarga yang telah tiada. Semua kisah tentang tsunami dipajang dalam bingkai keluarga masing-masing. Tiba masa tertentu, kisah ini akan diulang kembali dalam airmata tak henti.
Pada 26 Desember 2004, pagi yang cerah di pukul 07:28:53 gempa tiba-tiba menggoyangkan badan. Gempa kemudian terjadi hampir 10 menit, dengan getaran horizontal dan vertikal. Semua orang berhamburan ke luar rumah. Bangunan sudah roboh. Teriakan di mana-mana. Belum ada di benak kami, bahwa setelah itu akan terjadi musibah lebih mengerikan.
Aktivitas dijalankan seadanya saja. Duduk di depan rumah. Bercerita tentang semalam. Ada pula yang berkeliling melihat keadaan kota. Di pantai, air laut surut sangat jauh. Orang-orang berlarian ke tepi untuk memungut ikan yang terkelepar. Di sisi lain, segala jenis binatang mulai ribut dan berlarian ke darat; burung terbang tinggi, ayam berkokok gila-gilaan, anjing berlari menjauh dari laut dalam gonggongan panjang, dan kucing tak berhenti mengeram dalam perih memberi tahu majikannya musibah besar datang.
Tak ada yang tahu, kecuali setelah air laut berdiri tegak lebih kurang 30 meter atau 100 kaki dari atas permukaan pada pukul 08:58:53. Hentakan kuat, meraba semua yang ada di depannya. Raungan manusia sudah tak ada gunanya. Cicit burung cuma mereka saja yang mengerti.
Sudahlah berakhir. Dengan 230.000–280.000 jiwa meninggal di 14 negara dan Indonesia (Aceh dan Nias), dengan Aceh sebagai pusat malapetaka harus kehilangan 167,799 dan 500,000 kehilangan tempat tinggal. Asa telah berlabuh jauh karena hati telah hancur. Tak bisa bersama lagi. Tak ada waktu untuk menyemai asmara dalam suka maupun duka.
Disebut, Aceh sangat kebal karena pernah merasakan musibah terbesar di dunia. Aceh tak akan pernah derita lagi karena sudah pernah. Percayakah kita pada hal demikian? Coba jangan melihat sebab-akibat dari tsunami Aceh, tetapi lihat kepada perilaku kita yang masih ada di Aceh saat ini. Dari atas sampai ke rakyat jelata; hampir semua munafik dalam menilai arti kemerdekaan dalam hidup.
Untuk Apa Khawatir Virus Corona?
Sungguh keterlaluan. Di masa orang khawatir, takut akan musibah yang tidak bisa ditebak, masih ada yang berujar demikian. Rencana Tuhan memang sudah ada, takdir sudah jauh sebelum kita lahir, tetapi menghindari dari apa yang bisa dicegah adalah tugas dari manusia itu sendiri.
Dalam sebuah riwayat, disebutkan bahwa pada masa Umar bin Khattab memerintah, terjadi wabah penyakit di negeri Syam (Syiria). Wabah penyakit ini terjadi pada bulan Rabiul Awwal tahun ke-8 hijriyah. Gubernur Syam, Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, menghadang Umar dan rombongan yang ingin ke Syam di Saragh, wilayah terpencil di Lembah Tabuk, yang jauh dari wabah penyakit. Abu Ubaidah memberitahu Umar telah terjadi wabah penyakit di daerah kekuasaannya.
Muhammad Fuad Abdul Baqi, dalam Kitab Al-Lu’lu wal Marjan, menyebutkan bahwa Umar menggelar diskusi dengan para tokoh di dalam rombongan dan tokoh dari Syam. Ada yang menyarankan Umar untuk terus berjalan ke Syam, ada pula yang memintanya kembali ke Madinah. Umar juga tidak mendapatkan titik temu setelah bertemu dengan kaum Anshar. Terakhir, Umar memanggil sesepuh Quraisy yang telah memeluk Islam setelah peristiwa penaklukkan Makkah.
Umar mengambil keputusan, dalam riwayat yang sama Umar berujar, “Aku akan berangkat besok pagi (ke Madinah) mengendarai tungganganku, maka kalian pun berangkat besok pagi mengendarai tunggangan kalian,” Abu Ubaidah keberatan, “Apakah Engkau ingin lari dari takdir wahai, Amirul Mukminin?” Umar menjawab dengan lantang, “Ya. Kita akan lari dari takdir Allah menuju takdir Allah yang lainnya!”
Abdurrahman bin Auf, dalam sabda Rasulullah, saw. menenangkan Abu Ubaidah yang tidak menerima keputusan Umar bin Khattab, “Apabila kalian mendengar ada suatu wabah di suatu daerah, maka janganlah kalian mendatanginya. Sebaliknya, kalau wabah tersebut berjangkit di suatu daerah, sedangkan kalian berada di sana, maka janganlah kalian keluar melarikan diri darinya!”
Umar meminta Abu Ubaidah untuk meninggalkan negerinya. Gubernur Syam itu menolak sampai terkenal wabah penyakit dan meninggal. Kepemimpinan Syam kemudian diambil oleh Muaz bin Jabal yang juga meninggal setelah terjangkit wabah penyakit itu.
Amr bin Ash menjadi gubernur yang melakukan penyelamatan bagi negeri Syam. Langkah yang dilakukan adalah memisahkan antara orang yang sakit dengan yang sehat. Negeri Syam perlahan-lahan membaik dan pulih dari wabah penyakit. Sekarang dikenal dengan isolasi diri atau lockdown.
Masih Tidak Khawatir dengan Virus Corona?
Sikap bandel kita hanya kitalah yang tahu. Hal kecil saja bisa membawa pengaruh besar. Kita tahu kalau diri sakit, tetapi tidak mau berobat – isolasi diri – dan malah berinteraksi dengan orang lain. Virus Corona Covid-19 bukanlah virus HIV yang menular melalui hubungan badan maupun perantara darah. Kematian akibat virus HIV juga jika telah sampai mengidap AIDS, saat kekebalan tubuh terjatuh dan imunitas tidak ada sehingga harus ARV tiap saat – minum obat secara rutin dan tepat waktu.
Ada yang sebut Virus Corona adalah flu biasa. Saya memang tidak ada kapasitas untuk menjelaskan ini. Flu biasa saja atau orang demam tinggi saja bisa meninggal seketika juga bukan? Film ‘The Flu’ yang diproduksi Korea Selatan lebih kurang menjabarkan kondisi saat ini. Dimulai dari imigran gelap, menyebar melalui bersin dan batuk, lalu tidak terdeteksi, sampai kemudian terinfeksi banyak orang dalam waktu berdekatan.
Sejarah Aceh juga mencatat ada sebuah virus yang mematikan pernah menghantui masyarakat. Di Aceh sendiri, seekor ayam mati mendadak, lalu puluhan ekor lain ikut mati, maka ayam itu disebut kena penyakit ta’eun.
Aceh pernah mencekam di akhir abad ke-18. Tentara Belanda membawa virus ke Aceh yang disebut ‘the black death’ atau di Indonesia dikenal dengan kolera. Namun, berbeda dengan Aceh, wabah penyakit ini disebut ‘ta’eun ijak brok’ atau ‘ta’eun wabasampoh’, yang membuat Aceh kehilangan banyak nyawa. Semula, wabah penyakit ini dikira hanya menjangkiti orang-orang miskin saja, tak lama orang-orang yang kerja di perkantoran Belanda, dan orang kaya juga mengalami hal serupa.
Baca Juga: |
Masyarakat Aceh di kampung-kampung menggelar doa tolak bala dan membakar kain-kain kotor. Sehabis magrib, obor dinyalakan dan orang-orang berdoa keliling kampung. Orang yang sudah teramat benci kepada Belanda, yang disebut pembawa wabah penyakit, juga membakar barang-barang pemberian serdadu.
Orang yang terkena ‘ta’eun ija brok’ ini kemudian dikucilkan oleh banyak orang karena mudah menular. Yang paling menyedihkan, anak gadis dari keturunan yang terinfeksi tidak ada yang mau menikahinya. Paul van t’Veer dalam penelitiannya di tahun 1985 menulis, saat mendarat di Aceh, kapal Belanda dari Batavia telah terjangkit kolera dan sekitar 60 orang meninggal dalam perjalanan. Setiap hari, kematian bertambah mencapai 150 orang.
Muhammad Said, dalam catatannya menulis di tahun 2007, tentara Belanda yang telah menguasai Masjid Raya, kemudian bergerak ke Istana Kesultanan Aceh. Bukan perang yang kemudian terjadi, tetapi wabah kolera yang merabak ke seluruh istana. Sultan Mahmud adalah satu dari 150 orang meninggal karena ‘ta’eun ija brok’ ini. Wabah penyakit mematikan tersebut baru berakhir di Aceh pada pertengahan abad ke-19.
Bagaimana sejarah mengabarkan, begitulah kisah yang akan diingat turun-temurun. Kita yang bandel, “Ah, masih di China,” kita yang tidak mengindahkan, “Italia jauh kok,” kita yang tidak peka akan pelajaran masa lalu, “Berkumpul saling menguatkan,” kita yang tidak belajar dari keputusan para sahabat Nabi, “Traveling kan nggak salah,” lalu mendatangi tempat wabah penyakit itu sendiri!
Apakah Virus Corona Covid-19 Bencana Alam?
Mungkin, sebagian dari kita memberikan pendapat, datangnya Virus Corona Covid-19 sebagai bentuk bencana alam. Itu salah besar. Bencana alam berkaitan dengan gempa bumi, tsunami – sudah disebutkan di atas – maupun bentuk lain yang disebabkan oleh alam itu sendiri.
Virus Corona Covid-19 datang karena manusia itu sendiri. Sudah dianjurkan untuk tidak memakan makanan yang diharamkan karena efeknya sangat besar. Sudah diberi arahan, jangan mendekati dan keluar dari daerah terdampak wabah penyakit, kita sendiri yang menjemputnya.
Secara umum, datangnya Virus Corona Covid-19 dijabarkan oleh ahli dari kelelawar ke ular lalu ke manusia. Kebiasaan masyarakat Wuhan menyantap sup kelelawar dan sup ular jadi babak awal menularnya virus ini. Dalam sebuah kisah disebut, kelelawar tak lain binatang yang kebal. Segala jenis virus yang masuk ke dalam tubuhnya dapat ditahan karena imunitas diri yang kuat. Hal ini juga yang mendasari kelelawar tidak boleh dimakan. Dalam banyak pendapat, saya menjabarkan beberapa agar kita memahami dengan baik.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amru, ia berkata, “Janganlah kalian membunuh katak, karena suaranya adalah tasbih. Janganlah membunuh kelelawar, karena ketika Baitul Maqdis dirobohkan ia berdoa, ‘Ya Allah, berikanlah aku kekuasaan untuk mengatur lautan, sehingga aku bisa menenggelamkan mereka (orang yang merobohkan Baitul Maqdis,’” (HR. Al-Baihaqi dalam al-Kubraa 9:318 dan Ash-Shughraa 8:293 No. 3907 dan al-Ma’rifah Hal. 456. Al-Baihaqi menyebutkan sanad hadits ini shahih).
Dalam As-Sunan Ash-Shaghir, Juz 4, Hal. 59, terdapat hadis yang artinya, “Diriwayatkan dari Aisyah tentang kelelawar. Dia adalah hewan yang memadamkan api dengan sayap-sayapnya pada saat Baitul Maqdis dibakar,”
Kita tidak selalu mendebatkan tentang tafsir ini karena tidak ada kapasitas. Apalagi zaman sekarang, orang yang dalam ilmu agama menjadi pendiam, yang tidak tahu sama sekali menjadi selebriti di media sosial; entah dibayar atau ingin terkenal saja. Dalam hal memaknai hadits di atas, bagi yang berpikir, maknanya sangat dalam sekali. Di suatu masa nanti, seperti yang disebut dalam banyak riwayat, saat kejayaan Islam runtuh – dan tanda-tandanya sudah terlihat – kelelawar akan menjadi penolong; dengan cara apa, bagaimana, kita tidak pernah mengetahui. Umat Islam bisa berkaca kepada Burung Ababil yang menyelamatkan Kabah.
Yusuf Mansur memberikan pandangan, “Ular bertaring. Nabi melarang memakan binatang buas yang bertaring. Ular termasuk binatang yang diperintahkan Nabi untuk dibunuh karena membahayakan. Ular termasuk binatang yang buruk/menjijikkan. Menurut Mazhab Hanbali dan Mazhab Syafi’i haram. Karena termasuk dalam binatang yang buruk dan menjijikkan,” (cnnindonesia.com, 26/01/2020).
“Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang khobits (buruk),” (QS. Al-A’raaf: 157).
Lalu, muncul pertanyaan, kenapa juga hewan ini diciptakan? Semua makhluk yang ada di dunia ini ada maksud dan tujuan untuk hidup. Kelelawar sudah saya sebutkan; salah satunya penangkal virus karena imunitas tubuhnya kebal. Ular menjadi berguna saat musim sawah di mana membasmi hama secara alamiah. Namun, bukan berarti kita menyantap hewan ini karena ingin mencoba hal baru atau terlihat keren.
Kedua hewan yang disebutkan ini memiliki kapasitas tersendiri. Baik dalam memproduksi virus maupun membuat virus yang masuk tidak mati setelah dicerna dan tidak ada efek untuk hewan itu sendiri.
Manusia memang berbeda. Saat dilarang menghadang, saat disuruh tidak mau datang. Larangan datang karena ada mudharatnya. Dengan demikian, di mana letak manusia sebagai makhluk yang dianugerahi akal pikiran?
Virus Corona Covid-19 dan Malatepaka Dunia
Pernah terdengar, Indonesia tidak akan sampai Virus Corona karena selalu berpeluh, makan nasi, atau minum jamu. Amerika juga pernah menyelepekan karena negara adidaya dan jauh dari China. Tetapi, siapa sangka dengan penyebaran yang ‘mudah’, bandara terbuka di mana-mana, virus ini menyebar dengan senang hati.
Wabah yang lebih mengerikan ada di diri kita sendiri. Ketakutan yang melanda dan tidak kuatnya benteng di dalam diri, kemudian memilih keluar dari zona merah atau masuk ke zona merah. Padahal, sikap Umar yang telah disebutkan, jauh lebih baik daripada mengikuti hawa napsu dalam ketakutan.
Sebaran kasus yang terinfeksi Virus Corona Covid-19 di Indonesia meningkat tajam. Orang yang pulang dari luar negeri lalu bandel jalan-jalan dan salaman. Orang dari kota besar pulang kampung karena demam. Dan banyak faktor lain di mana tidak mudah dibendung apalagi kalau sudah sampai ke kelurahan di kampung, dengan pelayanan kesehatan minim.
Data yang mengerikan untuk Indonesia karena tidak ada Rapid-test seperti di negara maju seperti Korea Selatan. Negeri para oppa ini memang memiliki cara tersendiri untuk bertahan, bukan saja karena mereka negara kaya. Keputusan presiden dengan langsung mengisolasi daerah berdampak, membuat penyebaran tidak menggila. Selain itu, penghentian VISA masuk dan keluar membuat Seoul tidak terlalu khawatir dengan bertambahnya wabah. Masyarakat juga sadar bahwa isolasi di rumah lebih baik daripada keluyuran.
Tidak ada yang tahu, kapan puncak penyebaran Virus Corona Covid-19 di Indonesia akan berakhir. Mungkin berakhir juga tidak. Dengan penangangan yang bandel dari atas sampai ke bawah, kemungkinan Indonesia akan menjadi negara terakhir yang bisa menangani virus ini dengan baik. Dan bahkan, bisa menjadi negara dengan korban terbanyak karena sulit akses ketika virus ‘pulang kampung’ itu.
Amerika Serikat menjadi negara dengan banyak pasien Virus Corona Covid-19. Salah satu penyebab karena Rapid-test di mana-mana; sekali lagi jangan berbicara soal negara kaya, karena Indonesia bisa melakukan hal serupa selama dana yang dikeluar pas dan pejabat tidak bicara omong kosong di media massa maupun media sosial dengan pamer foto di depan mobil mewah, atau di dalam gedung yang aman, sedangkan warga negara disuruh lockdown dalam kelaparan.
Dalam menyikapi hal ini pula, mungkin Amerika Serikat punya cara tersendiri. Contohnya, menyuruh warganya lockdown lalu diberikan uang tunai Rp 50 Juta. Kita tidak bisa berkaca kepada siapa-siapa. Bandara yang dulu diminta hentikan take-off dan landing menjadi pemicu kuat masuknya virus. Masyarakat disuruh diam di rumah dengan iming-iming tagar #dirumahsaja sedangkan bantuan tak ada; selain yang didengar warga negara Indonesia bahwa anggota dewan terhormat melakukan Rapid-test.
Sampai di sini, kita paham, bahwa kita telah sendiri. Tak ada yang bagi sembako maupun kasih uang lembaran merah seperti masa kampanye. Semua bertahan hidup dengan caranya sendiri. Kemudian, bagaimana menyalahkan rakyat sedangkan yang di atas semena-mena? Mereka yang bergaji dari pemerintah santai saja karena hidup aman dan tenteram. Mereka yang bekerja di perusahaan, satu persatu dikasih surat pemberhentian kerja. Mereka yang tidak bekerja, tinggal menanti mati kelaparan, bukan karena takut Virus Corona Covid-19 mengetuk pintu rumahnya.
Indonesia negara yang santai. Sudah ditegur oleh banyak bencana. Sudah terjadi bunuh-membunuh warga negara secara fisik maupun mental. Tetap saja mengucapkan permisi, karena yang di atas juga bersikap demikian.
Italia saat ini telah menyesal terlambat isolasi diri. China sebagai biang masalah sudah tidak ada gunya lockdown karena virus dari mereka telah menyebar ke negara lain. China entah mereka berhati baik atau tidak, seandainya masa kejadian langsung memutuskan semua – lockdown – istilah yang wajib dipakai sekarang, maka Virus Wuhan ini cukup berhenti di Wuhan saja. Tetapi China tidak demikian, entah karena lupa pada Tuhan atau tidak mengenali Tuhan.
Tetangga kita, Malaysia, memberlakukan isolasi sampai 31 Maret. Namun, dengan penyebaran yang menjadi-jadi, Kuala Lumpur bisa jadi kota mati setelah tanggal itu. Irlandia, Spanyol, Denmark, dan Perancis mulai mengunci diri agar virus tidak merebak. Cuma di Indonesia, warga negara membuat tembok pembatas di gerbang kampung agar tidak ada orang lain masuk. Sedangkan negara, masih khawatir ekonomi jatuh padahal sudah kiamat dengan rupiah mendekati angka 20 ribu, gula lebih 20 ribu sekilo, belum lagi bahan pangan lain yang hilang dari pasaran. Tinggal menanti saja, kapan warga negara Indonesia mati kelaparan di tengah pertimbangan dan yakin bahwa ekonomi Indonesia sedang naik jet tempur.
Dan sudah, itu bukan kemampuan kita memberitahu. Yang pasti, kita sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja. Tsunami hanya sekali dalam ketakutan. Lepas itu belajar bangkit, mengais rezeki dalam gelap, dan mencari bahagia dari apa yang dirasa. Virus Corona Covid-19 tidak akan demikian, kita akan ketakutan sepanjang waktu sebelum virus itu benar-benar mati!
5 Cara Tidak Tertular Virus Corona Covid-19
Kita jangan bandel. Kita tidak boleh keras kepala. Kecuali, mau mendapatkan musibah kembali. Sebenarnya, kita sendiri yang mendapatkan obat dari apa yang terjadi. Jika tidak dimulai, maka tidak akan terjadi, demikian seterusnya.
Manusia yang tamak, datang dan menjemput virus sehingga merebak ke mana-mana. Lihatlah apa yang terjadi sekarang? Virus yang tidak terdeteksi menjadi wabah paling menakutkan daripada hantu yang gentayangan di dalam mimpi.
Demam tinggi, belum tentu terinfeksi Virus Corona Covid-19. Bisa jadi kita kelelahan saja. Bisa juga karena cuaca yang tidak mendukung sehingga tumbang. Pastikan satu hal, bahwa tidak ada interaksi dengan orang lain maupun baru pulang dari luar negeri atau luar daerah.
Agar tidak tertular Virus Corona Covid-19 ini, kita hanya perlu sadar pentingnya cuci tangan dengan benar pakai sabun, atau olahraga rugi agar keringat keluar, ke mana-mana pakai masker, tidak bepergian ke luar negeri, cukup aktivitas di rumah saja, tidak ada interaksi dengan orang yang positif dan tidak mendekati hewan yang kemungkinan menulari Virus Corona Covid-19.
Dengan begitu, kita akan baik-baik saja. Kita sendiri yang melakukan isolasi karena butuh. Kita sendiri yang menjaga diri dan keluarga karena sadar virus ini berbahaya. Jangan lupa, cuci tangan dengan benar seperti grafis ini.
Kamu juga bisa menonton video ini untuk lebih jelasnya.
Aceh Sudah Pernah Tsunami, itu benar. Untuk Apa Khawatir Virus Corona? Kita perlu waspada karena virus ini bukan bencana alam yang seketika datang lalu hilang. Virus ini akan tetap ada di dalam tubuh yang dijangkiti tanpa penanganan serius. Mulai hari ini, lockdown meskipun tak ada perintah. Isolasi sekarang daripada menyesal kemudian!
Leave a Reply