4 Masjid Terindah dari Seribu Masjid di Lombok Tempat Ibadah Khusyuk

4 Masjid Terindah dari Seribu Masjid di Lombok Tempat Ibadah Khusyuk – “Kita berhenti salat Jumat di masjid dekat sini,” ujar pemandu jalan kami di saat matahari seakan enggan membuka mata, di antara dingin hampir membeku pada lembah Sembalun. Mobil yang membawa kami masuk ke perkarangan masjid yang megah. Masjid Ittihadul Islam di Sembalun Timba Gading, salah satu pesona seribu masjid di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Bangunannya tampak berbeda tetapi memiliki ciri khas yang kuat dengan menara tinggi.

4 Masjid Terindah Lombok

Saya khusyuk meminta ‘sesuatu’ dan memohon akan berkah berlimpah sehingga bisa sampai ke sini. Tentu berbeda dengan apa yang saya rasa; suara orang mengaji, penuhnya masjid ini, cara khatib menyampaikan khutbah, cara imam melantunkan ayat-ayat sepanjang salat Jumat 2 rakaat, dan doa-doa usai salat yang memiliki intonasi berbeda dengan cara imam Aceh membacanya. Saya menyelami. Saya meresapi perbedaan. Saya juga merinding dalam dingin yang belum usai meskipun wudhu’ telah kering.

4 Masjid Terindah Lombok
Salah satu masjid di Sembalun.

Syukur pada langkah yang telah sampai ke tanah basah ini.

Masjid Sembalun Dekat Gunung Rinjani

Semalam, kami baru sampai ke lembah Sembalun, di mana Gunung Rinjani dengan gagah perkasa menggenapkan pesona bumi ini. Tak terkira pesona saat di pagi harinya saya melihat aktivitas warga yang padat, menyoal hidup seperti biasa dan adalah hal yang unik dari segala pandangan tentang wanita bercakar di mana-mana. 4 Masjid Terindah Lombok menjadi bagian terpenting.

Oh, beginilah yang saya rasa tentang ketentraman. Saya merasa aura keAcehan yang kental meskipun saya tidak sedang berada di bumi lahir sendiri. Islam yang begitu kental dan kuat di lingkungan ini, saya rasa sampai ke pori-pori di sepanjang jalan lembah Sembalun. Pikiran yang sebelumnya mengacu kepada masyarakat yang tidak seperti itu, telah lenyap seketika.

“Sembalun salah satu wisata Islami yang wajib kamu kunjungi,” sebut Dian Mulyadi, seorang yang memudahkan langkah saya ke Lombok. “Saya dengar, masyarakat di Sembalun sangat kuat sekali memegang teguh ajaran Islam. Wajar sih, wanita di sini rata-rata pakai cadar karena itu bagian dari pemahaman mereka!”

4 Masjid Terindah Lombok
Puncak Gunung Rinjani.

Sembalun dan lembahnya yang kokoh telah kami tinggalkan di belakang. Segenap kenangan dengannya mungkin akan terburai menjadi partikel-partikel rindu di masa mendatang. Salat Jumat yang khusyuk di negeri terasing membawa kenikmatan tersendiri bagi saya.

Saya merasa nyaman. Saya terlindungi. Saya aman. Karena di setiap langkah adalah muslim yang saya temui. Tiap sudut yang saya lihat adalah mereka yang tergopoh menghampiri masjid.

“Eh, di mana-mana ada masjid ya?” ujar saya saat kami telah menapaki jalan berliku dari Sembalun menuju Mandar.

“Itulah sebabnya Lombok dijuluki Pulau Seribu Masjid!” ujar pemandu jalan kami yang duduk di sebelah sopir.

“Seribu Masjid? Artinya banyak masjid ya?” saya bimbang dan bingung dengan pertanyaan itu. Lantas, jawaban dari pemandu jalan kami terjawab begitu persekian meter kami melewati bangunan-bangunan indah, yaitu masjid-masjid yang dipenuhi oleh orang-orang beribadah. Saya terharu, saya takjub, saya ingin merangkul masjid-masjid di sini karena segalanya tampak pasti bagi saya. Seperti keseharian saya di negeri sendiri nan jauh di ujung Sumatera.

“Sama dengan Aceh ya,” ujar saya sangau.

“Aceh kan Kota Serambi Mekkah, Bai. Nah, Lombok Kota Seribu Masjid!” ujar Dian Mulyadi dengan mantap.

“Perpaduan yang pas ya, Mas!”

Tak lupa, kami berhenti di tepi jalan berliku dengan pemandangan gunung menjulang tinggi, untuk membeli stoberi seharga Rp. 5000 perbungkus. Saya menikmati stroberi itu dengan nikmat sembari Zakaria Dimyati, teman sesama perjalanan kami, memotret pemandangan alam dengan kameranya.

Penjual stroberi pinggir jalan.

Perjalanan yang panjang menuju Mandar sampai pada sore hari. Di sini juga terdapat masjid di mana-mana. Takjub saya begitu mengelora saat kami memasuki salah satu masjid untuk salat ashar – saya tidak sempat memotret masjid di tengah kota Mandar ini. Kami menunaikan kembali salat di Pulau Seribu Masjid ini.

Lepas itu, baru menjejaki Kota Mandar yang terpesona dengan cidomo di mana-mana. Saya dan Zakaria sempat numpang foto pada salah satu cidomo yang lewat. Dari sini pula kami melihat pemandangan yang tak bisa dinafikan yaitu Pelabuhan Kayangan, Lombok. Kapal-kapal nelayan membentuk panorama teramat indah untuk dilewati.

Cidomo di Lombok.

 

Kapal nelayan.

Tiba di malam yang sepi, tidak sedingin di Sembalun, kami mencicipi hindangan yang tak kalah lezatnya. Saya lupa sebutan untuk menu makanan yang kami santap. Ada ikan yang dimasak dengan rempah khas Lombok. Sayur juga demikian. Dan tahu tempe dengan kecap pedas.

Lidah saya yang semula mati rasa karena belum menyantap makanan, menguatkan diri untuk segera mengisi perut dengan lahap. Saya sudah tidak bisa menjabarkan bagaimana rasanya menu makanan yang kami santap di Juni 2014 itu. Rasanya pas di lidah saya tetapi tidak untuk perut yang terlalu benci dengan rasa pedas.

Menu yang lezat cocok untuk buka puasa.

Pagi dari itu, kami tergopoh ke Pelabuhan Mandar untuk menyaksikan aktivitas nelayan dan wanita-wanita menunggu ikan. Sekali lagi, dalam radius beberapa meter adalah masjid. Di mana-mana adalah masjid. Bagaimana orang beribadah dengan banyaknya masjid.

Saya lalu membayangkan seperti di Aceh, tiap kampung ada masjid tersendiri, lalu di sini demikian juga. Sepanjang pandangan sebelum sampai ke bau amis dan matahari terbit, saya tak jera memanjatkan puji kepada masjid-masjid yang berdiri kokoh dengan ciri khas yang sama. Bentuknya mirip-mirip hanya berbeda ukuran pada lebar dan tinggi.

Pelabuhan Mandar yang padat. Nelayan mendorong baki ikan ke pinggir. Wanita-wanita dengan riuh menanti ikan kecil. Sembari menunggu para nelayan memilah ikan, wanita-wanita ini bercakap-cakap sambil memandang ke lautan lepas. Dan gunung yang menjadi paku dalam menyeimbangkan daratan dan lautan.

Nelayan pulang melaut.

Di situ, saya tidak menemui wanita-wanita dengan kepala terbuka. Di mana-mana adalah wanita dengan kerudung meskipun tidak memakai cadar seperti wanita di Sembalun. Saya tersenyum getir, memadu rindu kepada kampung halaman yang baru saya tinggal beberapa hari.

Seakan tidak ada yang membedakan antara wanita Lombok dan Aceh yang selalu terbalut kerudung dengan rapi. Ternyata, hati saya menyebut, Lombok bukan saja Pulau Seribu Masjid, tetapi Pulau Seribu Jilbab!

Wanita berjilbab menunggu ikan.

Dan, begitu saja kisah itu mengalir tanpa henti. Keterasingan yang saya rasa telah sirna dengan apa yang saya alami. Pesona Pulau Seribu Masjid ini memang tidak lekang dari waktu ke waktu. Kenangan yang hinggap begitu saja menjadi ukiran kebahagiaan dari masa ke masa.

Di akhir persinggahan, kami menepi ke kota metropolitan, Mataram, lalu menikmati senja di Senggigi. Lagi-lagi, sepanjang jalan adalah masjid dengan keelokan dan keindahan tersendiri. Sayang sekali, rencana kami tidak sempat menepi ke salah satu masjid di tengah kota ini.

Keindahan sunset di Senggigi.

Jika, pada saat ini saya kembali ke kota dengan Pesona Seribu Masjid ini, saya akan menghabiskan masa dalam bulan Ramadhan untuk mengunjungi masjid-masjid terindah di sini. Meski, hanya sekejap mata saya ke Lombok tetapi dari sana saya menyelami apa yang semestinya ada dalam diri saya sebagai seorang muslim.

Ketenangan yang tak terkira karena di mana-mana ada masjid. Toh, pada segala kondisi setiap muslim akan mencari tempat perlindungan yaitu masjid. Pesona masjid di Lombok menjadi panorama yang sulit saya lupakan. Di sana pula doa-doa yang entah bagaimana wujudnya selalu terbentuk dari hati yang tulus, tak lupa bahkan selalu terujar doa-doa keselamatan dan kebahagiaan kedua orang tua!

Ramadhan di Pulau Seribu Masjid, apa kabarnya? Saya merasakan satu hal yang pasti, bulan puasa di Lombok tak akan berbeda dengan bulan puasa di Aceh. Kota Seribu Masjid dengan Kota Serambi Mekkah. Dua persamaan yang pasti karena tiap malam masjid-masjid akan ‘memanggil’ umat Islam untuk bergegas ke sana.

Bahkan, suara azan tak ubahnya nyanyian rindu yang bertalu-talu, dipaku pada dasar bumi, dari mana-mana, didendangkan dengan lantang dan membahana. Saya dapat menebak bagaimana suasana tarawih di Lombok, di masjid-masjid yang persekian meter bertemu satu dengan yang lain dapat saling tatap. Seandainya masjid itu bisa bercakap-cakap dan bersalaman, mungkin mereka akan bersilaturahmi pada Idul Fitri nanti, saking saling melihat dari satu menara ke menara lain!

Dan kini, waktu yang tepat untuk melepas rindu di masjid-masjid terindah di Pulau Seribu Masjid ini. Ramadhan yang damai, pesona yang tak bisa diubah adalah meletakkan lelah di dalam masjid sambil berzikir dan bermunajat kepada Ilahi. Kembali kepada jika, seandainya raga saya ditepikan kembali ke Lombok, maka saya akan menjadi tamu pada masjid-masjid ini.

Masjid Hubbul Wathan Islamic Center, Mataram

Masjid ini tidak sempat saya kunjungi karena keterbatasan waktu. Namun saat bulan Ramadhan kali ini Masjid Hubbul Wathan Islamic Center tidak hanya indah dengan relif bangunan saja tetapi ramai oleh mereka yang bermunajat kepada Ilahi. Bisa dipastikan bagaimana padatnya masjid ini dalam bulan puasa dengan hampir semua sektor terletak di kompleks masjid.

Sebut saja saranan pendidikan, museum, wisata religi, perekonomian bahkan tempat olahraga juga terdapat pada masjid yang pernah menjadi tuan rumah MTQ Nasional tahun 2016.

Terbayang kan bagaimana megahnya Masjid Hubbul Wathan Islamic Center di tengah-tengah kota Mataram ini? Semarak Ramadhan di masjid ini tak hanya berupa ramainya umat yang datang tetapi terdapat keistimewaan lain. Lantunan ayat-ayat al-Quran terasa begitu syahdu saat imam-imam dari Timur Tengah yang menjadi imam salat tarawih bulan puasa ini.

Berdasarkan data dari tempo.co (27/05/2017), imam-imam Timur Tengah yang menjadi imam tarawih antara lain Syekh Ezzat El Sayyed Rashid dari Mesir, Prof Dr Syeikh Khalid Barakat dari Lebanon, Syeikh Mouad Douaik dari Maroko, dan Syeikh Ahmad Jalal Abdullah Yahya dari Yordania.

Islamic Center, Mataram – Photo by Harry Hermanan.

Kembali ke jika, maka saya akan berbaur dengan alunan syahdu para ulama besar tersebut. Lantunan ayat-ayat al-Quran dari para imam ini tidak hanya menggetarkan hati, tetapi memberikan kesejukan selaman Ramadhan di tanah Mataram. Dengan apa yang didengar, menjadi keharusan tersendiri bahwa keindahan tiada tara akan dimulai dari masjid ini.

Doa-doa yang dipanjatkan tentu berbeda saat berada di negeri sendiri. Doa terindah dari sini berlaku tidak hanya untuk keselamatan diri tetapi juga sebagai rasa syukur pada keindahan demi keindahan dalam hidup.

Pusat kota yang teduh dengan masjid indah, pula diterangi oleh 1.000 lampion yang disumbangkan oleh Persatuaan Islam Tionghoa Indonesia NTB dan Paguyuban Marga Tionghoa Indonesia NTB. Saya bisa merasakan bagaimana meriahnya Kota Mataram selama Ramadhan tahun ini!

Masjid Agung Al-Mujahidin Selong, Lombok Timur

Sebelum, Masjid Hubbul Wathan Islamic Center berdiri, Masjid Agung Al-Mujahidin Selong di Lombok Timur merupakan masjid terindah di Lombok. Masjid ini berjarak lebih kurang satu setengah jam perjalanan darat dari Kota Mataram. Coba lihat bentuk bangunan dan warna cat yang cerah.

Dapat dipastikan bahwa masjid ini menjadi salah satu bagian penting dari keislaman di Nusa Tenggara Barat. Kubah-kubah masjid ini tampak begitu indah ketika terkena sinar matahari senja hari. Hal ini tentu saja sangat menarik di bulan Ramadhan, di mana segenap keindahan bisa melepas rindu kepada Sang Pencipta.

Masjid Agung Selong – Photo by diditpharm.blogspot.com

Saya akan berkunjung ke sana, jika, bulan Ramadhan ini ada di pulau ini. Masjid ini tidak hanya menarik dan tidak pula terlupa karena Islamic Center telah berdiri. Pusat kegiatan keislaman selama Ramadhan juga masih dilakukan di masjid ini dalam rangka menyemarakkan bulan puasa.

Duduk di dalam masjid indah ini sambil memohon tentang apa saja kepada-Nya tentu saja sebuah rasa syukur teramat dalam. Tidak bisa saya bayangkan bagaimana keindahan-keindahan terpancar dari segenap sisi di dalam masjid ini.

Masjid Bayan Beleq, Desa Bayan, Lombok Utara

Eksotik, begitu kalimat yang tepat ketika saya, jika, menginjakkan kaki ke halaman Masjid Bayan Beleq, Desa Bayan di Lombok Utara. Bagaimana tidak, pesona yang hadir adalah kisah beradab-adab silam dengan kitab kuning sebagai catatan. Masjid ini adalah masjid tertua di Lombok dengan jarak tempuh sekitar dua jam perjalanan dari Kota Mataram.

Masjid ini juga menjadi saksi bisu masuknya Islam ke Pulau Lombok. Bentuk masjid berupa bangunan Suku Sasak dan tampak sangat sederhana tanpa polesan arsitektur modern. Di dalam masjid ini juga terdapat makam penyebar agama Islam pertama di Lombok, Gaus Adbul Rozak.

Masjid Bayan Lombok – Photo by sasexplorer.blogspot.com

Lantas, jika, ke sini dalam suasana Ramadhan adalah hal termenarik dan tersyahdu di antara pohon-pohon dan masyarakat yang masih alami. Tentu saja bermunajat di masjid tertua dengan segala kelemahan yang dimilikinya termasuk salah satu bentuk syukur yang tak terperi. 4 Masjid Terindah Lombok tidak boleh dilewatkan begitu saja.

Berada di dalam masjid ini saat bulan Ramadhan seakan menarik kembali memori bagaimana penyebaran Islam di pulau ini. Ciri khas yang terkuat tentang lingkungan yang tak mengubah diri dari waktu ke waktu meskipun zaman telah begitu modern.

Barangkali, tiga masjid ini cukup menggenapkan keindahan Ramadhan selama di Lombok. Tiga masjid, tiga cerita dan tiga sejarah dalam membentuk Pulau Seribu Masjid, sampai membahana ke mana-mana. 4 Masjid Terindah Lombok sangat indah. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *